Produksi sawit diprediksi stabil pada 2022
Palangka Raya (ANTARA) - Analis Komoditas Godrej International Limited, Dorab Mistry memprediksi produksi CPO Indonesia mengalami kenaikan hingga 1 juta ton pada 2022 mendatang.
Dari sisi permintaan, terjadi peningkatan terhadap energi, yaitu naik pada 20/21 sebanyak 2 juta ton, katanya dalam Indonesian Palm Oil Conference (IPOC 2021) virtual bertema "Role of Palm Oil Industry toward Sustained Economy Recovery", Kamis.
“Permintaan terhadap energi akan terus mengalami kenaikan 2 juta ton pada tahun 21/22,” ungkap Dorab dalam keterangan pers yang diterima di Palangka Raya.
Menurutnya, penggerak utama pertumbuhan energi ada biodiesel dan permintaan terhadap minyak nabati untuk makanan juga naik tiga juta ton setiap tahun. Saat pandemi, permintaan tersebut turun dua juta ton, namun permintaan meningkat dua juta ton pada saat ini.
Lebih lanjut Dorab mengatakan, operasional perkebunan sawit di Malaysia akan mulai normal tahun depan. Masalah kekurangan tenaga kerja yang disebabkan pandemi akan teratasi pada awal 2022, sehingga produksi CPO Malaysia diperdiksi meningkat dari 18 juta ton pada 2021, menjadi 19 juta ton pada 2022.
“Akan tetapi, efek tenaga kerja terhadap produksi baru akan terasa pada kuartal dua tahun 2022,” jelasnya.
Sementara itu, diketahui harga minyak sawit mentah (CPO) yang rata-rata berada di atas USD 1.000 per ton sepanjang tahun ini, berpotensi terkoreksi tahun depan. Dikarenakan kondisi global yang membaik pasca pademi sehingga produksi TBS sawit di Indonesia dan Malaysia akan stabil.
Sejalan dengan Dorab, CEO Oil World Thomas Milke, memprediksi produksi CPO Indonesia mengalami peningkatan sebebsar 1,7-1,9 juta ton di tahun 2022.
Hanya saja produksi tersebut tidak mengalami peningkatan dibandingkan 2018 atau pertumbuhan produksi CPO mengalami stagnasi selama 2 tahun.
Selain CPO, produksi minyak nabati lainnya juga diperdiksi meningkat. Pada 2022, produksi minyak nabati dunia naik 25 juta ton dengan mencatatkan rekor sebesar 611 juta ton.
Sementara itu James Fry dari LMC International mengatakan, pandemi yang menghantam China dan India sejak 2020 mengakibatkan penurunan permintaan minyak nabati. Namun permintaan terhadap minyak nabati kembali pulih pada tahun 2021/2022.
“Hal ini terjadi karena permintaan terhadap minyak nabati lebih kuat dibanding yang diperkirakan. Sedangkan produksi minyak nabati dalam negeri tidak mampu untuk mencukupi kebutuhan," jelasnya.
Dari sisi permintaan, terjadi peningkatan terhadap energi, yaitu naik pada 20/21 sebanyak 2 juta ton, katanya dalam Indonesian Palm Oil Conference (IPOC 2021) virtual bertema "Role of Palm Oil Industry toward Sustained Economy Recovery", Kamis.
“Permintaan terhadap energi akan terus mengalami kenaikan 2 juta ton pada tahun 21/22,” ungkap Dorab dalam keterangan pers yang diterima di Palangka Raya.
Menurutnya, penggerak utama pertumbuhan energi ada biodiesel dan permintaan terhadap minyak nabati untuk makanan juga naik tiga juta ton setiap tahun. Saat pandemi, permintaan tersebut turun dua juta ton, namun permintaan meningkat dua juta ton pada saat ini.
Lebih lanjut Dorab mengatakan, operasional perkebunan sawit di Malaysia akan mulai normal tahun depan. Masalah kekurangan tenaga kerja yang disebabkan pandemi akan teratasi pada awal 2022, sehingga produksi CPO Malaysia diperdiksi meningkat dari 18 juta ton pada 2021, menjadi 19 juta ton pada 2022.
“Akan tetapi, efek tenaga kerja terhadap produksi baru akan terasa pada kuartal dua tahun 2022,” jelasnya.
Sementara itu, diketahui harga minyak sawit mentah (CPO) yang rata-rata berada di atas USD 1.000 per ton sepanjang tahun ini, berpotensi terkoreksi tahun depan. Dikarenakan kondisi global yang membaik pasca pademi sehingga produksi TBS sawit di Indonesia dan Malaysia akan stabil.
Sejalan dengan Dorab, CEO Oil World Thomas Milke, memprediksi produksi CPO Indonesia mengalami peningkatan sebebsar 1,7-1,9 juta ton di tahun 2022.
Hanya saja produksi tersebut tidak mengalami peningkatan dibandingkan 2018 atau pertumbuhan produksi CPO mengalami stagnasi selama 2 tahun.
Selain CPO, produksi minyak nabati lainnya juga diperdiksi meningkat. Pada 2022, produksi minyak nabati dunia naik 25 juta ton dengan mencatatkan rekor sebesar 611 juta ton.
Sementara itu James Fry dari LMC International mengatakan, pandemi yang menghantam China dan India sejak 2020 mengakibatkan penurunan permintaan minyak nabati. Namun permintaan terhadap minyak nabati kembali pulih pada tahun 2021/2022.
“Hal ini terjadi karena permintaan terhadap minyak nabati lebih kuat dibanding yang diperkirakan. Sedangkan produksi minyak nabati dalam negeri tidak mampu untuk mencukupi kebutuhan," jelasnya.