Pemkab Kotim jelaskan penyebab besarnya sisa anggaran 2021
Sampit (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, menjawab pertanyaan DPRD setempat terkait jumlah sisa lebih pembiayaan anggaran (Silpa) 2021 yang dinilai cukup besar yakni Rp199.690.794.268.
"Silpa dengan jumlah tersebut adalah merupakan sisa dari kegiatan dan belanja yang dilaksanakan serta belanja-belanja yang belum dibayarkan sampai akhir tahun," ujar Wakil Bupati Irawati di Sampit, Selasa.
Penjelasan itu disampaikannya secara resmi dalam rapat paripurna di DPRD. Rapat dengan agenda jawaban bupati terhadap pandangan umum masing-masing fraksi yang ada di DPRD setempat, salah satunya yang mempertanyakan besarnya Silpa 2021.
Dari tujuh fraksi di DPRD Kotawaringin Timur, sebagian besar fraksi menyoroti besarnya angka Silpa. Fraksi-fraksi yang mempertanyakan itu yaitu dari Fraksi Golkar, Fraksi Nasdem, Fraksi PAN dan PDI Perjuangan.
Sebelumnya, masalah ini disampaikan Bupati Halikinnor dalam pidato pengantar laporan pertanggungjawaban anggaran 2021 dalam rapat paripurna di DPRD setempat, Senin (20/6).
Untuk itulah pemerintah kabupaten merasa perlu menjawab pertanyaan itu agar tidak menimbulkan kesalahpahaman. Penjelasan pun disampaikan secara resmi dalam rapat paripurna hari ini.
"Nilai Silpa itu sebagian besar adalah sisa kegiatan DAK fisik, DAK nonfisik, DBH dana reboisasi serta saldo dana BLUD, dana BOS dan JKN yang mencapai Rp105.870.352.089," jelas Irawati.
Baca juga: Kembali dipercaya pimpin Kadin Kotim, Susilo kedepankan kebersamaan
Dia menambahkan, secara umum total realisasi pendapatan pada 2021 lebih besar dari realisasi penerimaan 2020. Ada kenaikan sebesar Rp261.679.884.403. namun demikian ada pendapatan asli daerah berupa BPHTB yang mengalami penurunan jika dibandingkan dengan anggarannya.
Kondisi pendapatan daerah dari bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) mengalami penurunan yang sangat signifikan karena potensi terbesar BPHTB ada dalam proses pengurusan hak guna usaha (HGU) perusahaan perkebunan kelapa sawit, tetapi untuk pengurusan HGU kewenangan ada di pemerintah pusat yang tidak bisa diintervensi oleh pemerintah daerah, sehingga realisasi dari BPHTB sangat tergantung pada perusahaan dan pemerintah pusat.
Bagi pemerintah daerah, kata dia, penurunan ini menjadi kajian Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) untuk lebih memperhatikan potensi riil pendapatan yang akan diterima di kas daerah.
Perlu pula prinsip kehati-hatian dalam menganggarkan nilai pendapatan bagi pendapatan yang tingkat ketidakpastiannya tinggi sehingga alokasi penganggaran belanjanya dan realisasinya akan lebih mendekati riil.
Irawati menambahkan, untuk belanja daerah jika dibandingkan pada 2020 mengalami peningkatan sebesar Rp122.184.258.937, tetapi jika dibandingkan dengan penganggarannya hanya mencapai realisasi 90,36 persen.
Selama 2021 ada beberapa program kegiatan yang sudah dilaksanakan tetapi sampai 31 desember 2021 belum dibayarkan. Selain itu pembayaran dari kementerian yang informasi atau pencairannya di akhir periode dan terlambat dilakukan penyesuaian di perubahan APBD.
"Hal ini mengakibatkan tidak terserapnya penganggaran tersebut. Ini berdampak terhadap peningkatan Silpa dan pengakuan kewajiban atau hutang pemda kepada pihak ketiga yang telah disajikan dalam laporan keuangan (audited) tahun anggaran 2021 sebesar Rp149.814.023.135," demikian Irawati.
