Sampit (ANTARA) - Tulisan ini adalah catatan sejarah hidup bagi penulis selama mendampingi Bapak Supian Hadi atau akrab disapa SHD, Bupati Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah periode 2010-2015 dan 2016-2021.
Dalam tulisan ini penulis bercerita saat mendampingi beliau selama kami perjalanan menuju semua desa di Kabupaten kotawaringin Timur dengan menggunakan kendaraan jenis trail.
Selain misi SHD untuk menembus semua akses jalan ke desa-desa namun bagi penulis, ada sebuah catatan yang sangat berkesan, bahkan menjadi sebuah pengalaman hidup yang akan menjadi sejarah dalam hidup penulis
Di saat sebagian orang beranggapan bahwa kegiatan itu hanya hura-hura, tapi bagi penulis, pandangan itu adalah anggapan yang salah. Kenapa penulis katakan salah karena pada saat kami naik trail, ada filosofi hidup yang tersirat di situ.
Mengendarai trail tidak seperti kita mengendarai sepeda motor lain karena jalur-jalan yang kami lalui saat menggeber trail tidaklah mulus. Kadang ada tanjakan, turunan, jalan berlumpur, berbatu, menyeberang sungai, bahkan menerjang banjir.
Sering kita terjatuh dan sepeda motor mendadak mati sehingga rombongan harus saling membantu menyelesaikan masalah ini agar semua bisa melanjutkan perjalanan.
Menjajal trail ibarat kita menjalani hidup dan kehidupan. Tidak selamanya jalan yang kita lalui itu akan selalu mulus, namun banyak tantangan dan rintangan yang kita dapat. Ketika kita jatuh kita bersusah payah untuk bangkit kembali dan melanjutkan perjalanan itu.
Saat kita jatuh siapa yang akan membantu kita? Tak lain adalah teman yang setia bersama kita di saat suka dan duka.
Baca juga: Legislator Kotim soroti antrean panjang kendaraan di SPBU bahayakan pengguna jalan
Saat jatuh dari motor banyak teman yang hanya lewat dan menertawakan kita, bahkan tancap gas dengan maksud supaya cepat sampai ke finish atau tujuan yang akan dicapai. Ini menggambarkan jiwa dari kawan-kawan kita di jalur, ada yang langsung menolong dan ada juga yang langsung tancap gas.
Hal paling berkesan pada saat kami menuju Desa Kenyala Kecamatan Telawang, kami tersesat di jalan perkebunan kelapa sawit untuk menuju jalan aspal. Tujuan kami adalah keluar ke simpang Desa Runting Tada, namun karena tersesat, kami keluar melalui simpang Desa Sebabi.
Saat sampai di jalan aspal tersebut yang tersisa hanya kami berdua, penulis dan SHD. Saat itu lampu motor trail mati, sehingga penulis harus mengendarai trail dalam kondisi tanpa penerangan.
Apa yang dilakukan SHD saat itu? Beliau mengajak penulis untuk tetap melanjutkan perjalanan. Kami pun melanjutkan perjalanan dari simpang Sebabi menuju Sampit. Selama perjalanan itu, penulis dikawal SHD dengan lampu yang ada di sepeda motornya.
SHD memberikan penerangan kepada penulis selama perjalanan tersebut. Penulis berkendara berada di sebelah belakang kiri beliau dan beliau di depan sebelah kanan penulis. Sesekali beliau menoleh ke belakang untuk memastikan bahwa penulis masih aman.
Penulis tidak dapat membayangkan pada saat itu kalau beliau meninggalkan penulis dengan kondisi sepeda motor tanpa lampu dengan perjalanan aspal kurang lebih 90 kilometer, di tengah berpapasan mobil dan truk yang besar-besar, mungkin penulis akan mengalami hal-hal yang tidak diinginkan terhadap jiwa penulis. Tapi kenyataannya, beliau tetap mengawal penulis sampai ke Sampit dengan kondisi sepeda motor penulis tanpa lampu.
Satu cerita lagi yang juga sangat berkesan saat kami menuju Desa Rantau Sawang. Saat itu hari sudah menunjukkan pukul 12.30 WIB dan pada saat itu hari Jum’at. Rombongan kami saat itu yang tersisa hanya sekitar delapan orang dengan kondisi fisik sudah menurun dan perut sangat lapar, sedangkan warung tidak ada sementara kami masih berada di jalur logging yang jauh dari perkampungan dan camp perusahaan.
Baca juga: Supian Hadi yakin Harati mampu membawa Kotim lebih maju
Saat itu, penulis sudah nyaris menyerah dan berniat menyudahi perjalanan itu. Tapi ketika itu pula SHD kembali memberi semangat dan mengingatkan tujuan awal kami adalah Desa Rantau Sawang.
