Begini perjuangan tim BKSDA evakuasi induk dan anak orangutan di Kotim
Sampit (ANTARA) - Penyelamatan dan evakuasi induk dan anak orangutan di sebuah kebun karet di tepi Sungai Sapihan Kelurahan Basir Kecamatan Mentaya Hilir Selatan Kabupaten Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah, berlangsung cukup lama dan membuat tim harus berjuang keras.
"Sekitar 2,5 jam baru bisa dievakuasi. Posisi orangutannya di atas pohon sehingga tim harus memanjat. Penembakan obat bius juga harus dilakukan secara hati-hati agar tidak kena anaknya," kata Komandan Jaga Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Tengah Pos Sampit, Muriansyah di Sampit, Minggu malam.
Induk jantan orangutan itu berusia sekitar 25 tahun dengan berat 40,9 kilogram, sedangkan anak satwa langka itu berusia sekitar 3 tahun dengan berat 5 kilogram.
Penyelamatan ini berawal dari laporan masyarakat tentang adanya sekelompok orangutan di kebun karet. Saat itu warga melihat ada enam ekor satwa dengan nama latin 'pongo pygmaeus' tersebut.
Ini laporan kedua karena pada 2020 lalu juga sempat ada laporan serupa di lokasi yang sama bahwa ada terlihat tiga ekor orangutan. Namun saat itu saat tim datang ke lokasi, orangutan sudah tidak ada lagi.
Kali ini tim yang turun ke lapangan menemukan keberadaan orangutan dan langsung dilaporkan kepada tim "rescue" di kantor SKW II BKSDA di Pangkalan Bun. Tim BKSDA bersama tim OFI kemudian tiba di lokasi pada Minggu siang, setelah menempuh perjalanan sekitar empat jam dari Pangkalan Bun Kabupaten Kotawaringin Barat.
Penyelamatan dilakukan dengan menembakkan obat bius ke tubuh induk jantan tersebut. Namun ternyata kali ini perlu perjuangan keras karena induk dan anak orangutan berada di atas pohon sehingga sedikit menyulitkan petugas.
Setelah beberapa kali menembakkan obat bius, akhirnya mengenai tubuh induk orangutan. Petugas harus memanjat pohon untuk menurunkan tubuh induk orangutan yang tersangkut di dahan pohon.
Petugas juga kembali harus berjuang untuk menangkap anak orangutan yang saat itu berpindah-pindah dari dahan ke dahan untuk menghindari petugas. Namun upaya itu akhirnya membuahkan hasil dan anak orangutan juga berhasil ditangkap.
Baca juga: Seorang polisi jadi korban kelotok karam di Sungai Mentaya
Petugas sempat kembali menyisir kawasan itu karena laporan warga menyebutkan ada enam individu orangutan yang sempat terlihat. Namun saat itu petugas tidak ada menemukan orangutan lainnya lagi.
Induk dan anak orangutan itu kemudian dievakuasi dan tiba di Sampit pada malam hari. Petugas kemudian melanjutkan perjalanan membawa kedua satwa langka itu ke Pangkalan Bun.
"Nanti diobservasi dulu. Kalau dinyatakan sudah siap, maka induk dan anak orangutan itu akan dilepasliarkan di habitat aslinya di hutan yang masih alami dan aman buat mereka," jelas Muriansyah.
Muriansyah mengapresiasi kepedulian masyarakat untuk melaporkan kemunculan orangutan sehingga BKSDA bisa segera mengevakuasinya dengan cara yang benar dan aman.
Masyarakat diingatkan untuk tidak memelihara, memperjualbelikan, apalagi membunuh orangutan dan satwa dilindungi lainnya karena akan mendapat sanksi berat sesuai aturan hukum.
Orangutan yang dipelihara manusia akan rawan mati karena habitat satwa langka itu ada di hutan. Selain itu, orangutan berisiko menularkan berbagai penyakit berbahaya kepada manusia.
Baca juga: Pemkab Kotim optimistis sektor UMKM kembali bangkit
"Sekitar 2,5 jam baru bisa dievakuasi. Posisi orangutannya di atas pohon sehingga tim harus memanjat. Penembakan obat bius juga harus dilakukan secara hati-hati agar tidak kena anaknya," kata Komandan Jaga Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Tengah Pos Sampit, Muriansyah di Sampit, Minggu malam.
Induk jantan orangutan itu berusia sekitar 25 tahun dengan berat 40,9 kilogram, sedangkan anak satwa langka itu berusia sekitar 3 tahun dengan berat 5 kilogram.
Penyelamatan ini berawal dari laporan masyarakat tentang adanya sekelompok orangutan di kebun karet. Saat itu warga melihat ada enam ekor satwa dengan nama latin 'pongo pygmaeus' tersebut.
Ini laporan kedua karena pada 2020 lalu juga sempat ada laporan serupa di lokasi yang sama bahwa ada terlihat tiga ekor orangutan. Namun saat itu saat tim datang ke lokasi, orangutan sudah tidak ada lagi.
Kali ini tim yang turun ke lapangan menemukan keberadaan orangutan dan langsung dilaporkan kepada tim "rescue" di kantor SKW II BKSDA di Pangkalan Bun. Tim BKSDA bersama tim OFI kemudian tiba di lokasi pada Minggu siang, setelah menempuh perjalanan sekitar empat jam dari Pangkalan Bun Kabupaten Kotawaringin Barat.
Penyelamatan dilakukan dengan menembakkan obat bius ke tubuh induk jantan tersebut. Namun ternyata kali ini perlu perjuangan keras karena induk dan anak orangutan berada di atas pohon sehingga sedikit menyulitkan petugas.
Setelah beberapa kali menembakkan obat bius, akhirnya mengenai tubuh induk orangutan. Petugas harus memanjat pohon untuk menurunkan tubuh induk orangutan yang tersangkut di dahan pohon.
Petugas juga kembali harus berjuang untuk menangkap anak orangutan yang saat itu berpindah-pindah dari dahan ke dahan untuk menghindari petugas. Namun upaya itu akhirnya membuahkan hasil dan anak orangutan juga berhasil ditangkap.
Baca juga: Seorang polisi jadi korban kelotok karam di Sungai Mentaya
Petugas sempat kembali menyisir kawasan itu karena laporan warga menyebutkan ada enam individu orangutan yang sempat terlihat. Namun saat itu petugas tidak ada menemukan orangutan lainnya lagi.
Induk dan anak orangutan itu kemudian dievakuasi dan tiba di Sampit pada malam hari. Petugas kemudian melanjutkan perjalanan membawa kedua satwa langka itu ke Pangkalan Bun.
"Nanti diobservasi dulu. Kalau dinyatakan sudah siap, maka induk dan anak orangutan itu akan dilepasliarkan di habitat aslinya di hutan yang masih alami dan aman buat mereka," jelas Muriansyah.
Muriansyah mengapresiasi kepedulian masyarakat untuk melaporkan kemunculan orangutan sehingga BKSDA bisa segera mengevakuasinya dengan cara yang benar dan aman.
Masyarakat diingatkan untuk tidak memelihara, memperjualbelikan, apalagi membunuh orangutan dan satwa dilindungi lainnya karena akan mendapat sanksi berat sesuai aturan hukum.
Orangutan yang dipelihara manusia akan rawan mati karena habitat satwa langka itu ada di hutan. Selain itu, orangutan berisiko menularkan berbagai penyakit berbahaya kepada manusia.
Baca juga: Pemkab Kotim optimistis sektor UMKM kembali bangkit