Palangka Raya perkuat pengakuan masyarakat hukum adat dengan Perda
Palangka Raya (ANTARA) - Pemerintah Kota Palangka Raya, Provinsi Kalimantan Tengah terus berupaya memperkuat pengakuan Masyarakat Hukum Adat (MHA) dengan penyusunan Peraturan Daerah (Perda MHA).
"Saat ini, melalui Forum Group Discussion (FGD) dengan para akademisi, kami menyusun naskah akademik dan Raperda MHA," kata Wali Kota Palangka Raya Fairid Naparin melalui Sekda Hera Nugrahayu di Palangka Raya, Senin.
Melalui FGD itu, dia berharap penyusunan naskah akademik Raperda Masyarakat Hukum Adat dapat menampung aspirasi masyarakat. Selain itu juga menjadikan keberadaan MHA semakin kuat di mata hukum.
Raperda ini, lanjut dia, juga bentuk penghormatan dan pengakuan dan serta perlindungan pemerintah terhadap hak-hak masyarakat tradisional, kekayaan tradisional, potensi kekayaan alam yang ada.
Pengakuan MHA ini akan memberikan kepastian bagi terlaksananya tanggung jawab pemerintah daerah, dalam upaya memberikan pengakuan dan perlindungan masyarakat adat beserta segala haknya.
Selain itu, ini merupakan bentuk penguatan payung hukum bagi masyarakat hukum adat, yang nantinya mengelola hutan adat. Langkah ini juga sebagai upaya memfasilitasi MHA agar dapat berpartisipasi dalam pembangunan sesuai dengan kewenangannya.
"Perundang-undangan juga telah mengatur pedoman bagi MHA mendapatkan pengakuan Masyarakat Hukum Adat," kata Hera.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Palangka Raya Achmad Zaini mengatakan saat ini keberadaan masyarakat hukum adat di wilayah setempat tengah berproses untuk ditetapkan wali kota.
"Kemarin Pak Wali Kota direncanakan menerapkan MHA. Tapi karena wilayahnya berbatasan langsung dengan Kabupaten Gunung Mas maka kita bersurat pemerintah provinsi. Apakah nanti ditetapkan bersama atau berpisah, kita tunggu saja," katanya.
Baca juga: Kakanwil Kemenkumham minta jajaran terapkan tiga hal dalam bertugas
Zaini pun mengimbau masyarakat "Kota Cantik" untuk aktif terlibat dengan pembentukan MHA dengan mendaftarkan atau mengusulkan ke panitia setempat.
Pertama yang dilakukan adalah memastikan dulu kelembagaannya untuk sesegera mungkin kita tanda tangani. Kemudian hak-hak MHA nantinya dapat dipayungi dan tidak boleh diabaikan, tentunya pemerintah harus hadir dan membantu mereka," jelasnya.
Dia mengatakan keberadaan MHA tersebut juga ditegaskan pada pasal 18b ayat (2) UUD 1945, sebagai hasil amandemen kedua. Artinya, negara mengakui keberadaan masyarakat hukum adat dan hak tradisinya.
"Nantinya akan dilakukan inventarisasi dan verifikasi. Jika memenuhi syarat maka lembaga MHA yang diusulkan, akan kita tetapkan," demikian Zaini.
Baca juga: Akademisi UMPR: bangun kepercayaan pemilih milenial tantangan Pemilu2024
Baca juga: Akademisi FISIP UMPR apresiasi penanganan COVID-19 di Palangka Raya
"Saat ini, melalui Forum Group Discussion (FGD) dengan para akademisi, kami menyusun naskah akademik dan Raperda MHA," kata Wali Kota Palangka Raya Fairid Naparin melalui Sekda Hera Nugrahayu di Palangka Raya, Senin.
Melalui FGD itu, dia berharap penyusunan naskah akademik Raperda Masyarakat Hukum Adat dapat menampung aspirasi masyarakat. Selain itu juga menjadikan keberadaan MHA semakin kuat di mata hukum.
Raperda ini, lanjut dia, juga bentuk penghormatan dan pengakuan dan serta perlindungan pemerintah terhadap hak-hak masyarakat tradisional, kekayaan tradisional, potensi kekayaan alam yang ada.
Pengakuan MHA ini akan memberikan kepastian bagi terlaksananya tanggung jawab pemerintah daerah, dalam upaya memberikan pengakuan dan perlindungan masyarakat adat beserta segala haknya.
Selain itu, ini merupakan bentuk penguatan payung hukum bagi masyarakat hukum adat, yang nantinya mengelola hutan adat. Langkah ini juga sebagai upaya memfasilitasi MHA agar dapat berpartisipasi dalam pembangunan sesuai dengan kewenangannya.
"Perundang-undangan juga telah mengatur pedoman bagi MHA mendapatkan pengakuan Masyarakat Hukum Adat," kata Hera.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Palangka Raya Achmad Zaini mengatakan saat ini keberadaan masyarakat hukum adat di wilayah setempat tengah berproses untuk ditetapkan wali kota.
"Kemarin Pak Wali Kota direncanakan menerapkan MHA. Tapi karena wilayahnya berbatasan langsung dengan Kabupaten Gunung Mas maka kita bersurat pemerintah provinsi. Apakah nanti ditetapkan bersama atau berpisah, kita tunggu saja," katanya.
Baca juga: Kakanwil Kemenkumham minta jajaran terapkan tiga hal dalam bertugas
Zaini pun mengimbau masyarakat "Kota Cantik" untuk aktif terlibat dengan pembentukan MHA dengan mendaftarkan atau mengusulkan ke panitia setempat.
Pertama yang dilakukan adalah memastikan dulu kelembagaannya untuk sesegera mungkin kita tanda tangani. Kemudian hak-hak MHA nantinya dapat dipayungi dan tidak boleh diabaikan, tentunya pemerintah harus hadir dan membantu mereka," jelasnya.
Dia mengatakan keberadaan MHA tersebut juga ditegaskan pada pasal 18b ayat (2) UUD 1945, sebagai hasil amandemen kedua. Artinya, negara mengakui keberadaan masyarakat hukum adat dan hak tradisinya.
"Nantinya akan dilakukan inventarisasi dan verifikasi. Jika memenuhi syarat maka lembaga MHA yang diusulkan, akan kita tetapkan," demikian Zaini.
Baca juga: Akademisi UMPR: bangun kepercayaan pemilih milenial tantangan Pemilu2024
Baca juga: Akademisi FISIP UMPR apresiasi penanganan COVID-19 di Palangka Raya