Jakarta (ANTARA) - Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas RI) mendorong karya-karya Syekh Yusuf Al-Makassari untuk diakui sebagai ingatan kolektif dunia melalui pengusulan manuskrip Syekh Yusuf dalam program Memory of the World UNESCO.
Filolog Perpusnas, Aditya Gunawan mengatakan upaya tersebut dilakukan dalam rangka menyongsong peringatan 400 tahun kelahiran Syekh Yusuf Al-Makassari, pahlawan nasional sekaligus ulama dan pejuang yang pengaruh pemikirannya melampaui batas wilayah dan zaman.
“Kami di Perpustakaan Nasional berupaya mengarusutamakan karya-karya Syekh Yusuf Al-Makassari agar dikenal sebagai ingatan kolektif dunia,” kata Aditya dalam Taklimat Media “400 Tahun Syekh Yusuf Al-Makassari” di Jakarta, Selasa.
Menurut Aditya, pengusulan manuskrip Syekh Yusuf sebagai nominasi Memory of the World UNESCO dilakukan melalui kolaborasi antara Perpusnas dan Universitas Leiden, Belanda.
Ia menyebut, total terdapat delapan naskah yang diusulkan, terdiri atas tiga naskah koleksi Perpusnas dan lima naskah yang tersimpan di Universitas Leiden.
Aditya menjelaskan proses pengusulan berjalan lancar berkat dukungan berbagai pihak, termasuk akademisi dan komunitas internasional.
Adapun dukungan juga datang dari komunitas Melayu di Afrika Selatan serta lembaga kebudayaan dan perpustakaan di Sri Lanka, yang menunjukkan luasnya pengaruh dan warisan Syekh Yusuf.
Aditya menuturkan karya-karya Syekh Yusuf tidak hanya mencerminkan ajaran tasawuf, tauhid, dan makrifat, tetapi juga menunjukkan keberlanjutan tradisi intelektual yang terus disalin dan dipelajari di berbagai wilayah Nusantara sejak abad ke-17 dan ke-18.
“Manuskrip-manuskrip ini membuktikan bahwa ajaran Syekh Yusuf hidup dan diwariskan lintas generasi, tidak hanya di Sulawesi Selatan, tetapi juga di Jawa, Sri Lanka, hingga Afrika Selatan,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa signifikansi karya Syekh Yusuf dinilai dari aspek sejarah serta keberlanjutan sosial dan spiritual.
Di Nusantara, Syekh Yusuf dikenal sebagai penasihat spiritual Kesultanan Banten dan menghasilkan puluhan karya.
Di Sri Lanka, ia membangun komunitas Melayu dan menulis sejumlah risalah penting, sementara di Afrika Selatan pengaruhnya tercermin dalam nilai-nilai perjuangan kemanusiaan dan persatuan lintas budaya.
Aditya menegaskan bahwa pengusulan manuskrip Syekh Yusuf ke UNESCO juga menjadi sarana diplomasi budaya Indonesia, sekaligus memperkuat pengakuan internasional terhadap warisan intelektual Nusantara.
“Melalui peringatan 400 tahun Syekh Yusuf, kami berharap kolaborasi lintas lembaga dapat terus diperkuat untuk menjaga, meneliti, dan mempromosikan warisan pemikiran Syekh Yusuf Al-Makassari bagi dunia,” kata Aditya.
