Jakarta (ANTARA) - Psikolog anak, remaja dan keluarga Rosdiana Setyaningrum, MPsi, MHPEd mengatakan orang tua tetap bisa memberi dukungan jika anak memiliki minat menjadi gamer, dengan cara membuka akses ke komunitas atau profesional yang memahami bidang tersebut.
“Tunjukkan dengan narasumber yang memang berkecimpung di bidang itu. Jadi, dia tau plus-minusnya, biarkan anak nanti menimbang sendiri,” kata psikolog yang mendapatkan gelar Magister Psikologi Klinis di Universitas Indonesia itu saat dihubungi ANTARA melalui sambungan telepon pada Minggu.
Dengan mengakses ke sumber yang valid, maka anak bisa mendapatkan informasi dan pengetahuan tentang dunia esport secara menyeluruh dan dampaknya dari berbagai sisi sehingga mencegah kemungkinan terjadinya kecanduan.
Baca juga: Dokter paparkan perlunya batasan waktu anak bermain gawai
Namun, Rosdiana juga menganjurkan agar orang tua tetap mendorong anak untuk mengeksplorasi bidang-bidang lainnya di samping bidang esport.
“Tidak apa-apa misalnya ingin masuk ke grup gamers, tapi coba kita eksplorasi yang lain-lain juga. Soalnya zaman sekarang kayaknya orang nggak bisa cuma punya satu set of skill ya,” ujarnya.
Kecanduan menjadi salah satu dampak yang membuat orang tua khawatir jika anak gemar memainkan game di ponsel atau gawai mereka. Apalagi, kata Rosdiana, kondisi pandemi selama dua tahun terakhir memang kurang menguntungkan mengingat perbanyak melakukan kegiatan di luar rumah merupakan cara paling mudah untuk cegah anak kecanduan game.
“Memang lebih menantang di masa pandemi ini. Mungkin kalau sekarang sudah mulai lumayan. Cuma kan sudah dua tahun ya, memang menantang banget karena anak-anak di rumah, belajarnya juga online, terpaparnya (gadget) kan memang besar,” kata Rosdiana.
Baca juga: Kecanduan game online bisa mempengaruhi psikis anak
Ketika sudah kecanduan, biasanya anak menjadi lebih sulit untuk fokus dan terdapat perubahan suasana hati yang kentara (mood swing) apabila tidak menggenggam gawai. Adiksi terhadap game, terang Rosdiana, salah satunya juga bisa membawa dampak pada perilaku lebih agresif atau lebih murung, bahkan nilai atau prestasi pelajaran di sekolah mulai mengalami penurunan.
Jika candu gawai sudah menunjukkan gejala yang akut, Rosdiana menganjurkan agar orang tua membawa anak ke psikolog atau profesional untuk menjalani terapi khusus.
Selain itu, apabila anak menunjukkan gejala ringan, Rosdiana juga menyarankan agar orang tua secara perlahan-lahan mendorong anak-anak untuk melakukan aktivitas fisik dan mental lain yang mereka gemari, misalnya berolahraga di luar ruangan, sehingga ketergantungan pada gawai akan berkurang.
“Orang tua harus bisa lebih sabar untuk membalikkan anak ke kegiatannya, menemani anaknya dulu mungkin misalnya dia olahraga, melukis, atau apa pun supaya dia nyaman. Kenalkan juga ke teman-temannya yang mungkin sudah lama nggak ketemu (karena pandemi). Kalau remaja, dibuat suasananya jadi lebih menyenangkan dan nggak banyak tuntutan dulu,” kata Rosdiana.
Berita Terkait
Sepuluh wakil Indonesia main pada hari kedua Kumamoto Masters 2024
Rabu, 13 November 2024 8:42 Wib
Shin pastikan Kevin Diks main melawan timnas Jepang
Rabu, 13 November 2024 7:36 Wib
PSSI tanggapi permintaan Bahrain untuk main di luar Indonesia
Kamis, 17 Oktober 2024 7:10 Wib
Timnas Portugal dipaksa Skotlandia bermain imbang
Rabu, 16 Oktober 2024 6:12 Wib
AS Roma berbagi poin dengan Monza usai bermain imbang
Senin, 7 Oktober 2024 5:39 Wib
Berikut lima peralatan untuk dukung hobi anak main sepatu roda
Rabu, 4 September 2024 13:53 Wib
Begini cara cegah kecanduan bermain video game
Rabu, 21 Agustus 2024 11:53 Wib
Wali kota nyatakan bakal sanksi tegas ASN yang main judi online
Selasa, 9 Juli 2024 18:34 Wib