Sampit (ANTARA) - Pedagang di Pusat Ikan Mentaya (PIM) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan mendesak pemerintah daerah, agar segera menerbitkan peraturan daerah (perda) yang melarang kemunculan pedagang liar atau dadakan di wilayah setempat, khususnya Kota Sampit.
"Kami mohon pemerintah daerah segera menerbitkan perda dan menertibkan pedagang liar yang berjualan di bahu jalan karena sudah sangat meresahkan," kata salah seorang pedagang Sriyani di Sampit, Senin.
Ia menjelaskan, kemunculan pedagang liar yang berjualan di bahu jalan di wilayah Kota Sampit kian meresahkan, karena merusak ekosistem pasar. Apalagi, jumlah pedagang liar itu kian bertambah dan tersebar di berbagai lokasi.
Sebelumnya keluhan serupa juga disampaikan oleh kelompok pedagang di Pasar Keramat Kecamatan Baamang. Sebab, tak jauh dari lokasi pasar itu, tepatnya di Jalan Christopel Mihing banyak pedagang liar, khususnya pedagang ayam potong yang bermunculan.
Kemudian, Sriyani menyebut belakangan di Jalan DI Panjaitan Kecamatan Mentawa Baru Ketapang juga mulai ramai pedagang liar yang berjualan di bahu jalan dengan harga yang lebih murah.
"Walaupun jaraknya dengan PIM ini masih jauh, tapi kalau terus dibiarkan otomatis akan berdampak juga. Jumlah pasar di Sampit saja sudah banyak, ditambah lagi dengan banyak pedagang liar maka semakin sedikit pembeli yang mau datang ke pasar ini," tuturnya.
Menurut dirinya, pedagang liar memang memiliki kelebihan yang menjadi daya tarik pembeli, yakni harga yang ditawarkan lebih murah dan tidak ada biaya parkir. Pembeli yang menggunakan kendaraan juga bisa berhenti dekat pedagang sehingga tidak repot berjalan kaki untuk menghampiri pedagang seperti ketika berbelanja di pasar.
Namun dibalik itu semua, keberadaan pedagang liar jelas melanggar aturan karena berjualan tidak pada tempatnya dan berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan dari limbah yang dibuang sembarangan, serta tidak membayar retribusi kepada daerah.
Keberadaan para pedagang liar itu juga dianggap merusak ekosistem pasar, sebab warga menjadi malas untuk berbelanja ke pasar dan membuat pasar semakin sepi. Padahal, para pedagang di pasar resmi sudah taat aturan dan rutin membayar retribusi Rp2.000 per hari.
"Kalau ini terus dibiarkan maka fungsi pasar akan mati, yang rugi pemerintah daerah juga karena tidak ada retribusi yang masuk. Kalau pemerintah daerah tidak menghiraukan suara kami cepat atau lambat kami akan ikut turun berjualan ke bahu jalan," ujarnya.
Sriyani juga menyinggung terkait alasan pedagang liar yang mengaku tidak punya tempat berjualan, sehingga memilih berjualan di bahu jalan. Alasan tersebut hanya sekadar pembenaran dari pelanggaran yang dilakukan, karena kenyataannya justru banyak los atau lapak di pasar resmi yang kosong. Seperti di PIM Sampit yang terdiri dari 198 los, hampir 50 persennya kosong.
Baca juga: Kadisdik Kotim: Turnamen mini soccer pelajar melatih sportivitas dan kekompakan
Kalaupun memang alasan itu benar, maka para pedagang PIM Sampit menerima dengan tangan terbuka mereka yang ingin mengisi los di PIM Sampit. Bahkan, ia mengaku senang jika PIM Sampit semakin ramai pedagang karena dapat menjadi daya tarik bagi pembeli.
"Kalau banyak yang mengisi di sini kami malah senang, supaya pasar ini semakin ramai dan bergairah. Kalau masalah pembeli, di mana pun lokasi pasarnya dan asalnya tidak ada lagi yang berjualan di bahu jalan, pasti mereka mau berbelanja ke pasar," demikian Sriyani.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Koperasi UKM Perindustrian dan Perdagangan Kotim Fahrujiansyah menyampaikan aturan terkait larangan berjualan di bahu jalan itu sebenarnya sudah ada, tapi tidak bisa dipungkiri masih ada yang melanggar.
Baca juga: Harga daging ayam di Sampit turun menjadi Rp26 ribu per kilogram
Sebelumnya, penertiban terhadap pedagang liar juga telah dilakukan, namun penertiban ini dilaksanakan oleh Satpol PP dan dilakukan secara bertahap.
Ia menerangkan penertiban itu memang tidak bisa dilakukan sekaligus, tetapi harus mengikuti standar operasional prosedur (SOP), yakni teguran lisan, teguran tertulis maksimal tiga kali dan terakhir penindakan apabila setiap teguran itu tidak digubris.
"Memang prosesnya agak lambat, karena harus mengikuti SOP dan yang menertibkan itu Satpol PP. Sedangkan, dari sisi pedagang kelihatannya sudah sangat mendesak, bahkan meminta dilakukan penertiban paksa tapi kami tidak bisa begitu," ucapnya.
Ia melanjutkan, penertiban ini harus dilakukan secara hati-hati dan sesuai aturan sebab hal ini menyangkut hajat hidup orang banyak dan baik pedagang di pasar resmi maupun pedagang liar adalah warga yang sama-sama perlu diayomi.
Pihaknya berupaya mencari solusi terbaik, di antaranya mengajak pedagang liar agar mau bergabung dengan pedagang lainnya di dalam pasar yang sudah tersedia dan apabila tidak tertampung maka pihaknya akan mencari dan memindahkan ke pasar lain.
Baca juga: Pemkab Kotim upayakan penyeberangan mobil Sampit-Seranau
Baca juga: Pembenahan Terminal Patih Rumbih Sampit dilakukan bertahap
Baca juga: Aktivis perempuan Kotim prihatin maraknya pergaulan bebas remaja