Palangka Raya (ANTARA) - Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Provinsi Kalimantan Tengah menegaskan, saat ini sedang dilakukan persiapan panen raya di kawasan pengembangan food estate, khususnya kawasan Center of Excellent Pulang Pisau.
"Kami saat ini sedang menyiapkan panen raya yang direncanakan pada minggu pertama Februari, sekitar 200-250 hektare," kata Kepala BPTP Kalteng Dr Syamsuddin melalui Koordinator Teknis Kawasan Food Estate Dr Susilawati di Palangka Raya, Jumat.
Terkait rencana panen raya tersebut, pihaknya pun sudah melihat kondisi lahan dan pertanaman, sehingga memang benar-benar siap dilakukan dalam waktu dekat.
Lebih lanjut dijelaskannya, produktivitas dari hasil-hasil yang digali di lapangan sangat beragam, namun pada prinsipnya didapatkan produksi 4-6 ton per hektare.
Beberapa produktivitas yang cukup bagus seperti menggunakan varietas Inpari 42 dan beberapa lainnya. Semua itu berdasarkan pengakuan riil para petani yang telah melakukan panen maupun penampilan tanaman di lapagan.
Seperti hasil pertanaman padi milik pak Taufik, dilaporkan memperoleh hasil 5,6 ton per hektar, jika mengacu keluasan lahan maka angka tersebut untuk luasan hanya sekitar angka panen sesungguhnya mencapai 6,4 t/ha, karena poligon lahan yang disebut petani dua ha per persil sesungguhnya hanya sekitar 1,75 ha.
"Terkait jadwal yang dimajukan lebih awal sekitar 2-4 minggu, hal itu karena sesuai kalender tanam curah hujan cukup untuk tanam," tambahnya.
Karena terjadi kemarau basah, sehingga ini dimanfaatkan untuk mempercepat waktu tanam, mengingat tanaman padi sangat perlu air yang cukup untuk pertumbuhan.
Selain itu karena adanya isu kerawanan pangan akibat pandemi COVID-19, sehingga secara nasional hingga tingkat bawah adalah bagaimana dilakukannya upaya percepatan gerakan tanam.
Sementara itu terkait kendala, pihaknya menjelaskan dari awal pengawalan pertanian ini cukup ketat, namun faktor iklim khususnya angin di Pulang Pisau jauh lebih kencang dibanding wilayah lainnya, sehingga dapat mengakibatkan tanaman roboh.
"Namun kembali kami sampaikan kenapa roboh, ini juga turut dipengaruhi faktor kebiasaan petani, mereka tidak melakukan tanam pindah. Kami merekomendasikan tanam pindah, namun kebiasaan petani adalah tanam tabur atau dilarik," ungkapnya.
Tanam tabur atau larikan ini, secara perakaran tidak sekokoh jika dibandingkan tanam pindah. Nyatanya hal ini juga sudah disampaikan salah satu ketua kelompok tani di lapangan dan mengakui tanaman dengan tanam pindah memang lebih bertahan.
"Selanjutnya saat tanaman roboh sebagian petani umumnya memanen dengan kondisi seadanya, atau tanaman dalam kondisi hijau, dan belum matang maksimal atau matang fungsional, berada 85-95 persen. Sehingga hasil dari gabah tidak akan maksimal karena berada pada posisi hampa atau ringan saat dikeringkan, dan secara langsung akan menurunkan nilai timbang atau produktivitasnya," terangnya.
Kemudian beberapa hamparan, ia menjabarkan, nilai positif dari pelaksanaan ini selain target produksi sudah dapat diperoleh, juga adalah kemampuan di kawasan ini menghasilkan benih, dengan varietas-varietas yang akan disertifikasi dan nantinya disebarluaskan pengembangan kawasan berikutnya.