DLH Kotim siapkan dua tempat pengolahan sampah mandiri
Sampit (ANTARA) - Sebagai bentuk inovasi dalam penanganan sampah, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah menyiapkan dua tempat untuk melakukan pengolahan sampah mandiri.
“Hal ini sudah kami sampaikan kepada bupati, mudah-mudahan tahun ini atau paling tidak 2025 nanti disetujui. Kita ingin agar sampah yang ditampung di depo bisa langsung diolah, tidak perlu diangkut ke TPA,” beber Kepala DLH Kotim Machmoer di Sampit, Kamis.
Ia menerangkan, sebelumnya DLH Kotim sempat berencana menambah bangunan depo sampah di dalam Kota Sampit untuk bisa menampung sampah dari masyarakat yang kian hari volumenya kian meningkat.
Namun, setelah melakukan kaji banding ke Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah dan Kabupaten Karawang, Jawa Barat, pihaknya mendapat inspirasi dalam upaya penanganan sampah tersebut dengan membuat tempat pengolahan sampah mandiri.
Dalam hal ini pihaknya akan bekerja sama dengan pemerintah desa atau kelurahan dan kecamatan setempat untuk membentuk komunitas yang terlibat dalam pengolahan sampah mandiri.
“Jadi, nanti sampah yang ditampung di depo tidak lagi mengendap, maksimal dua hari sudah diolah. Bahkan, dari hasil kaji banding kami cara seperti ini bisa menjadi PAD bagi desa maupun kelurahan setempat,” ujarnya.
Baca juga: KPU Kotim tetapkan 40 caleg terpilih hasil Pemilu 2024
Sistem kerjanya, sampah yang diterima dari masyarakat akan pilah. Untuk sampah yang masih memiliki nilai ekonomi akan dikumpulkan untuk diolah kembali atau dijual ke ke pengepul, sedangkan sampah yang tidak bisa digunakan lagi akan dimasukkan ke mesin pencacah atau pembakar sehingga hanya menyisakan abu.
Dengan cara demikian, sampah yang dibuang ke depo tidak perlu lagi diangkut ke tempat pembuangan akhir, sehingga bisa menghemat biaya operasional pengangkut sampah.
Machmoer melanjutkan, sehubungan dengan ini pihaknya akan melakukan pengadaan alat pencacah sampah sebanyak dua unit untuk dua tempat berbeda. Satu mesin pencacah sampah dengan kapasitas hingga 50 ton per hari harganya sekitar Rp1,5 miliar, sehingga pihaknya membutuhkan anggaran Rp3 miliar untuk pengadaan alat tersebut.
“Kami memerlukan dua mesin, karena rencananya ada dua depo yang akan dijadikan tempat pengolahan sampah. Pertama, di depo Pelita dan berikutnya di samping SMPN 3 Sampit,” imbuhnya.
Ia menambahkan, dua depo yang dipilih untuk dijadikan tempat pengolahan sampah, yakni depo sampah Sehati 03 di Jalan Pelita dan depo sampah Sehati 04 di dekat SMPN 3 Sampit. Lantaran, volume sampah di dua depo tersebut paling besar.
Dalam sehari jumlah sampah yang dibuang ke dua depo tersebut mencapai 150 meter kubik atau setara 100 ton per hari, terutama sampah plastik. Sehingga kedua depo ini dinilai cocok untuk implementasi tempat pengolahan sampah mandiri.
Baca juga: Parade dan tarian kolosal guru-murid meriahkan Hardiknas di Kotim
Baca juga: Parade dan tarian kolosal guru-murid meriahkan Hardiknas di Kotim
Baca juga: BPBD Kotim pasok air bersih untuk korban banjir
“Hal ini sudah kami sampaikan kepada bupati, mudah-mudahan tahun ini atau paling tidak 2025 nanti disetujui. Kita ingin agar sampah yang ditampung di depo bisa langsung diolah, tidak perlu diangkut ke TPA,” beber Kepala DLH Kotim Machmoer di Sampit, Kamis.
Ia menerangkan, sebelumnya DLH Kotim sempat berencana menambah bangunan depo sampah di dalam Kota Sampit untuk bisa menampung sampah dari masyarakat yang kian hari volumenya kian meningkat.
Namun, setelah melakukan kaji banding ke Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah dan Kabupaten Karawang, Jawa Barat, pihaknya mendapat inspirasi dalam upaya penanganan sampah tersebut dengan membuat tempat pengolahan sampah mandiri.
Dalam hal ini pihaknya akan bekerja sama dengan pemerintah desa atau kelurahan dan kecamatan setempat untuk membentuk komunitas yang terlibat dalam pengolahan sampah mandiri.
“Jadi, nanti sampah yang ditampung di depo tidak lagi mengendap, maksimal dua hari sudah diolah. Bahkan, dari hasil kaji banding kami cara seperti ini bisa menjadi PAD bagi desa maupun kelurahan setempat,” ujarnya.
Baca juga: KPU Kotim tetapkan 40 caleg terpilih hasil Pemilu 2024
Sistem kerjanya, sampah yang diterima dari masyarakat akan pilah. Untuk sampah yang masih memiliki nilai ekonomi akan dikumpulkan untuk diolah kembali atau dijual ke ke pengepul, sedangkan sampah yang tidak bisa digunakan lagi akan dimasukkan ke mesin pencacah atau pembakar sehingga hanya menyisakan abu.
Dengan cara demikian, sampah yang dibuang ke depo tidak perlu lagi diangkut ke tempat pembuangan akhir, sehingga bisa menghemat biaya operasional pengangkut sampah.
Machmoer melanjutkan, sehubungan dengan ini pihaknya akan melakukan pengadaan alat pencacah sampah sebanyak dua unit untuk dua tempat berbeda. Satu mesin pencacah sampah dengan kapasitas hingga 50 ton per hari harganya sekitar Rp1,5 miliar, sehingga pihaknya membutuhkan anggaran Rp3 miliar untuk pengadaan alat tersebut.
“Kami memerlukan dua mesin, karena rencananya ada dua depo yang akan dijadikan tempat pengolahan sampah. Pertama, di depo Pelita dan berikutnya di samping SMPN 3 Sampit,” imbuhnya.
Ia menambahkan, dua depo yang dipilih untuk dijadikan tempat pengolahan sampah, yakni depo sampah Sehati 03 di Jalan Pelita dan depo sampah Sehati 04 di dekat SMPN 3 Sampit. Lantaran, volume sampah di dua depo tersebut paling besar.
Dalam sehari jumlah sampah yang dibuang ke dua depo tersebut mencapai 150 meter kubik atau setara 100 ton per hari, terutama sampah plastik. Sehingga kedua depo ini dinilai cocok untuk implementasi tempat pengolahan sampah mandiri.
Baca juga: Parade dan tarian kolosal guru-murid meriahkan Hardiknas di Kotim
Baca juga: Parade dan tarian kolosal guru-murid meriahkan Hardiknas di Kotim
Baca juga: BPBD Kotim pasok air bersih untuk korban banjir