Pemkab Kotim berupaya cegah pernikahan dini
Sampit (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah berupaya keras mencegah pernikahan dini karena dikhawatirkan menimbulkan masalah bagi pasangan yang menikah maupun bayi yang dilahirkan.
"Akhir-akhir ini terjadi fenomena banyaknya kehamilan di luar nikah dan permintaan dispensasi menikah dini di beberapa daerah, serta tingginya perceraian di Kabupaten Kotawaringin Timur. Ini perlu perhatian kita semua," kata Bupati Halikinnor di Sampit, Selasa.
Menurut Halikinnor, kehamilan dini terkait dengan tidak siapnya seorang perempuan, baik secara fisik maupun psikis untuk hamil. Apabila melahirkan, tentu juga berdampak pada kesiapan mental dalam merawat dan mengasuh anaknya.
"Tidak jarang anak yang dilahirkan meninggal atau mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan, termasuk stunting," timpalnya.
Perceraian berdampak pada perilaku anak, penyimpangan seksual dan penyalahgunaan narkoba. Kondisi ini menurunkan kemampuan sumber daya manusia dan daya saing masyarakat kita.
"Ini masalah kita bersama. Untuk itu, saya minta kepada semua pihak agar turut memberikan perhatian terhadap fenomena ini," tambahnya.
Semua komponen masyarakat diminta berperan aktif memberikan penyadaran kepada masyarakat untuk melakukan bimbingan dan pendampingan yang baik kepada anak dan atau keluarganya.
Baca juga: DPRD Kotim: Penggunaan pelat KH wujud partisipasi membangun daerah
Guru di sekolah diharapkan tidak hanya fokus terhadap sisi akademis atau intelektual saja, tetapi juga sisi sosial dan pergaulan peserta didiknya agar juga menjadi perhatian yang serius.
Halikinnor menyebut, berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa beserta aturan turunannya, beberapa kewenangan perangkat daerah dilimpahkan ke pemerintah desa antara lain terkait dengan pengelolaan lingkungan permukiman masyarakat desa, pembinaan kesehatan masyarakat dan pengelolaan pos pelayanan terpadu (posyandu), poskesdes atau polindes, pencegahan stunting.
Upaya itu termasuk di dalamnya peningkatan layanan kesehatan, peningkatan gizi dan pengasuhan anak melalui kegiatan kesehatan ibu dan anak. Selain itu ada konseling gizi, penyediaan air bersih dan sanitasi, perlindungan sosial untuk peningkatan akses ibu hamil dan menyusui serta balita terhadap jaminan kesehatan dan administrasi kependudukan, pendidikan tentang pengasuhan anak melalui pendidikan anak usia dini (PAUD) dan bina keluarga balita (BKB).
Ada pula upaya pencegahan perkawinan anak atau pernikahan dini, pemanfaatan lahan pekarangan keluarga dan tanah kas desa untuk pembangunan kandang, kolam dan kebun (3K) dalam rangka penyediaan makanan yang sehat dan bergizi untuk ibu hamil, balita dan anak sekolah.
Kegiatan ini juga peningkatan kapasitas bagi kader pembangunan manusia (KPM), kader posyandu dan pendidik pendidikan anak usia dini (PAUD) dan pemberian insentif untuk KPM, kader posyandu dan pendidik paud yang menjadi kewenangan desa.
"Dengan adanya kewenangan tersebut, maka terkait dengan perencanaan dan penganggarannya juga menjadi tanggung jawab desa. Jangan sampai kesehatan masyarakat di desa terabaikan dikarenakan pemerintahan desa tidak memahami prioritas pemanfaatan dana desa," demikian Halikinnor.
Baca juga: Warga Pulau Hanaut minta DPRD Kotim perjuangkan kelanjutan pembangunan jalan
Baca juga: Masyarakat Kotim tetap minati vaksinasi booster kedua
Baca juga: Disdukcapil Kotim kembali layani pencetakan KTP
"Akhir-akhir ini terjadi fenomena banyaknya kehamilan di luar nikah dan permintaan dispensasi menikah dini di beberapa daerah, serta tingginya perceraian di Kabupaten Kotawaringin Timur. Ini perlu perhatian kita semua," kata Bupati Halikinnor di Sampit, Selasa.
Menurut Halikinnor, kehamilan dini terkait dengan tidak siapnya seorang perempuan, baik secara fisik maupun psikis untuk hamil. Apabila melahirkan, tentu juga berdampak pada kesiapan mental dalam merawat dan mengasuh anaknya.
"Tidak jarang anak yang dilahirkan meninggal atau mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan, termasuk stunting," timpalnya.
Perceraian berdampak pada perilaku anak, penyimpangan seksual dan penyalahgunaan narkoba. Kondisi ini menurunkan kemampuan sumber daya manusia dan daya saing masyarakat kita.
"Ini masalah kita bersama. Untuk itu, saya minta kepada semua pihak agar turut memberikan perhatian terhadap fenomena ini," tambahnya.
Semua komponen masyarakat diminta berperan aktif memberikan penyadaran kepada masyarakat untuk melakukan bimbingan dan pendampingan yang baik kepada anak dan atau keluarganya.
Baca juga: DPRD Kotim: Penggunaan pelat KH wujud partisipasi membangun daerah
Guru di sekolah diharapkan tidak hanya fokus terhadap sisi akademis atau intelektual saja, tetapi juga sisi sosial dan pergaulan peserta didiknya agar juga menjadi perhatian yang serius.
Halikinnor menyebut, berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa beserta aturan turunannya, beberapa kewenangan perangkat daerah dilimpahkan ke pemerintah desa antara lain terkait dengan pengelolaan lingkungan permukiman masyarakat desa, pembinaan kesehatan masyarakat dan pengelolaan pos pelayanan terpadu (posyandu), poskesdes atau polindes, pencegahan stunting.
Upaya itu termasuk di dalamnya peningkatan layanan kesehatan, peningkatan gizi dan pengasuhan anak melalui kegiatan kesehatan ibu dan anak. Selain itu ada konseling gizi, penyediaan air bersih dan sanitasi, perlindungan sosial untuk peningkatan akses ibu hamil dan menyusui serta balita terhadap jaminan kesehatan dan administrasi kependudukan, pendidikan tentang pengasuhan anak melalui pendidikan anak usia dini (PAUD) dan bina keluarga balita (BKB).
Ada pula upaya pencegahan perkawinan anak atau pernikahan dini, pemanfaatan lahan pekarangan keluarga dan tanah kas desa untuk pembangunan kandang, kolam dan kebun (3K) dalam rangka penyediaan makanan yang sehat dan bergizi untuk ibu hamil, balita dan anak sekolah.
Kegiatan ini juga peningkatan kapasitas bagi kader pembangunan manusia (KPM), kader posyandu dan pendidik pendidikan anak usia dini (PAUD) dan pemberian insentif untuk KPM, kader posyandu dan pendidik paud yang menjadi kewenangan desa.
"Dengan adanya kewenangan tersebut, maka terkait dengan perencanaan dan penganggarannya juga menjadi tanggung jawab desa. Jangan sampai kesehatan masyarakat di desa terabaikan dikarenakan pemerintahan desa tidak memahami prioritas pemanfaatan dana desa," demikian Halikinnor.
Baca juga: Warga Pulau Hanaut minta DPRD Kotim perjuangkan kelanjutan pembangunan jalan
Baca juga: Masyarakat Kotim tetap minati vaksinasi booster kedua
Baca juga: Disdukcapil Kotim kembali layani pencetakan KTP