Tim kuasa hukum sulit temui Munarman di Polda Metro Jaya
Jakarta (ANTARA) - Tim kuasa hukum Munarman di Jakarta, Rabu, mengatakan pihaknya sulit menemui kliennya di Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya (Polda Metro Jaya) setelah penangkapan yang bersangkutan di kediaman pribadinya, Selasa (27/4).
"Hingga saat ini, kami sebagai kuasa hukum mengalami kesulitan untuk bertemu dengan klien kami," kata pengacara M. Hariadi Nasution yang mewakili tim kuasa hukum Munarman melalui pesan tertulisnya yang diterima ANTARA di Jakarta, Rabu.
Tim pengacara itu memperkenalkan diri sebagai Tim Advokasi Ulama dan Aktivis (TAKTIS).
Menurut tim kuasa hukum, ada prosedur hukum yang akan dilanggar oleh pihak aparat jika Munarman tidak diberi akses ke pengacaranya.
Baca juga: Diduga melakukan tindak pidana terorisme, Tim Densus 88 tangkap pengacara Munarman
Berdasarkan Pasal 54, Pasal 55, dan Pasal 56 Ayat (1) KUHAP, kata M. Hariadi, kliennya seharusnya mendapatkan bantuan hukum dari penasihat hukum yang dipilihnya sendiri, terlebih ancaman pidana yang dituduhkan terhadap Munarman di atas 5 tahun sehingga wajib mendapatkan bantuan hukum.
Sebelumnya, Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri menangkap Munarman di kediamannya, Pondok Cabe, Kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan, Selasa sekitar pukul 15.30 WIB.
Munarman, yang diseret oleh beberapa anggota Densus 88 dari dalam rumahnya, dibawa ke Polda Metro Jaya menumpang mobil berwarna putih.
Terkait dengan itu, kuasa hukum mengatakan cara-cara penangkapan terhadap Munarman telah melanggar prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM).
Penangkapan yang dilakukan terhadap Munarman dengan cara menyeret paksa di kediamannya, kemudian menutup mata yang bersangkutan saat turun dari mobil di Polda Meteo Jaya, menurut M. Hariadi, secara nyata telah menyalahi prinsip hukum dan HAM sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 28 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas UU No.15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Baca juga: Munarman ditangkap akibat terlibat baiat di tiga lokasi
Ditegaskan pula bahwa cara-cara paksaan semacam itu tidak perlu dilakukan oleh kepolisian karena Munarman adalah orang yang taat dan mengerti hukum.
Tim kuasa hukum juga menyesalkan langkah kepolisian yang tidak melayangkan surat panggilan kepada Munarman.
Ia menegaskan bahwa kliennya adalah advokat yang merupakan penegak hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
"Dengan demikian, apabila dipanggil secara patut pun klien kami pasti akan memenuhi panggilan tersebut. Akan tetapi, hingga terjadinya penangkapan terhadap klien kami tidak pernah ada sepucuk surat pun diterima klien kami sebagai panggilan," kata Hariadi.
Sejauh ini, Munarman masih berada di Polda Metro Jaya untuk menjalani pemeriksaan.
Baca juga: Bahan baku peledak ditemukan di bekas markas ormas FPI
Kepolisian menangkap Munarman, pengacara Rizieq Shihab dan eks Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI), karena yang bersangkutan diduga terlibat kegiatan baiat (pengambilan sumpah setia) kepada salah satu organisasi radikal teroris di Medan, Jakarta, dan Makassar beberapa tahun lalu.
Kepolisian juga menetapkan Munarman sebagai tersangka tindak pidana terorisme, kata anggota tim kuasa hukumnya Azis Yanuar di Jakarta, Rabu.
Terkait dengan dugaan itu, tim kuasa hukum membantah bahwa Munarman terlibat ISIS. Azis saat dihubungi di Jakarta, Selasa, mengatakan bahwa Munarman hadir pada acara seminar, bukan baiat.
Baca juga: Munarman disumpal sandal saat ditangkap hoaks
"Terhadap tuduhan keterlibatan klien kami dengan ISIS, sejak awal klien kami dan ormas FPI telah secara jelas membantah keras karena menurut klien kami tindakan ISIS tidak sesuai dengan yang diyakini oleh klien kami," kata tim kuasa hukum yang diwakili oleh M. Hariadi.
