Sejak Januari-September 2024, 387 kasus perceraian terjadi di Kota Palangka Raya

id 387 kasus perceraian,Palangka Raya,Humas Pengadilan Agama Palangka Raya,Siti Rumiah,kasus perceraian

Sejak Januari-September 2024, 387 kasus perceraian terjadi di Kota Palangka Raya

Ilustrasi - Perceraian (ANTARA)

Palangka Raya (ANTARA) - Humas Pengadilan Agama Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Siti Rumiah mengatakan, sejak Januari hingga September 2024 telah terjadi sebanyak 387 perkara perceraian di daerah ini.

"Dari 387 perkara perceraian, 89 perkara diantaranya merupakan cerai talak dan 289 perkara lainnya merupakan cerai gugat," katanya di Palangka Raya belum lama ini.

Dirinya menjelaskan, bahwa dari 387 perkara perceraian tersebut, faktor utama yang mendominasi perceraian di Palangka Raya adalah perselisihan dan pertengkaran yang terjadi secara terus menerus dalam rumah tangga.

Akibat tak adanya solusi dan upaya bagi pasangan suami istri untuk bercerita sehingga perselisihan yang bermula dari permasalahan kecil menjadi besar.

"Perselisihan dan pertengkaran yang tidak kunjung terselesaikan menjadi pemicu utama perceraian oleh pasangan suami istri sah yang ada di Kota Palangka Raya," ucapnya.
 
Lebih lanjut Siti menjelaskan, bahwa mayoritas gugatan perceraian yang ditangani oleh Pengadilan Agama Kota Palangka Raya, kerap diajukan oleh pihak istri yang disebut dengan cerai gugat.

Hal ini menunjukkan bahwa perempuan di Palangka Raya cenderung lebih proaktif dalam mengambil keputusan untuk mengakhiri pernikahan yang dinilai tidak lagi harmonis.

"Tentunya Pengadilan Agama juga memberikan kesempatan mediasi kepada pasangan suami istri yang hendak melakukan perceraian. Mediasi ini dilakukan untuk meyakinkan keduanya apakah ingin tetap akur atau bercerai," ujarnya.

Siti juga megungkapkan, bahwa berdasarkan data yang dikumpulkan, rata-rata usia pernikahan pasangan yang mengajukan cerai di Pengadilan Agama Palangka Raya berada di kisaran 10 hingga 20 tahun.

Hal tersebut menandakan, bahwa banyak pasangan yang mewarnai rumah tangga mereka dengan perceraian setelah menjalani pernikahan selama satu dekade atau lebih.
 
"Perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus, yang menjadi penyebab utama perceraian. Hal ini dapat dipicu oleh berbagai faktor, seperti perbedaan pendapat, masalah ekonomi, ketidaksetiaan, dan kekerasan dalam rumah tangga," ungkapnya.

Siti menuturkan, bahwa upaya untuk menekan angka perceraian perlu dilakukan dengan melibatkan berbagai pihak melalui peningkatan kualitas pendidikan dan penyuluhan tentang pernikahan, serta program konseling bagi pasangan yang sedang menghadapi masalah, menjadi langkah penting untuk mencegah terjadinya perceraian.

"Dengan upaya yang terkoordinasi ini, diharapkan angka perceraian di Palangka Raya dapat ditekan dan kualitas pernikahan dapat ditingkatkan," demikian Siti.