Angka kelangsungan hidup bayi dan usia harapan hidup di Kalteng terus meningkat

id Pemprov kalteng, kalimantan tengah, kalteng berkah, palangka raya, gizi buruk, angka usia harapan hidup, angka kelangsungan hidup bayi, pembangunan ke

Angka kelangsungan hidup bayi dan usia harapan hidup di Kalteng terus meningkat

FOTO DOKUMENTASI - Gubernur Kalteng Sugianto Sabran menggendong balita yang dirawat di RSUD dr Doris Sylvanus. (ANTARA/Muhammad Arif Hidayat)

Palangka Raya (ANTARA) - Gambaran target dan capaian pembangunan kesehatan di Provinsi Kalimantan Tengah sejak 2016 hingga saat ini pada masa Kalteng Berkah, bisa dilihat dari sejumlah indikator penentu.

"Beberapa indikator tersebut diantaranya angka kelangsungan hidup bayi, usia harapan hidup serta persentase balita gizi buruk," kata Kepala Dinas Kesehatan Kalteng, Suyuti Syamsul di Palangka Raya, Kamis.

Dimulai dari angka kelangsungan hidup bayi, angka ini merupakan peluang bayi hidup sampai dengan usia satu tahun. Angka kelangsungan hidup bayi = (1-angka kematian bayi).

Angka kematian bayi dihitung dengan jumlah kematian bayi usia dibawah satu tahun dalam kurun waktu setahun per 1.000 kelahiran hidup pada tahun yang sama. Angka kelangsungan hidup bayi di Kalimantan Tengah pada 2015 sebagai awal penyusunan RPJMD adalah 911,25 hari.

Target yang ditetapkan pada 2016 sebesar 911,25 hari dengan capaian sebesar 925 hari lebih besar, bila dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan.

Pada 2017 target yang ditetapkan sebesar 929 hari dengan capaian sebesar 994 hari, jauh diatas target yang telah ditetapkan. Kemudian capaian pada 2018 sebesar 994 hari dan 2019 sebesar 996 hari.

Peningkatan angka kelangsungan hidup bayi di Kalimantan Tengah tidak bisa dilepas dari upaya perbaikan berbagai variabel yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup anak.

Variabel yang dianggap eksogenous atau sosial ekonomi, seperti budaya, sosial, ekonomi, masyarakat dan faktor regional, hingga variabel endogenous atau faktor biomedical, seperti pola pemberian ASI, kebersihan, sanitasi dan nutrisi.

Selanjutnya angka usia harapan hidup (UHH) merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk menilai derajat kesehatan penduduk.

Menurut Statistics Indonesia, angka harapan hidup pada saat lahir ialah rata-rata tahun hidup yang akan dijalani oleh bayi yang baru lahir pada suatu tahun tertentu.

"UHH di suatu wilayah, berbeda dengan wilayah lainnya tergantung dari kualitas hidup yang mampu dicapai oleh penduduk," paparnya.

UHH yang dicapai pada 2016 yakni 69,57 tahun, kemudian 2017 sebesar 69,59 tahun, 2018 sebesar 69,64 tahun dan tahun 2019 sebesar 69,69 tahun.

Dari capain itu, diketahui ada peningkatan usia harapan hidup di Kalimantan Tengah. Ada beberapa faktor yang memengaruhi usia harapan hidup, antara lain angka melek hurup, rata-rata lama sekolah, angka pengeluaran per kapita dan derajat kesehatan masyarakat.

"Peningkatan usia harapan hidup di Kalimantan Tengah merupakan tantangan dihadapi dengan melibatkan berbagai sektor seperti pendidikan, kesehatan dan sektor lain terkait peningkatan ekonomi masyarakat," tegasnya.

Lebih lanjut Suyuti memaparkan, tentang persentase balita gizi buruk, yakni persentase balita dalam kondisi gizi buruk terhadap jumlah balita. Keadaan tubuh anak atau bayi dilihat dari berat badan menurut umur.

Klasifikasi status gizi dibuat berdasarkan standar WHO/NCHS. Tolak ukur capaian sasaran terwujudnya peningkatan perbaikan gizi masyarakat diukur dengan indikator prevalensi balita gizi buruk.

Adapun prevalensi balita gizi buruk 2015 sebagai target awal RPJMD sebesar 19,6 persen. Target yang ditetapkan pada 2016 sebesar 17,1 persen dengan capaian yang sangat signifikan yaitu 5,6 persen, hingga pada 2019 prevalensi balita gizi buruk berhasil ditekan signifikan menjadi 1,4 persen.

Capaian ini menunjukkan cukup berhasilnya program dan kegiatan gizi dalam menurunkan jumlah balita gizi buruk yang dilaksanakan pemerintah provinsi hingga saat ini.

Penanganan gizi buruk di pelayanan kesehatan dasar maupun rujukan sudah cukup optimal, pemberian PMT pemulihan yang sudah sesuai target dan peran tenaga gizi yang baik dalam penanganan gizi buruk, serta meningkatnya program ASI ekslusif dengan menambah tenaga konselor dan motivator ASI di setiap desa.