BKD Kotim bantah kabar pemberhentian ratusan pegawai kontrak

id BKD Kotim bantah kabar pemberhentian ratusan pegawai kontrak,Rekrutmen pegawai,Badan kepegawaian daerah,Alang Arianto,Sampit

BKD Kotim bantah kabar pemberhentian ratusan pegawai kontrak

Kepala Badan Kepegawaian Kotim Alang Arianto menunjukkan peraturan bupari yang harus menjadi acuan dalam pengelolaan tenaga kontrak, Senin (17/9/2018). (Foto Antara Kalteng/Norjani)

Sampit (Antaranews Kalteng) - Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) Kalimantan Tengah, memberikan klarifikasi terkait polemik pemberhentian pegawai kontrak di sejumlah satuan organisasi perangkat daerah.

"Jumlahnya tidak sampai 400 orang seperti yang disebutkan DPRD. Hasil pendataan kami, jumlahnya hanya 55 orang. Ini data yang diserahkan SOPD (satuan organisasi perangkat daerah) kepada kami. Jadi kalau jumlahnya dikatakan ratusan orang, kami juga bingung itu data dari mana," kata Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kotawaringin Timur, Alang Arianto di Sampit, Senin.

Alang mengatakan, sesuai Peraturan Bupati Kotawaringin Timur Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tenaga Kontrak, bahwa perekrutan pegawai kontrak harus mendapat persetujuan bupati. Hal itu sudah berjalan baik selama ini dan tidak ada masalah.

Namun pada 2018 ini, ada sejumlah SOPD yang merekrut pegawai kontrak padahal belum mendapat persetujuan bupati. Hal itulah yang menjadi alasan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah tidak mau mencairkan anggaran untuk gaji 55 pegawai kontrak tersebut.

Kebijakan kemudian diambil pemerintah daerah untuk membayar gaji para pegawai kontrak tersebut hanya hingga Agustus 2018. Namun kebijakan itu diduga tidak disosialisasikan sehingga akhirnya menimbulkan polemik.

Alang mengatakan, SOPD sebenarnya sudah diwanti-wanti untuk berhati-hati dalam merekrut pegawai kontrak. Semua harus dilakukan sesuai aturan agar tidak menimbulkan masalah.

SOPD harus melakukan evaluasi melalui analisis jabatan (anjab) dan analisis beban kerja (ABK) agar usulan pegawai disampaikan kepada bupati sesuai kebutuhan. Perekrutan baru bisa dilakukan setelah usulan itu disetujui bupati.

Hasil anjab dan ABK akan menggambarkan secara jelas tentang bagaimana kondisi dan kebutuhan pegawai masing-masing SOPD.

Jika hasil anjab dan ABK menunjukkan kekurangan pegawai cukup banyak, Badan Kepegawaian Daerah justru mendukung jumlah pegawai kontrak yang akan direkrut itu ditambah sesuai kebutuhan dan kemampuan anggaran.

Menurut Alang, penertiban perekrutan pegawai kontrak itu juga menindaklanjuti masukan DPRD agar SOPD tidak semaunya merekrut pegawai kontrak. Maka dari itulah dibuat aturan bahwa syarat wajib perekrutan pegawai kontrak adalah harus mendapat persetujuan bupati.

"Kalau tidak bisa ditata, sulit bagi pemerintah daerah meningkatkan kesejahteraan pegawai kontrak pada 2019 nanti. Saat ini pegawai kontrak lulusan SMA dan sarjana, mendapat gaji dengan nilai yang sama. Ini mungkin dirasa tidak adil. Makanya ini harus ditata, termasuk dalam hal perekrutannya," ujar Alang.

Menyikapi polemik pemberhentian 55 pegawai kontrak di sejumlah SOPD itu, Alang menyarankan SOPD kembali melakukan anjab dan ABK. Hasilnya kemudian disampaikan untuk perekrutan pegawai kontrak sesuai kebutuhan kepada bupati untuk mendapat persetujuan.

Anjab dan ABK juga sangat penting untuk efisiensi dan efektivitas, yakni pegawai kontrak yang direkrut sesuai kebutuhan. Jangan sampai merekrut pegawai kontrak karena ada pertimbangan lain padahal tidak sesuai kemampuan dan latar pendidikan yang dimiliki.