Mengacu hasil SSGI, hasil penanganan stunting di Sukamara tunjukkan tren positif
Sukamara (ANTARA) - Wakil Bupati Sukamara, Kalimantan Tengah, Ahmadi mengatakan, hasil penanganan kasus stunting atau gangguan pertumbuhan di wilayah setempat menunjukkan tren positif yakni dengan adanya penurunan data kasus stunting jika mengacu Survei Status Gizi Indonesia (SSGI).
"SSGI pada 2022 adalah 21,8 persen, mengalami penurunan dibandingkan 2021 yakni 24,7 persen," kata Ahmadi di Sukamara, Rabu.
Hal itu dia sampaikan di sela monitoring dan evaluasi program percepatan penurunan stunting dan penentuan desa lokus stunting Sukamara pada 2023.
Dia mengatakan ke depan berbagai langkah dapat lakukan secara sinergi dan kolaboratif agar kasus stunting dapat turun lebih signifikan. Untuk itu diperlukan penguatan SDM tenaga lini lapangan yang merupakan ujung tombak percepatan penurunan stunting.
Masing-masing desa diharapkan dapat memanfaatkan Dana Desa untuk peningkatkan SDM dan operasional tenaga lini lapangan seperti kader posyandu, kader Dashat dan lainnya, agar program-program yang sudah dibentuk dapat berjalan serta memberi manfaat optimal.
Baca juga: Bacaleg DPRD Kotim padati RSUD Murjani
Lebih lanjut Ahmadi memaparkan, monitoring dan evaluasi yang berkualitas diperlukan guna menghasilkan keluaran sesuai sasaran. Dalam hal ini memerlukan manajemen perencanaan dalam seluruh tahapan pelaksanaan kegiatan, agar dapat menjadi pembelajaran.
“Kegiatan ini adalah salah satu forum yang baik bagi kita semua untuk mendiskusikan kemajuan, hambatan dan perbaikan yang sudah dilakukan untuk mencapai prevalensi hingga 14 persen pada 2024 mendatang,” harapnya.
Ahmadi menerangkan, stunting merupakan permasalahan nasional sekaligus permasalahan serius dalam pembangunan sumber daya manusia Indonesia saat ini maupun ke depannya.
"Harapan kami agar semua pihak berpartisipasi aktif menyampaikan perkembangan pelaksanaan program nasional, dalam percepatan penurunan stunting yaitu melalui laporan Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) tingkat desa/kelurahan, kecamatan maupun kabupaten,” pintanya.
Dirinya pun mengingatkan juga terkait keakuratan dan keterpaduan data dalam sistem pelaporan. Hal tersebut penting, agar tidak terjadi kekeliruan dalam analisis data dan permasalahan sebagai dasar perencanaan intervensi.
"Sebab dengan data yang akurat, kita dapat merencanakan program dan kegiatan yang lebih efektif dan tepat sasaran,” ujarnya.
Baca juga: Banyak memasuki masa pensiun, Pulpis kekurangan guru SD dan SMP
"SSGI pada 2022 adalah 21,8 persen, mengalami penurunan dibandingkan 2021 yakni 24,7 persen," kata Ahmadi di Sukamara, Rabu.
Hal itu dia sampaikan di sela monitoring dan evaluasi program percepatan penurunan stunting dan penentuan desa lokus stunting Sukamara pada 2023.
Dia mengatakan ke depan berbagai langkah dapat lakukan secara sinergi dan kolaboratif agar kasus stunting dapat turun lebih signifikan. Untuk itu diperlukan penguatan SDM tenaga lini lapangan yang merupakan ujung tombak percepatan penurunan stunting.
Masing-masing desa diharapkan dapat memanfaatkan Dana Desa untuk peningkatkan SDM dan operasional tenaga lini lapangan seperti kader posyandu, kader Dashat dan lainnya, agar program-program yang sudah dibentuk dapat berjalan serta memberi manfaat optimal.
Baca juga: Bacaleg DPRD Kotim padati RSUD Murjani
Lebih lanjut Ahmadi memaparkan, monitoring dan evaluasi yang berkualitas diperlukan guna menghasilkan keluaran sesuai sasaran. Dalam hal ini memerlukan manajemen perencanaan dalam seluruh tahapan pelaksanaan kegiatan, agar dapat menjadi pembelajaran.
“Kegiatan ini adalah salah satu forum yang baik bagi kita semua untuk mendiskusikan kemajuan, hambatan dan perbaikan yang sudah dilakukan untuk mencapai prevalensi hingga 14 persen pada 2024 mendatang,” harapnya.
Ahmadi menerangkan, stunting merupakan permasalahan nasional sekaligus permasalahan serius dalam pembangunan sumber daya manusia Indonesia saat ini maupun ke depannya.
"Harapan kami agar semua pihak berpartisipasi aktif menyampaikan perkembangan pelaksanaan program nasional, dalam percepatan penurunan stunting yaitu melalui laporan Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) tingkat desa/kelurahan, kecamatan maupun kabupaten,” pintanya.
Dirinya pun mengingatkan juga terkait keakuratan dan keterpaduan data dalam sistem pelaporan. Hal tersebut penting, agar tidak terjadi kekeliruan dalam analisis data dan permasalahan sebagai dasar perencanaan intervensi.
"Sebab dengan data yang akurat, kita dapat merencanakan program dan kegiatan yang lebih efektif dan tepat sasaran,” ujarnya.
Baca juga: Banyak memasuki masa pensiun, Pulpis kekurangan guru SD dan SMP