Palangka Raya (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah menyatakan bahwa, lahan seluas 2.000 hektare di Kabupaten Gunung Mas, yang akan digunakan sebagai lokasi food estate merupakan Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) dengan kriteria Hutan Produksi Yang Dapat Dikonversi (HPK) tidak produktif.
Kepala Dinas Kehutanan Kalteng Sri Suwanto melalui rilis yang diterima di Palangka Raya, Senin, menyatakan bahwa TORA dari HPK tidak produktif dapat dimohon kepada Menteri LHK, salah satunya oleh menteri (dalam hal ini oleh Menteri Pertahan) untuk program/kegiatan kementerian, diantaranya program pembangunan nasional, pertanian tanaman pangan dan fasilitas pendukung budidaya pertanian dengan memenuhi persyaratan.
"Itu sesuai ketentuan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor P.17MENLHK/SETJEN/KUM.1/5/2018 Jo. P.42/MENLHK/SETJEN/KUM.1/9/2019 tentang Tata Cara Pelepasan Kawasan Hutan dan Perubahan Batas Kawasan Hutan untuk Sumber Tanah Obyek Reforma Agraria," beber dia.
Dikatakan, proses awal dari program Food Estate seluas 2.000 hektare di Gumas itu adalah pelepasan kawasan hutan, dengan mengubah status lokasi yang sebelumnya kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan.
"Proses ini disertai dengan kegiatan penataan batas kawasan hutan yang akan dilepaskan, sehingga lokasi yang akan dilepaskan mendapatkan kepastian letak dan luasnya," kata Sri Suwanto.
Dia mengatakan setelah proses pelepasan kawasan hutan dilepaskan, program Food Estate dapat seluruhnya dilaksanakan dengan tetap memperhatikan adanya hak-hak pihak ketiga.
"Jika terdapat hak-hak pihak ketiga pada lokasi, harus dilakukan pembebasan lahan atau dengan pola kerjasama," kata Sri Suwanto.
Baca juga: Kemenhan diminta segera hentikan pembebasan lahan food estate di Gumas
Kepala Dishut Kalteng itu menyebut food estate sebagai desain pertanian modern nasional masa depan, merupakan konsep pengembangan pangan yang dilakukan secara terintegrasi mencakup pertanian, perkebunan dan peternakan di suatu kawasan luas yang terdiri dari beberapa klaster bidang pertanian dan peternakan.
Artinya, lanjut dia, di suatu kawasan yang sangat luas akan dibangun sentral pertanian secara berkesinambungan dan modern. Sebab, proses pertanian dan pengolahan hasilnya, akan dikelola dengan pola digital farming dan meminimalisir metode pertanian konvensional menggunakan bajak dan cangkul dengan tenaga manusia.
Food estate juga tidak hanya bicara soal padi, jagung dan kedelai tetapi terbagi dalam beberapa klaster yang akan dikembangkan seperti buah-buahan,sayur-sayuran, hortikultura dan peternakan modern terintegrasi.
"Ibarat sebuah real estate, sudah tersedia fasilitas dengan paket lengkap bagi penghuninya, begitu juga dengan food estate yang akan dikembangkan ini," demikian Sri Suwanto.
Baca juga: Pemprov Kalteng turunkan tim tindaklanjuti informasi lahan pertanian alami kekeringan
Baca juga: Lokasi food estate Kalteng saat ini bukan Kawasan Hutan
Baca juga: Pengembangan food estate Kapuas-Pulpis dilakukan bertahap, berikut penjabarannya