"Jangan menyerah,”. Begitu ucap SHD yang hingga kini masih teringat di benak penulis dan menjadi penyemangat penulis. Akhirnya kami sampai di salah satu camp logging. Di situ kami menumpang shalat Zuhur di sebuah mushala yang tidak terlalu besar.
Setelah itu kami diberi makan seadanya dan secukupnya karena kondisi dadakan. Saat itu yang ada hanya nasi, ikan dan sayur yang masing-masing porsinya hanya satu mangkuk ukuran sedang. SHD membagi makanan tersebut agar cukup untuk kami delapan orang ini bisa makan, walau sekadar buat menambah tenaga dan porsinya sedikit sama sedikit.
SHD memang sangat hobi bertualang menggunakan trail. Ini dilakukannya untuk menyambangi pelosok desa karena masih ada beberapa desa yang belum bisa diakses jalan darat.
Berkunjung menggunakan trail itu bukan hura-hura atau hobi yang berlebihan. Banyak orang yang tidak mengetahui bahwa saat berpetualang menggunakan trail itulah SHD memetakan wilayah, bahkan merintis jalan baru sebagai cikal bakal pembukaan jalan untuk membuka keterisolasian desa-desa di kawasan pelosok tersebut.
Itu dibuktikannya dengan membuka jalan-jalan desa dengan menggandeng 32 perusahaan besar yang beroperasi daerah ini karena dana daerah terbatas untuk melakukan itu, apalagi di tengah "refocusing" anggaran untuk penanganan pandemi COVID-19 ini.
Desa Tumbang Gagu Kecamatan Antang Kalang, adalah salah satu desa di ujung kabupaten ini yang sebelumnya terisolasi, kini sudah bisa dijangkau, bahkan menggunakan mobil. Ini diyakini akan membawa dampak positif terhadap perekonomian masyarakat di sana nantinya.
Baca juga: Basarnas berkomitmen tingkatkan respons cepat kondisi kedaruratan di Kalteng
Saat memberikan sambutan di acara pisah sambut Bupati Kotawaringin Timur di rumah jabatan bupati pada Sabtu (27/2) malam, Supian Hadi mengungkapkan dan menceritakan perjalanan kami tersebut. Saat itu SHD mencari dan menanyakan keberadaan penulis, padahal penulis masih berada di lokasi acara tersebut dan mendengar serta menyimak sambutan beliau.
Jujur penulis langsung berjalan ke belakang tepatnya ke bawah rumah betang yang ada di lokasi rumah jabatan. Penulis berfirasat kalau penulis naik ke panggung menyahut panggilan SHD saat itu, mungkin akan terjadi hal yang tidak seharusnya dilakukan oleh jiwa seorang rider yaitu terharu dan menangis di depan umum. Makanya saat itu penulis langsung keluar dari aula rumah jabatan.
Bukannya sedih karena masa jabatan SHD berakhir, karena beliau tidak menjadi seorang bupati pun, persahabatan kami akan terus terjalin dengan baik. Tapi pengalaman yang kami lalui selama menjajal trail itu yang membuat penulis tidak sanggup menahan air mata menetes di pipi.
Dari perjalanan ini dapat diambil hikmahnya yaitu bahwa perjalanan kami naik trail ke semua desa adalah merupakan filosofi perjalanan hidup. Tidak semua jalan harus mulus dan lancar. Banyak tantangan yang dilalui. Di saat jatuh, kita harus berjuang berdiri dan jalan kembali.
Dalam perjalanan memacu trail juga menggambarkan sifat manusia dalam berteman. Pelajaran penting lainnya adalah jangan pernah menyerah kalau ingin mencapai tujuan.
Teringat saat berada di Desa Pahirangan, Supian Hadi yang mempunyai sebutan khas yaitu SHD’27, bertanya kepada penulis tentang apa yang akan dilakukannya setelah berakhir masa jabatan sebagai Bupati. Dan, penulis menjawab dengan tegas agar SHD harus tetap menjadi orang baik.
Itulah catatan yang paling penting dan berkesan dalam hidup penulis saat bersama SHD menjelajah semua desa yang ada di Kotawaringin Timur. Terlepas dari anggapan sebagian orang bahwa bahwa perjalanan kami ada misi tertentu, namun bagi penulis ada sebuah pelajaran yang didapat dan menjadi sejarah dalam hidup ini.
*) Penulis adalah pehobi trail adventure di Sampit dan Kepala Bagian Umum Sekretariat Daerah Kotawaringin Timur