Sampit (ANTARA) - Pembelajaran sekolah sistem tatap muka di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, sempat dibuka pekan lalu, namun kini sebagian sekolah memilih menghentikannya dan kembali ke sistem belajar jarak jauh melalui daring, seiring meluasnya penularan COVID-19.
"Sebagian kembali ke pembelajaran jarak jauh dan sebagian ada yang tetap memberlakukan tatap muka yakni sekolah yang berada di daerah putih," kata Kepala Bidang Pembinaan SMP Dinas Pendidikan Kotawaringin Timur Muhammad Irfansyah di Sampit, Senin.
Irfansyah mengatakan, hingga Senin pagi ada sebagian sekolah yang melaporkan bahwa sekolah mereka menghentikan pembelajaran tatap muka dan kembali ke sistem pembelajaran jarak jauh atau PJJ.
Sekolah-sekolah tersebut yaitu SMPN 1 Sampit, SMPN 2 Sampit, SMPN 3 Sampit, SMPN 4 Sampit, SMPN 5 Sampit, SMPN 6 Sampit, SMP PGRI 1 Sampit dan SMPN 5 Kota Besi.
Dinas Pendidikan memberikan kewenangan kepada pihak sekolah memutuskan untuk melaksanakan sistem pembelajaran di sekolah masing-masing. Keputusan dibuat dengan melihat perkembangan kondisi di daerah masing-masing.
Pihak sekolah wajib berkoordinasi dengan Satuan Tugas Penanganan COVID-19, kemudian melakukan rapat dewan guru dan komite sekolah. Setelah itu baru kepala sekolah mengambil keputusan sesuai kewenangannya.
"Inti dan penegasannya adalah bahwa kesehatan harus menjadi prioritas. Penularan COVID-19 harus dicegah," kata Irfansyah.
Sementara itu, SMPN 1 Sampit adalah salah satu sekolah yang menghentikan sistem pembelajaran tetap muka yang baru dibuka beberapa hari pekan lalu. Sekolah ini kembali memberlakukan sekolah sistem daring.
"Berdasarkan surat keputusan empat menteri bahwa zona merah itu tidak wajib tatap muka dan kami juga ada rasa khawatir karena di Kotawaringin Timur, khususnya Sampit pada saat ini semakin bertambah (penularan COVID-19) dan termasuk dalam zona merah," kata Kepala SMPN 1 Sampit, Maspa Puluhulawa di Sampit.
Baca juga: APBD Kotim 2021 masih menanggung beban proyek tahun jamak
Pekan lalu SMPN 1 Sampit memberlakukan pembelajaran tatap muka setelah 60 persen orangtua murid membuat surat pernyataan mengizinkan anak mereka mengikuti pembelajaran tatap muka di sekolah. Seiring berjalannya waktu, semakin banyak orangtua yang mengizinkan anaknya mengikuti pembelajaran sistem tatap muka.
Namun kondisi itu ternyata justru menimbulkan kekhawatiran bagi pihak sekolah lagi. Mereka khawatir dengan jumlah murid sekitar 1000 orang ditambah 47 guru, akan menimbulkan kerumunan sehingga sangat rawan munculnya COVID-19.
Selain itu, belum lama ini ada guru setempat menghadiri kerabatnya yang meninggal karena COVID-19. Ada pula guru yang sakit akibat asma yang dideritanya. Berbagai pertimbangan itulah yang akhirnya membuat pihak sekolah memutuskan mengembalikan pembelajaran ke sistem daring atau online.
"Siswa dan gurunya sebenarnya sama-sama sangat antusias untuk belajar tapi keadaan yang tidak bisa membuat kita bertahan karena siapa yang disalahkan kalau ada yang terjadi. Jadi sebelum ada kejadian, kita sudah antisipasi," demikian Maspa.
Baca juga: Legislator Kotim sebut penghentian sekolah tatap muka cegah penularan COVID-19
Baca juga: Penularan COVID-19 di kalangan pejabat Kotim meluas