Minim pasokan membuat harga cabai di Sampit merangkak naik

id Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, Kotawaringin Timur, kalteng, bartim

Minim pasokan membuat harga cabai di Sampit merangkak naik

Seorang pedagang sedang merapikan dagangan cabai rawit miliknya di Pusat Perbelanjaan Mentaya Sampit, Jumat. (03/11/2023). ANTARA/Devita Maulina.

Sampit, Kotawaringin Timur (ANTARA) - Harga cabai rawit di sejumlah pasar tradisional di Kota Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, merangkak naik dalam sepekan terakhir akibat minim pasokan.

"Sudah seminggu terakhir harga cabai melonjak. Dari yang sebelumnya masih dapat Rp 6 ribu - Rp 7 ribu per ons, sekarang sudah Rp 10 ribu, lumayan selisihnya," kata salah seorang pedagang di Pusat Perbelanjaan Mentaya, Nana di Sampit, Jumat.

Berdasarkan pantauan, kenaikan harga ini berlaku hampir semua pedagang cabai di pusat perbelanjaan tersebut. Sebelumnya, harga cabai rawit berada di kisaran Rp 45 ribu - Rp 55 ribu per kilogram, namun kini harganya tembus Rp 90 ribu per kilogram.

Menurut Nana, kenaikan harga cabai rawit ini akibat pasokan komoditas tersebut yang berkurang lantaran hasil panen cabai di sejumlah wilayah pemasok yang menurun akibat musim kemarau. Sebab, sebagian besar pasokan cabai rawit di Kota Sampit berasal dari Jawa dan Banjarmasin. Sedangkan dari petani lokal jumlahnya tak seberapa, sehingga tak mampu untuk memenuhi permintaan masyarakat.

"Pasokan cabai kebanyakan dari Jawa dan Banjarmasin, kalau lokal sedikit sekali. Bahkan, seminggu terakhir hampir tidak ada pasokan cabai dari lokal," beber dia.

Tak hanya cabai rawit, sejumlah komoditas yang di pasok dari luar daerah pun turut mengalami kenaikan harga.  Di mana bawang merah yang semula di harga Rp 25 ribu kini naik ke kisaran Rp 27 ribu - Rp 28 ribu per kilogram, gula pasir dari Rp 15 ribu menjadi Rp 17 ribu per kilogram, gula merah dari Rp 20 ribu menjadi Rp 22 ribu per kilogram.

Nana mengatakan, kenaikan harga ini bukan semata-mata dampak musim kemarau terhadap hasil panen, tapi juga berkaitan dengan momentum natal dan tahun baru yang akan segera tiba. Bahkan, ia memperkirakan kedepannya harga masih akan naik dan merambah ke komoditas lainnya.

"Sudah biasa kalau momentum seperti ini harga-harga mulai naik. Tapi, kami pedagang pun berharap kenaikannya tidak begitu tinggi, karena kami pun sulit untuk mencari untung," sebutnya.

Baca juga: BMKG Kotim ingatkan masyarakat waspada cuaca ekstrem peralihan musim

Kenaikan harga komoditas dengan cita rasa pedas ini pun mendatangkan keluhan dari warga, khususnya para ibu rumah tangga. Apalagi, untuk kebanyakan orang Indonesia cabai merupakan bagian yang harus ada dalam setiap masakan.

Mau bagaimana lagi, kami terpaksa beli cabai dengan harga mahal. Kalau tidak ada cabai di masakan itu rasanya ada yang kurang. Cuma jumlah pembeliannya yang dikurangi, kalau biasanya beli langsung 1/2 kilo sekarang 1/4 saja," ujar seorang warga, Halimah.

Meski masih bisa mengakali kenaikan harga cabai dengan mengurangi jumlah pembelian, namun ia berharap pemerintah daerah bisa segera menekan kenaikan harga tersebut untuk meringankan beban warga dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Baca juga: DPMD Kotim dorong optimalisasi pengembangan teknologi tepat guna desa

Baca juga: Kecamatan ini raih gelar juara umum kesepuluh MTQ Kotim

Baca juga: Perusahaan di Kotim didorong bantu usaha produktif masyarakat desa