Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Malang Raya Benni Indo di Kota Malang, Jumat, menilai pasal yang menyebutkan adanya pelarangan eksklusif konten investigasi membatasi kebebasan pers.
"Investigasi adalah roh dari jurnalisme. Pelarangan penayangan eksklusif konten investigasi sama dengan membatasi kebebasan pers," kata Benni.
Para jurnalis tersebut tergabung dari berbagai organisasi pers seperti Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Malang Raya, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dan Pewarta Foto Indonesia (PFI).
Benni beranggapan bahwa peliputan investigasi ini mampu memberikan informasi yang mendidik untuk masyarakat sehingga perlu mendapatkan dukungan.
"Liputan investigasi itu harusnya didukung, bukan untuk dibungkam," katanya.
Ketua PWI Malang Raya Cahyono menambahkan bahwa aksi damai di depan Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Malang tersebut merupakan bentuk pernyataan sikap untuk menolak revisi UU Penyiaran.
"Aksi damai ini menjadi sikap kami bahwa kami tegas menolak revisi UU Penyiaran. Kebebasan pers adalah kontrol demi hal yang lebih baik," kata Cahyono.
Baca juga: Mahfud Md sebut tugas jurnalis itu investigasi
Sementara itu, Ketua IJTI Malang Raya M. Tiawan menyebutkan terdapat sejumlah pasal yang menjadi kontroversi dalam RUU Penyiaran, salah satunya adalah Pasal 50 B ayat (2) huruf K yang dinilai bisa memunculkan multitafsir.
Terlebih, lanjut dia, juga dicantumkan adanya pasal penghinaan dan pencemaran nama baik sehingga pasal tersebut berpotensi menjadi alat kekuasaan untuk membungkam dan kriminalisasi terhadap jurnalis.
Ia menambahkan bahwa jurnalis Malang Raya akan mengirimkan surat rekomendasi kepada DPRD di wilayah Kota Malang, Kota Batu, dan Kabupaten Malang untuk diteruskan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI di Senayan.
"Kami akan mengirim surat rekomendasi kepada DPRD se-Malang Raya agar rekomendasi itu diteruskan ke DPR RI," kata Tiawan.
Baca juga: Dewan Pers tolak proses RUU Penyiaran hilangkan hak kebebasan pers