Umat Khonghucu Kotim gelar sembahyang Yue di tepi Sungai Mentaya

id umat khonghucu sampit, sembahyang yue, duan yang 2025, sampit, kotim, kotawaringin timur

Umat Khonghucu Kotim gelar sembahyang Yue di tepi Sungai Mentaya

Umat Khonghucu di Kotim gelar sembahyang Yue untuk memperingati Duan Yang 2025, Sabtu (31/5/2025). (ANTARA/HO.)

Sampit (ANTARA) - Umat Khonghucu di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah menggelar sembahyang Yue di tepi Sungai Mentaya menyambut Duan Yang, yakni merujuk pada festival dalam rangka menyambut musim panas dalam budaya Tionghoa.

“Ibadah Yue adalah ibadah musim panas yang dilaksanakan saat Duan Yang, yaitu ketika matahari berada pada titik tertinggi dan sinarnya paling ekstrem, antara pukul 11.00 sampai 13.00 WIB,” kata Pemuka Agama Khonghucu Kotim Wenshi Suhardi di Samuda, Sabtu.

Tepatnya kegiatan ibadah umat Khonghucu tersebut dilaksanakan di dermaga Sungai Mentaya di Kelurahan Samuda Kota, Kecamatan Mentaya Hilir Selatan.

Suhardi menjelaskan, sembahyang Yue ini biasanya dilaksanakan tepat pada tanggal 5 bulan 5 dalam penanggalan Kongzili yang tahun ini bertepatan dengan 31 Mei 2025 atau Duan Yang Go Gwee Ce Go 2576 Kongzili.

Ibadah ini merupakan salah satu dari empat sembahyang besar umat Khonghucu sebagai bentuk penghormatan terhadap pergantian musim, baik itu musim dingin, musim gugur, musim semi, dan musim panas.

“Makna dari sembahyang Yue dimaksudkan agar manusia senantiasa eling, bersyukur dan mematuhi segala perintah maupun larangan Tuhan, serta mampu membina diri secara terus-menerus agar hidup selaras sebagaimana diajarkan dalam agama Khonghucu,” jelasnya.


Baca juga: Dinkes Kotim kampanyekan hidup sehat bebas rokok

Suhardi melanjutkan, dalam rangkaian ibadah Duan Yang, umat Khonghucu juga menjalankan berbagai tradisi turun-temurun yang penuh makna. Salah satunya adalah mendirikan telur tepat pukul 12.00 siang.

Konon, pada waktu tersebut telur dapat berdiri tegak akibat gaya gravitasi yang dipengaruhi oleh posisi matahari yang ekstrem. Fenomena ini menjadi simbol keseimbangan alam dan harmoni semesta.

“Selain itu, ada tradisi lainnya yang dilakukan yaitu membuat bakcang, makanan tradisional masyarakat Tionghoa yang terbuat dari beras ketan yang diisi daging, telur, atau sayuran, lalu dibungkus daun bambu,” ujarnya.

Tradisi membuat bakcang berakar pada sejarah mengenang Qu Yuan, seorang menteri dan penyair patriotik dari Dinasti Chu yang sangat setia membela negaranya.

Ketika Qu Yuan dikhianati oleh pejabat yang korup dan dalam kondisi negara yang mengalami kekalahan perang Qu Yuan lebih memilih menceburkan diri ke Sungai Mi Luo daripada mengikuti jejak pejabat korup tersebut.

“Untuk menghormati Qu Yuan dan agar jasadnya tidak dimakan ikan atau hewan sungai, rakyat melemparkan kue bakcang ke sungai. Inilah asal muasal tradisi bakcang yang terus dilestarikan sampai sekarang,” terang Suhardi.

Nilai-nilai kesetiaan, pengorbanan dan cinta tanah air dari Qu Yuan inilah yang tertanam dalam hati umat Khonghucu dari masa ke masa dan menjadi bagian penting dari rangkaian ibadah dan peringatan Duan Yang.

Melalui peringatan ini, umat Khonghucu tidak hanya meneguhkan spiritualitas, tetapi juga menjaga warisan budaya dan sejarah yang sarat nilai moral.

"Sembahyang Yue menjadi momentum untuk memperkuat keharmonisan antara manusia, alam dan Sang Pencipta," demikian Suhardi.


Baca juga: Pemkab Kotim tegaskan beri kemudahan kepada pedagang yang patuh aturan

Baca juga: Pemkab Kotim ajak pedagang dadakan manfaatkan kios kosong di Pasar Keramat

Baca juga: Bertahun-tahun rusak, jalan lingkar selatan Sampit mulai diperbaiki


Pewarta :
Editor : Muhammad Arif Hidayat
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.