DPR setujui APBN-P BNP2TKI Rp236 miliar

id Wakil Ketua Komisi IX DPR RI dari partai PPP, Irgan Chairul Mahfiz

 DPR setujui APBN-P BNP2TKI Rp236 miliar

Wakil Ketua Komisi IX DPR RI dari partai PPP, Irgan Chairul Mahfiz (ANTARA/Wahyu Putro A)Ist

Jakarta (ANTARA News) - Komisi IX DPR RI menyetujui usulan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) 2013 sebesar Rp236.166.000.000.

Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Irgan Chairul Mahfiz di Jakarta, Kamis, akan memperjuangkan secara maksimal usulan tambahan anggaran tersebut melalui Badan Anggaran Komisi IX DPR RI.

Politisi dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan itu menyampaikan hasil rapat dengar pendapat umum antara Komisi IX DPR dengan Kepala BNP2TKI Moh Jumhur Hidayat yang telah berlangsung pada Rabu malam (29/5).

Irgan menegaskan Komisi IX DPR RI juga akan melakukan rapat khusus ntuk mendalami usulan APBN-P BNP2TKI Tahun 2013 itu.

Ia menambahkan bahwa Komisi IX DPR tidak menyetujui pemotongan anggaran BNP2TKI pada APBN Tahun 2013 sebesar Rp28.748.088.000. Semula BNP2TKI mengajukan pagu APBN 2013 sebesar Rp392.729.845.000 namun menjadi Rp363.981.757.000 setelah ada pemotongan dari Kementerian Keuangan dengan alasan penghematan.

Sebelumnya, Kepala BNP2TKI Moh Jumhur Hidayat di dalam rapat dengar pendapat umum dengan Komisi IX DPR RI menyampaikan rincian kegiatan penghematan APBN 2013 sebesar Rp 28.748.088.000 tersebut meliputi 13 item seperti penghematan berdasarkan perhitungan kembali kontrak pelaksanaan PAP dengan tidak mengurangi target; mengurangi paket sosialisasi; mengurangi Bimbingan Teknik (Bimtek); mengurangi bantuan TKI meninggal, penangangan TKI sakit, pemulangan TKI ke daerah asal, Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN).

Lalu penghematan perjalanan dinas dalam dan luar negeri; sisa kontrak dari belanja Jasa Konsultan; memperhatikan realisasi belanja Kementerian/Lembaga sampai dengan Mei 2013 dan kegiatan yang sudah terikat kontrak; mengoptimalkan penghematan terhadap alokasi anggaran belanja barang non-operasional yang bukan prioritas nasional; anggaran yang terblokir; output cadangan; penjalanan dinas; honorarium seminar dan rapat di luar kantor; hasil optimalisasi kontrak/swakelola; dan mengurangi volume kegiatan yang bukan prioritas nasional.