Kupang (ANTARA) - Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi Nusa Tenggara Timur Veronika Ata mengatakan kebijakan sekolah jam 5.30 Wita rawan memicu terjadinya praktik kekerasan seksual pada anak atau pelajar sehingga pihaknya menolak kebijakan tersebut.
"Kami secara tegas menolak kebijakan masuk sekolah jam 5.30 pagi karena tidak mewakili kepentingan terbaik anak, salah satunya membuat mereka berada dalam kondisi rawan kekerasan seksual," katanya ketika dihubungi di Kupang, Jumat.
Ia mengatakan hal itu berkaitan dengan penerapan kebijakan masuk sekolah jam 5.30 Wita yang diberlakukan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Nusa Tenggara Timur terhadap 10 sekolah SMA/SMK di Kota Kupang.
Veronika mengatakan, kebijakan tersebut mengharuskan anak-anak pelajar berangkat ke sekolah sebelum jam 5.30 Wita dalam kondisi hari yang masih gelap.
Di sisi lain, transportasi tidak tersedia bagi sebagian besar pelajar dan banyak pelajar yang selama ini ke sekolah dengan berjalan kaki.
"Kondisi ini menempatkan anak-anak pelajar terutama perempuan rawan menjadi korban kekerasan seksual," katanya.
Artinya, kata dia, kebijakan ini bertolak belakang dengan semangat pemerintah bersama berbagai elemen mencegah dan melindungi anak-anak dari praktik kekerasan seksual.
Veronika menyebutkan efek lain yang merugikan anak seperti waktu istirahat terganggu membuat anak-anak mengantuk di sekolah dan tidak mengikuti proses belajar mengajar secara efektif. Para pelajar juga bisa stres dan semangat belajar menurun.
Menurut dia lagi, tidak ada korelasi disiplin dan kecerdasan anak dengan masuk sekolah jam 5.30 pagi. Bentuk disiplin sebagai dalih dari kebijakan ini, kata dia, adalah hal yang dibuat-buat dan pemikiran pribadi tanpa kajian yang matang.
"Karena itu kami menolak dengan tegas kebijakan ini karena menyengsarakan murid, juga orang tua, dan guru, bahkan meresahkan masyarakat," katanya.
Veronika menambahkan, pihaknya juga tidak sepakat dengan penerapan kebijakan tersebut dengan dalih mempersiapkan para pelajar untuk bisa masuk ke perguruan tinggi ternama seperti Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, maupun di luar negeri.
"Kualitas seseorang tidak diukur dari tamatan universitasnya. Banyak alumni universitas selain yang disebutkan memiliki kualifikasi yang prima," katanya.
Berita Terkait
Ketum Bhayangkari tinjau dan hibur anak-anak korban erupsi Gunung Lewotobi
Rabu, 13 November 2024 23:21 Wib
Tim SAR cari empat korban kapal tenggelam di Alor NTT
Jumat, 23 Agustus 2024 14:50 Wib
44 WNA Bangladesh-Myanmar terdampar di pantai Rote Ndao NTT
Selasa, 9 Juli 2024 18:39 Wib
Kumham proses permohonan anak berkewarganegaraan ganda jadi WNI
Rabu, 29 Mei 2024 13:24 Wib
TNI terima 235 senjata rakitan sisa konflik dari warga perbatasan
Rabu, 17 April 2024 12:57 Wib
Seorang warga NTT digigit komodo
Kamis, 4 April 2024 13:49 Wib
Buaya Australia masuk ke perairan NTT & berkonflik dengan manusia
Rabu, 28 Februari 2024 16:11 Wib
Daerah ini larang warga membawa ternak babi dari luar kabupaten
Minggu, 4 Februari 2024 10:28 Wib