Bahasa Sampit terancam dilupakan generasi penerus

id Bahasa dayak,Bahasa sampit,Karang taruna,Karang taruna kotawaringin timur,Sampit,Pelestarian bahasa

Bahasa Sampit terancam dilupakan generasi penerus

Sekretaris Karang Taruna Kotawaringin Timur, Muhammad Indra. (Istimewa)

Sampit (Antaranews Kalteng) - Bahasa Sampit yang dulunya banyak digunakan masyarakat Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, terancam dilupakan karena makin jarang digunakan, terlebih oleh kalangan remaja sebagai generasi penerus.

"Remaja sekarang, khususnya yang memang orangtuanya suku Dayak dan berbahasa Sampit, sudah bergeser dan tidak lagi menuturkannya," kata Sekretaris Karang Taruna Kotawaringin Timur, Muhammad Indra di Sampit, Jumat.

Dia mengatakan, hanya sebagian saja warga yang masih menggunakan bahasa Sampit. "Apalagi kalangan pelajar, mereka lebih kenal dan paham bahasa Banjar sebagai bahasa ibu dan bahasa sehari-hari," katanya.

Menurut Indra, seperti beberapa daerah di Kalimantan Tengah, Sampit juga memiliki bahasa sendiri. Banyak warga menyebut bahasa Sampit merupakan sub bahasa Dayak yang sudah mengalami perpaduan dengan bahasa Banjar dari Kalimantan Selatan.

Ada diksi-diksi yang sama, namun ada pula yang berbeda.

Jika melihat geografis Sampit merupakan wilayah yang terbuka, yakni mudah diakses melalui jalur darat, sungai, laut dan udara, menurut Indra, tidak menutup kemungkinan bahasa Sampit merupakan perpaduan yang lahir karena kulturisasi, asimilasi serta migrasi.

Saat ini makin jarang masyarakat yang menggunakan bahasa Sampit. Bahasa sehari-hari yang banyak digunakan yaitu bahasa Banjar, Dayak, Jawa dan lainnya.

Penggunaan bahasa Sampit hanya banyak ditemukan permukiman pinggir Sungai Mentaya seperti Desa Tinduk dan kawasan Bangkirai dan Kelurahan Baamang Hulu Kecamatan Baamang, Desa Terantang Kecamatan Seranau, Kecamatan Kotabesi dan Desa Baampah Kecamatan Mentaya Hulu.

Penutur bahasa Sampit diperkirakan terus berkurang. Terlebih warga pendatang, banyak yang tidak memahami bahasa Sampit. Hal yang memprihatinkan, banyak generasi muda Sampit yang juga tidak memahami bahasa Sampit sehingga eksistensi bahasa Sampit pun kini terancam.

"Ada pula kawan yang mengaku paham ketika orangtuanya berbicara dengan bahasa Sampit, namun dia kesulitan menjawab atau bertutur balik dengan bahasa Sampit. Akhirnya, tidak jarang percakapan dengan bahasa Sampit dijawab dengan bahasa lain," kata Indra yang juga penyuka puisi.

Pria yang juga menjabat Kepala Bidang Anggaran pada Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kotawaringin Timur ini menyarankan, harus dibentuk dewan pakar kebahasaan bahasa Sampit. Selanjutnya, diagendakan pembuatan kamus besar bahasa Sampit dan digelar acara atau kegiatan penutur berbahasa Sampit.

"Di sekolah-sekolah, bahasa Sampit juga harus diperkenalkan secara periodik dengan metode yang menarik sehingga diminati," ucap Indra yang dalam kesehariannya sering mengajak orang berbicara menggunakan bahasa Sampit.

Ketua Karang Taruna Provinsi Kalimantan Tengah, Abdul Hafid mengaku sangat mendukung pelestarian bahasa daerah. Bahasa merupakan kekayaan budaya dan harus dilestarikan.

"Kalimantan Tengah memiliki cukup banyak ragam bahasa. Satu daerah dengan daerah lain bisa saja ada perbedaan, meski sama-sama suku Dayak. Keberagaman ini menjadi kekayaan budaya daerah dan bangsa. Karang Taruna mendukung upaya-upaya pelestarian bahasa Sampit dan daerah-daerah lainnya," kata Hafid.

Hafid mengajak warga Karang Taruna di Kalimantan Tengah, mendukung dan membantu upaya pelestarian bahasa di daerah masing-masing. Pelestarian bahasa harus melibatkan generasi muda karena mereka yang akan berperan besar untuk melestarikan bagasa nantinya.

Sementara itu, Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Muhammadiyah Sampit, melakukan upaya pelestarian bahasa Sampit melalui program yang mereka beri nama `Uluh Tabela Paduli Basa Itah` dengan tujuan upaya konservasi bahasa Dayak Sampit. Mereka membentuk barisan penutur muda di kawasan Bangkirai yang diharapkan menjadi pelopor kembali memasyarakatnya penggunaan bahasa Sampit.