Sampit (ANTARA) - Dewan Adat Dayak (DAD) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah berkomitmen menjaga perdamaian di daerah berjuluk Bumi Habaring Hurung ini, salah satunya dengan melakukan mediasi antara pihak-pihak yang bersengketa.
“Kegiatan ini kami laksanakan sesuai instruksi Ketua Umum DAD Kotim, agar persoalan ini tidak menimbulkan masalah di kemudian hari dan bisa berakhir dengan damai. Karena itu adalah bagian komitmen kami di DAD,” kata Wakil Ketua V DAD Kotim Gahara di Sampit, Senin.
Gahara menjelaskan, pihaknya menerima dua tugas dari Ketua Umum DAD yang juga menjabat sebagai Bupati Kotim Halikinnor, sehubungan dengan sengketa lahan perkebunan antara warga dan perusahaan besar swasta (PBS) yang juga melibatkan tokoh adat.
Permasalahan antara kedua belah pihak ini bermula dari sengketa lahan yang kemudian merembet pada penggunaan suatu ritual, berupa hinting pali yang dinilai tidak sesuai peruntukannya, sehingga mendapat protes dari pihak tertentu.
Dalam surat tugas tersebut, pertama, DAD Kotim diminta untuk membentuk tim untuk menelusuri duduk perkara dan melakukan upaya-upaya untuk mencapai kesepakatan antara kedua belah pihak.
Kedua, DAD Kotim diminta untuk melakukan pengecekan ke lokasi atau objek yang menjadi sengketa, sebagai dalam pertimbangan dalam mengambil keputusan.
“Setelah keduanya kami laksanakan dicapailah kesimpulan, pertama sepakat untuk melepas hinting pali dan kedua melakukan mediasi,” ujarnya.
Baca juga: KPU perhitungkan ada empat paslon pada Pilkada Kotim 2024
Akan tetapi, dalam mediasi yang digelar DAD Kotim kali ini hanya pihak PBS dan tokoh adat yang hadir, sedangkan warga yang bersangkutan tidak muncul lantaran sedang ke luar daerah, sehingga kesepakatan damai belum benar-benar terjadi.
Kendati, menurut Gahara berdasarkan komunikasi via telepon, warga yang bersangkutan juga memiliki keinginan untuk berdamai, tetapi perdamaian seperti apa yang dimaksud belum disepakati. Namun, ia menegaskan, pihaknya akan mengawal permasalahan ini hingga tuntas.
“Kami akan tetap upayakan agar persoalan itu bisa tuntas dan persoalan itu kita harap berakhir dengan perdamaian,” ucapnya.
Dalam kesempatan ini, pihaknya juga meminta pihak PBS untuk mencabut dua upaya hukum yang sempat dilakukan. Disebutkan bahwa, PBS terkait telah menyampaikan pengaduan masyarakat (dumas) ke Polres Kotim terkait sengketa lahan dan melakukan gugatan perdata melalui Pengadilan Negeri (PN) Sampit.
“Keinginan kami agar kedua belah pihak bisa menempuh jalur mediasi non litigasi di DAD Kotim, untuk mencari solusi terkait persoalan yang sedang dihadapi,” demikian Gahara.
Sebelumnya, Asisten I Bidang Pemerintah dan Kesra Setda Kotim Rihel menyampaikan pemerintah daerah perlu melibatkan DAD terkait langkah-langkah yang diambil dalam mengatasi sengketa yang melibatkan tokoh adat, yang dalam hal ini merupakan damang.
Terlebih dalam aksi dalam yang dilakukan sejumlah masyarakat beberapa waktu lalu, menuntut agar damang yang bersangkutan diberhentikan atas pemasangan ritual hinting pali yang tidak pada peruntukannya.
“Kalau yang memberhentikan damang itu memang kewenangan bupati, tapi berdasarkan rekomendasi DAD. Jadi, sebelumnya tim dari DAD yang akan menindaklanjuti dan kita menunggu hasil akhirnya,” ujar Rihel
Baca juga: SMPN 1 Sampit galakkan Gerakan Sekolah Sehat
Baca juga: DPRD Kotim setujui rancangan KUA-PPAS Perubahan 2024
Baca juga: Masyarakat Kotim berkomitmen wujudkan pilkada damai