Sampit (Antara Kalteng) - Puluhan ribu petani rotan di Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalteng, meminta perhatian pemerintah pusat untuk mencarikan solusi agar sektor rotan kembali memberikan hasil yang lumayan bagi masyarakat.
"Sejak pemberlakuan larangan ekspor rotan mentah akhir 2011 lalu, hingga kini nasib petani terus terpuruk. Harga anjlok dan permintaan jauh menurun," kata Ketua Asosiasi Pengusaha dan Petani Rotan Kotawaringin Timur, Dadang H Syamsu di Sampit, Selasa.
Dadang menyebutkan, petani rotan tidak bisa berbuat banyak menghadapi situasi saat ini. Untuk bertahan pun sudah cukup sulit karena permintaan rotan nyaris tidak ada lagi. Jika pun ada, jumlahnya sedikit dan harganya rendah.
Di dua kecamatan di kawasan kota, yakni Baamang dan Seranau, jumlah petani rotan mencapai 20.000 orang. Petani rotan di 15 kecamatan lainnya di Kotawaringin Timur, juga sangat banyak.
"Kami meminta pemerintah melakukan upaya serius untuk menstabilkan harga. Kasihan nasib masyarakat kita," kata anggota DPRD Kotawaringin Timur itu.
Dadang berharap ada langkah nyata pemerintah untuk membantu petani rotan. Kebijakan larangan ekspor rotan mentah tanpa disertai solusi, telah membuat petani rotan menderita.
Saat ini harga rotan basah berkisar antara Rp2000 hingga Rp3.000/kg, padahal dulu rata-rata di atas Rp5000/kg. Harga rotan kering di bawah Rp10.000 padahal dulunya di atas Rp12.000/kg.
Gubernur H Sugianto saat bersilaturahmi dengan masyarakat Sampit akhir pekan lalu, menanggapi masalah terpuruknya sektor rotan. Pemerintah daerah terus mencari cara untuk membantu petani dan pelaku usaha sektor rotan.
"Kita akan surati kementerian untuk meminta agar ekspor rotan dibuka. Selain itu, sektor rotan dan karet harus ada hilirisasi supaya lebih baik," kata Sugianto.
Mencari investor untuk membangun pabrik, menjadi salah satu cara yang bisa dilakukan. Sugianto berharap pemerintah daerah bisa mendapatkan investor untuk membangun pabrik.
Permintaan Rotan Nyaris Tak Ada, Puluhan Ribu Petani Minta Pemerintah Pusat Carikan Solusi
Sejak pemberlakuan larangan ekspor rotan mentah akhir 2011 lalu, hingga kini nasib petani terus terpuruk. Harga anjlok dan permintaan jauh menurun,"