Baca juga: Bupati apresiasi Kadin Kotim bantu perekonomian daerah
Baca juga: BNN prioritaskan pembentukan BNNK Kotim
Baca juga: Pengurangan tenaga kontrak Pemkab Kotim ditargetkan sampai 700 orang
"Silpa dengan jumlah tersebut adalah merupakan sisa dari kegiatan dan belanja yang dilaksanakan serta belanja-belanja yang belum dibayarkan sampai akhir tahun," ujar Wakil Bupati Irawati di Sampit, Selasa.
Penjelasan itu disampaikannya secara resmi dalam rapat paripurna di DPRD. Rapat dengan agenda jawaban bupati terhadap pandangan umum masing-masing fraksi yang ada di DPRD setempat, salah satunya yang mempertanyakan besarnya Silpa 2021.
Dari tujuh fraksi di DPRD Kotawaringin Timur, sebagian besar fraksi menyoroti besarnya angka Silpa. Fraksi-fraksi yang mempertanyakan itu yaitu dari Fraksi Golkar, Fraksi Nasdem, Fraksi PAN dan PDI Perjuangan.
Sebelumnya, masalah ini disampaikan Bupati Halikinnor dalam pidato pengantar laporan pertanggungjawaban anggaran 2021 dalam rapat paripurna di DPRD setempat, Senin (20/6).
Untuk itulah pemerintah kabupaten merasa perlu menjawab pertanyaan itu agar tidak menimbulkan kesalahpahaman. Penjelasan pun disampaikan secara resmi dalam rapat paripurna hari ini.
"Nilai Silpa itu sebagian besar adalah sisa kegiatan DAK fisik, DAK nonfisik, DBH dana reboisasi serta saldo dana BLUD, dana BOS dan JKN yang mencapai Rp105.870.352.089," jelas Irawati.
Baca juga: Kembali dipercaya pimpin Kadin Kotim, Susilo kedepankan kebersamaan
Dia menambahkan, secara umum total realisasi pendapatan pada 2021 lebih besar dari realisasi penerimaan 2020. Ada kenaikan sebesar Rp261.679.884.403. namun demikian ada pendapatan asli daerah berupa BPHTB yang mengalami penurunan jika dibandingkan dengan anggarannya.
Kondisi pendapatan daerah dari bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) mengalami penurunan yang sangat signifikan karena potensi terbesar BPHTB ada dalam proses pengurusan hak guna usaha (HGU) perusahaan perkebunan kelapa sawit, tetapi untuk pengurusan HGU kewenangan ada di pemerintah pusat yang tidak bisa diintervensi oleh pemerintah daerah, sehingga realisasi dari BPHTB sangat tergantung pada perusahaan dan pemerintah pusat.
Bagi pemerintah daerah, kata dia, penurunan ini menjadi kajian Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) untuk lebih memperhatikan potensi riil pendapatan yang akan diterima di kas daerah.
Perlu pula prinsip kehati-hatian dalam menganggarkan nilai pendapatan bagi pendapatan yang tingkat ketidakpastiannya tinggi sehingga alokasi penganggaran belanjanya dan realisasinya akan lebih mendekati riil.
Irawati menambahkan, untuk belanja daerah jika dibandingkan pada 2020 mengalami peningkatan sebesar Rp122.184.258.937, tetapi jika dibandingkan dengan penganggarannya hanya mencapai realisasi 90,36 persen.
Selama 2021 ada beberapa program kegiatan yang sudah dilaksanakan tetapi sampai 31 desember 2021 belum dibayarkan. Selain itu pembayaran dari kementerian yang informasi atau pencairannya di akhir periode dan terlambat dilakukan penyesuaian di perubahan APBD.
"Hal ini mengakibatkan tidak terserapnya penganggaran tersebut. Ini berdampak terhadap peningkatan Silpa dan pengakuan kewajiban atau hutang pemda kepada pihak ketiga yang telah disajikan dalam laporan keuangan (audited) tahun anggaran 2021 sebesar Rp149.814.023.135," demikian Irawati.
Baca juga: Bupati apresiasi Kadin Kotim bantu perekonomian daerah
Baca juga: BNN prioritaskan pembentukan BNNK Kotim
Baca juga: Pengurangan tenaga kontrak Pemkab Kotim ditargetkan sampai 700 orang