"Sekitar 35 persen sebab gangguan kesuburan oleh faktor sperma. Oleh karena itu, yang pertama kali diperiksa sperma sebelum dilakukan pemeriksaan pada perempuan," kata dia dalam webinar kesehatan mengenai kesuburan, Kamis.
Menurut Budi, jumlah sperma normalnya sekitar 15 juta per cc, dengan jumlah yang bergerak sebanyak 32 persen. Bila hasil menunjukkan tidak normal maka disarankan pemeriksaan ulang tiga bulan kemudian.
Baca juga: Sayuri jadi ibu lewat donor sperma diperbincangkan di Korsel
Pada kasus sperma nol, dokter akan memeriksa ketersediaan sperma ada di testis, kemudian sebab kelainan apakah karena faktor produksi atau distribusi.
"Karena itu penting dilakukan pemeriksaan volume testis, hormon untuk memikirkan apakah ada sperma di testis. Kalau ada bisa dilakukan biopsi testis untuk mendapatkan sperma pada bayi tabung," tutur Budi.
Sementara pada perempuan, biasanya akan dilakukan pengecekan kadar Anti-Mullerian Hormone (AMH), yakni untuk mengukur kadar hormon yang dihasilkan oleh organ reproduksi di dalam darah.
Baca juga: Ini vitamin untuk sperma yang lebih kuat dan sehat
Dalam program bayi tabung, tes ini bisa digunakan untuk mengetahui kuantitas dan kualitas cadangan sel telur yang dimiliki calon ibu.
"Kalau perempuan usianya 29 tahun, AMH-nya harusnya 3,5 nanogram per mililiter (ng/ml), umur biologisnya 29 tahun. Kalau usianya 35 tahun, minimal 1,4 AMH-nya," ujar Budi.
Bila dua orang perempuan yang sama-sama berusia 25 tahun namun AMH berbeda yakni 5,4 ng/mL dan 0,5 ng/mL, maka pasien kedua memiliki umur biologisnya yang jauh lebih tua daripada yang pertama.
"Ini yang menyebabkan tindakan pada pasien kedua akan jauh berbeda daripada pasien pertama," demikian kata Budi.
Baca juga: Tips jaga kualitas sperma untuk pasangan yang ingin punya momongan
Baca juga: Apakah sperma pasien COVID-19 bisa menularkan penyakit?
Baca juga: Kurang tidur bisa merusak kesehatan sperma