“Temuan ini secara signifikan menambah apa yang kita ketahui tentang hubungan antara olahraga dan pemicu stres serta membantu memperkuat pesan bahwa gerakan adalah obat bagi tubuh dan otak,” ujar peneliti Joe Costello seperti disiarkan Medical Daily 24 November lalu.
Untuk sampai pada temuan ini, peneliti melakukan dua percobaan yang masing-masing melibatkan 12 partisipan. Pada tes awal, peneliti mengevaluasi bagaimana kurang tidur sebagian memengaruhi kinerja kognitif seseorang. Selama uji coba peserta hanya diperbolehkan tidur selama lima jam setiap malam selama tiga hari.
Baca juga: Ini yang terjadi bila tidur kurang dari enam jam setiap hari
Sementara itu, tes kedua menilai dampak kurang tidur total dan hipoksia. Peserta tak tidur semalaman dan ditempatkan di lingkungan hipoksia.
Setiap pagi, peserta dalam kedua uji coba tersebut diberi tujuh tugas untuk dilakukan saat istirahat dan saat bersepeda. Mereka juga diminta menilai tingkat kantuk dan suasana hati mereka sebelum menyelesaikan tugas.
Hasil kedua uji coba menunjukkan peningkatan kinerja kognitif setelah para peserta bersepeda selama 20 menit.
Para peneliti mengatakan mereka memilih aktivitas sedang karena olahraga yang lebih intens dapat menjadi pemicu stres dan membawa efek negatif.
Baca juga: Awas! Kurang tidur bisa tingkatkan risiko obesitas
Costello menuturkan bahwa olahraga meningkatkan kinerja kognitif, dengan meningkatkan aliran darah otak dan oksigenas.
Lalu, meskipun olahraga dilakukan di lingkungan dengan tingkat oksigen rendah, partisipan masih mampu melakukan tugas kognitif lebih baik dibandingkan saat istirahat dalam kondisi yang sama.
Studi juga memperlihatkan kinerja kognitif seseorang tidak sepenuhnya bergantung pada area prefrontal cortex (PFC) di otak.
Baca juga: Dokter sebut kurang tidur bisa sebabkan pikun
Baca juga: Tips kurangi risiko kurang tidur selama Ramadhan
Baca juga: Kurang tidur bisa merusak kesehatan sperma