Pembangunan rumah betang miliki nilai strategis dalam pelestarian budaya
Palangka Raya (ANTARA) - Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Kalimantan Tengah menyatakan, pembangunan 'lopo' (rumah) betang di Kabupaten Murung Raya sangat strategis sebagai upaya pelestarian budaya.
"Utamanya dalam pelestarian bangunan bersejarah dan memiliki nilai kearifan lokal yang tinggi," kata Pelaksana Tugas Kepala Disbudpar Kalteng Adiah Chandra Sari di Palangka Raya, Kamis.
Upaya pelestarian bangunan budaya harus terus ditingkatkan sehingga ke depan generasi muda sebagai penerus tetap mengenal serta mencintai situs-situs budaya yang daerah miliki.
Ia menuturkan, membangun berarti sebagai upaya pelestarian. Untuk itu falsafah Huma Betang yang dimiliki jangan hanya menjadi cerita ataupun generasi selanjutnya hanya dapat melihat dari literatur saja.
"Sementara fisiknya sudah punah, karena kurangnya perhatian terhadap pelestarian," jelasnya.
Untuk itu ia mengajak semua pihak lebih peduli dan mengenal sejarah maupun budaya yang daerah miliki, agar tak hilang tergerus perkembangan zaman maupun arus globalisasi.
Khususnya generasi muda didorong untuk mengenal tentang budaya dan lainnya sejak dini, sehingga tumbuh rasa memiliki yang kuat hingga dapat meneruskan tongkat estafet ke generasi berikutnya.
Sebelumnya Pemerintah Kabupaten Murung Raya menyampaikan, mulai membangun kawasan budaya yang di dalamnya terdapat dua bangunan rumah betang dengan nilai pembangunan mencapai Rp51 miliar.
Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Murung Raya memperkirakan, pembangunan kawasan budaya memerlukan waktu selama dua tahun anggaran.
"Tahun ini akan dibangun satu rumah betang dulu, dan satunya lagi di tahun anggaran 2023 nanti," kata Kadis PUPR Murung Raya Paulus Mangite.
Satu bangunan akan menggunakan konstruksi kayu sesuai dengan konstruksi asli rumah betang, sedangkan satunya lagi dibangun dengan konstruksi beton dengan konsep rumah betang modern.
Lokasi kawasan budaya itu sendiri berada di dalam kompleks bumi perkemahan (buper) Jalan Negara Puruk Cahu-Muara Teweh.
"Utamanya dalam pelestarian bangunan bersejarah dan memiliki nilai kearifan lokal yang tinggi," kata Pelaksana Tugas Kepala Disbudpar Kalteng Adiah Chandra Sari di Palangka Raya, Kamis.
Upaya pelestarian bangunan budaya harus terus ditingkatkan sehingga ke depan generasi muda sebagai penerus tetap mengenal serta mencintai situs-situs budaya yang daerah miliki.
Ia menuturkan, membangun berarti sebagai upaya pelestarian. Untuk itu falsafah Huma Betang yang dimiliki jangan hanya menjadi cerita ataupun generasi selanjutnya hanya dapat melihat dari literatur saja.
"Sementara fisiknya sudah punah, karena kurangnya perhatian terhadap pelestarian," jelasnya.
Untuk itu ia mengajak semua pihak lebih peduli dan mengenal sejarah maupun budaya yang daerah miliki, agar tak hilang tergerus perkembangan zaman maupun arus globalisasi.
Khususnya generasi muda didorong untuk mengenal tentang budaya dan lainnya sejak dini, sehingga tumbuh rasa memiliki yang kuat hingga dapat meneruskan tongkat estafet ke generasi berikutnya.
Sebelumnya Pemerintah Kabupaten Murung Raya menyampaikan, mulai membangun kawasan budaya yang di dalamnya terdapat dua bangunan rumah betang dengan nilai pembangunan mencapai Rp51 miliar.
Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Murung Raya memperkirakan, pembangunan kawasan budaya memerlukan waktu selama dua tahun anggaran.
"Tahun ini akan dibangun satu rumah betang dulu, dan satunya lagi di tahun anggaran 2023 nanti," kata Kadis PUPR Murung Raya Paulus Mangite.
Satu bangunan akan menggunakan konstruksi kayu sesuai dengan konstruksi asli rumah betang, sedangkan satunya lagi dibangun dengan konstruksi beton dengan konsep rumah betang modern.
Lokasi kawasan budaya itu sendiri berada di dalam kompleks bumi perkemahan (buper) Jalan Negara Puruk Cahu-Muara Teweh.