Jakarta (ANTARA) - Jakarta - Ruang kerja digital memang membuat pekerjaan lebih mudah dan dapat diakses kapan saja, tetapi biaya tersembunyi dari lingkungan kerja yang terlalu terkoneksi adalah beban mental yang membuat seseorang tidak pernah benar-benar bisa meninggalkan pekerjaan.
Dikutip dari The Hindustan Times, sebuah studi dari University of Nottingham yang diterbitkan di Frontiers in Organizational Psychology mendalami sisi gelap ruang kerja digital, tantangannya, dan tekanan mental akibat terus-menerus terhubung melalui teknologi.
Para peneliti memperkenalkan konsep Digital Workplace Technology Intensity (DWTI), yang menggambarkan tekanan mental dan emosional tinggi akibat tuntutan lingkungan kerja yang hiperterkoneksi.
Karyawan sering merasa takut melewatkan pembaruan penting karena mereka selalu terhubung dengan perangkat digital.
Ketakutan ini dikenal sebagai Fear of Missing Out (FoMO), misalnya, pekerja jarak jauh mungkin khawatir dianggap tidak produktif jika tidak segera merespons pesan kerja.
Selain itu, ada masalah overload informasi akibat membanjirnya email, pesan, dan notifikasi.
Situasi ini menciptakan tekanan tambahan yang disebut techno-overwhelm, di mana karyawan merasa kewalahan dan stres karena harus terus mengikuti arus informasi.
Teknologi digital memang meningkatkan produktivitas dan konektivitas, tetapi juga mengaburkan batas antara pekerjaan dan kehidupan pribadi.
Akibatnya, banyak karyawan mengalami kelelahan ekstrem dan tidak mampu benar-benar memutuskan hubungan dari pekerjaan.
Fenomena seperti memeriksa email kerja di tengah malam atau saat liburan kini dianggap biasa.
Budaya kerja seperti ini mendorong karyawan mengalami kecemasan produktivitas, karena merasa harus selalu merespons pesan dengan cepat agar tidak dianggap tidak produktif.
Para peneliti menawarkan beberapa langkah untuk mengurangi stres di ruang kerja digital:
1. Pengembangan Keterampilan
Membantu karyawan memahami dan menggunakan alat digital secara efektif, terutama untuk karyawan senior yang mungkin kesulitan beradaptasi dengan teknologi.
2. Pengelolaan Batasan
Mendorong pekerja untuk menetapkan dan menjaga batas antara pekerjaan dan kehidupan pribadi.
3. Aksesibilitas Alat
Menyederhanakan dan meningkatkan alat kerja digital untuk mengurangi frustrasi teknis.
4. Pendekatan Individual
Mengakui dan menyesuaikan kebutuhan serta preferensi unik setiap karyawan.
Dengan langkah-langkah ini, ruang kerja digital dapat menjadi lebih sehat, mendukung produktivitas, sekaligus melindungi kesejahteraan mental karyawan.
Penerjemah: Putri Hanifa