Seorang petani di Seruyan menang gugatan setelah sempat ditahan

id Seorang petani di Seruyan menang gugatan setelah sempat ditahan, Kalteng, Sampit, Kotim, Kotawaringin Timur, Seruyan

Seorang petani di Seruyan menang gugatan setelah sempat ditahan

Rendra Ardiansyah, kuasa hukum Muhammad Abdul Fatah saat di Sampit, Selasa (28/9/2021). ANTARA/Norjani

Sampit (ANTARA) - Seorang petani di Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah, bernama Muhammad Abdul Fatah bernasib mujur karena selain sebelumnya dibebaskan dari dakwaan pidana oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Sampit, kini gugatan perdatanya juga dikabulkan.

"Putusan perdatanya, Surat Pernyataan Penguasaan Tanah (SPPT) sebagai dasar legalitas lahan miliknya dengan luas 12 hektare di Desa Ayawan, Kecamatan Seruyan Tengah, Kabupaten Seruyan dinyatakan sah dan berharga oleh hakim," kata Rendra Ardiansyah, kuasa hukum Abdul Fatah di Sampit, Selasa.

Abdul Fatah sempat ditangkap dan ditetapkan menjadi tersangka oleh Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Kalimantan Seksi Wilayah I Palangka Raya dengan sangkaan menggarap lahan yang dinilai masuk kawasan hutan.

Hasil persidangan di Pengadilan Negeri Sampit pada Selasa (23/2) lalu, majelis hakim yang diketuai Ike Liduri membebaskan terdakwa dari segala tuntutan, memerintahkan penuntut umum membebaskan terdakwa dari tahanan setelah putusan itu dibacakan, memulihkan hak-hak terdakwa, mengembalikan semua barang bukti dan membebankan biaya kepada negara.

Abdul Fatah melalui kuasa hukumnya juga mengajukan gugatan perdata. Dalam amar putusannya majelis hakim Pengadilan Negeri Sampit yang diketuai oleh Darminto Hutasoit mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan yakni menyatakan lahan milik Abdul Fatah adalah sah.

Legalitas tanah berupa SPPT itu terdiri dari tiga SPPT yakni atas nama Abdul Hadi, Basori, Nurlaila dan Misliati. Putusan itu dinilai juga telah membantah anggapan bahwa kawasan tersebut merupakan kawasan hutan.

Baca juga: Legislator Seruyan soroti harga karet yang kerap tidak stabil

Poin penting lainnya dalam putusan itu, kata Rendra, tergambar bahwa dalam pertimbangan majelis hakim mengakui hak ulayat atas kepemilikan areal tersebut, karena dari fakta yang terungkap di persidangan lahan itu sudah dikuasai secara turun temurun selama 20 tahun.

"Kami puas atas putusan itu, karena SPPT diakui secara hukum oleh hakim. Artinya sah. Anggapan lahan itu areal hutan bisa ditepis. Tapi memang, tergugat menyatakan banding atas putusan tersebut," kata Rendra.

Menyikapi perkembangan itu, Rendra menyatakan pihaknya masih menunggu memori banding. Selanjutnya, pihaknya mengajukan kontra memori dengan pokok tetap mengacu pada putusan pengadilan, jawaban dan pledoi dalam perkara itu.

Dalam isi gugatan itu dijelaskan bahwa penggugat mengalami kerugian yakni membeli tanah tersebut sebesar Rp87.650.000, biaya pengelolaan lahan dan biaya penanaman kepala sawit yaitu sebesar Rp100 juta. Total kerugian materil yang timbul akibat perbuatan Tergugat adalah sebesar Rp187.650.000.

Sementara itu kerugian inmateril yang timbul akibat perbuatan Tergugat yang melawan hukum sebagaimana Pasal 30 Huruf (b), Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Kawasan Hutan, yang melakukan penangkapan, hingga penahan serta penetapan Penggugat sebagai Tersangka adalah kerugian moril, dan penderitaan serta pelanggaran Hak Asasi Manusia, bahwa apabila dinominalkan sebesar Rp1.500.000.000.

Dalam gugatan perdata itu jika terus berlanjut memohon kepada Ketua Pengadilan Negeri Sampit atau Majelis Hakim yang memeriksa dan memutus perkara ini untuk juga menetapkan uang paksa (Dwangsom) sebesar Rp5.000.000 perhari yang harus dibayarkan oleh Tergugat.

Baca juga: Bupati Seruyan lantik dua pejabat struktural