Pengamat Kepolisian: Penangkapan Saipul jamil langgar SOP

id Bambang Rukminto,pengamat kepolisian,Kalteng

Pengamat Kepolisian: Penangkapan Saipul jamil langgar SOP

Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto. (ANTARA/HO-Dokumen Pribadi)

Jakarta (ANTARA) - Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto mengingatkan jajaran Polri untuk mematuhi standar operasi prosedur (SOP) dalam melakukan penangkapan terhadap pelaku tindak pidana agar tidak terjadi pelanggaran prosedur dan kesewenang-wenangan.

Bambang menyampaikan penangkapan dan penahanan seseorang oleh penyidik kepolisian diatur dalam Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 12 Tahun 2009 tentang pengawasan dan pengendalian penanganan perkara pidana di lingkungan Polri.

"SOP penangkapan itu diatur dalam Pasal 70, 71, dan 72 Peraturan Kapolri tersebut," kata Bambang kepada wartawan di Jakarta, Selasa.

Dia menjelaskan dalam Perkap tersebut disebut ada dua jenis penangkapan, yakni dalam Pasal 71 ayat (1) soal tertangkap tangan dan Pasal 72 soal penangkapan seorang yang sudah dijadikan tersangka.

Menurut Bambang, penyidik kepolisian melanggar SOP dalam kasus penangkapan artis Saipul Jamil (SJ).

"Video kasus penangkapan SJ tersebut petugas kepolisian jelas-jelas melanggar SOP dan mempertontonkan kearoganan," ujar Bambang.

Hal ini, kata dia, karena penangkapan yang dilakukan itu tidak memenuhi unsur-unsur yang diatur dalam Perkap Nomor 12 Tahun 2009.

Sesuai dengan Pasal 71 yang menjelaskan tentang istilah tertangkap tangan, rombongan Saipul Jamil dalam video yang beredar di masyarakat tidak sedang melakukan transaksi pelanggaran narkoba seperti yang dituduhkan.

"Bisa jadi mereka baru saja membawa narkoba, tetapi tidak bisa ditangkap dengan cara-cara kasar dan arogan seperti itu," paparnya.

Bambang menyebut petugas kepolisian bisa melakukan razia yang tata caranya juga diatur Perkap tersebut dan dilakukan secara sopan dan humanis.

Dalam video penangkapan Saipul Jamil tersebut, kata dia, polisi tidak sedang melakukan razia, dan tidak ada yang berseragam yang menunjukkan atribut kepolisian.

"Jadi layaklah perilaku oknum-oknum tersebut disebut sebagai premanisme," ujarnya.

Sedangkan bila mengikuti Pasal 72, kata Bambang, itu pun juga tidak sesuai karena penangkapan tersangka, penyidik harus memiliki bukti-bukti lebih dulu, dan harus melalui proses pemanggilan dan sebagainya, yang juga harus dilakukan secara sopan dan humanis dan diatur dalam KUHAP.

Menurut Bambang, Saipul Jamil bukan residivis atau masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) kepolisian yang penetapannya juga harus mengikuti aturan.

"Modus penangkapan seperti itu memang sudah seringkali dilakukan aparat, terutama dalam kasus terorisme," ujarnya.

Untuk itu, kata Bambang, aksi-aksi penangkapan dengan cara-cara preman seperti itu semuanya tidak bisa dibenarkan karena jauh dari prinsip-prinsip kemanusiaan karena semua warga negara memiliki hak aman dan nyaman, jauh dari ketakutan, baik ketakutan karena kejahatan maupun arogansi dari penjaga keamanan (kepolisian).

"Ujungnya adalah menjauh dari semangat membangun kepolisian yang profesional dan humanis," ujar Bambang.