Ia menegaskan bahwa kliennya justru pada beberapa kesempatan selalu memperingatkan kepada masyarakat luas bahaya situs-situs atau ajakan-ajakan yang mengarah pada aksi-aksi terorisme dan tindakan inkonstitusional lainnya.
Pihak kepolisian belum dapat langsung dihubungi untuk diminta tanggapan mengenai kesulitan tim kuasa hukum menemui Munarman. Begitu pula, terkait dengan adanya dugaan pelanggaran prosedur hukum dan HAM saat polisi menangkap eks petinggi FPI itu.
"Hingga saat ini, kami sebagai kuasa hukum mengalami kesulitan untuk bertemu dengan klien kami," kata pengacara M. Hariadi Nasution yang mewakili tim kuasa hukum Munarman melalui pesan tertulisnya yang diterima ANTARA di Jakarta, Rabu.
Tim pengacara itu memperkenalkan diri sebagai Tim Advokasi Ulama dan Aktivis (TAKTIS).
Menurut tim kuasa hukum, ada prosedur hukum yang akan dilanggar oleh pihak aparat jika Munarman tidak diberi akses ke pengacaranya.
Baca juga: Diduga melakukan tindak pidana terorisme, Tim Densus 88 tangkap pengacara Munarman
Berdasarkan Pasal 54, Pasal 55, dan Pasal 56 Ayat (1) KUHAP, kata M. Hariadi, kliennya seharusnya mendapatkan bantuan hukum dari penasihat hukum yang dipilihnya sendiri, terlebih ancaman pidana yang dituduhkan terhadap Munarman di atas 5 tahun sehingga wajib mendapatkan bantuan hukum.
Sebelumnya, Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri menangkap Munarman di kediamannya, Pondok Cabe, Kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan, Selasa sekitar pukul 15.30 WIB.
Munarman, yang diseret oleh beberapa anggota Densus 88 dari dalam rumahnya, dibawa ke Polda Metro Jaya menumpang mobil berwarna putih.
Terkait dengan itu, kuasa hukum mengatakan cara-cara penangkapan terhadap Munarman telah melanggar prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM).
Penangkapan yang dilakukan terhadap Munarman dengan cara menyeret paksa di kediamannya, kemudian menutup mata yang bersangkutan saat turun dari mobil di Polda Meteo Jaya, menurut M. Hariadi, secara nyata telah menyalahi prinsip hukum dan HAM sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 28 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas UU No.15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Baca juga: Munarman ditangkap akibat terlibat baiat di tiga lokasi
Ditegaskan pula bahwa cara-cara paksaan semacam itu tidak perlu dilakukan oleh kepolisian karena Munarman adalah orang yang taat dan mengerti hukum.
Tim kuasa hukum juga menyesalkan langkah kepolisian yang tidak melayangkan surat panggilan kepada Munarman.
Ia menegaskan bahwa kliennya adalah advokat yang merupakan penegak hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
"Dengan demikian, apabila dipanggil secara patut pun klien kami pasti akan memenuhi panggilan tersebut. Akan tetapi, hingga terjadinya penangkapan terhadap klien kami tidak pernah ada sepucuk surat pun diterima klien kami sebagai panggilan," kata Hariadi.
Sejauh ini, Munarman masih berada di Polda Metro Jaya untuk menjalani pemeriksaan.
Baca juga: Bahan baku peledak ditemukan di bekas markas ormas FPI
Kepolisian menangkap Munarman, pengacara Rizieq Shihab dan eks Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI), karena yang bersangkutan diduga terlibat kegiatan baiat (pengambilan sumpah setia) kepada salah satu organisasi radikal teroris di Medan, Jakarta, dan Makassar beberapa tahun lalu.
Kepolisian juga menetapkan Munarman sebagai tersangka tindak pidana terorisme, kata anggota tim kuasa hukumnya Azis Yanuar di Jakarta, Rabu.
Terkait dengan dugaan itu, tim kuasa hukum membantah bahwa Munarman terlibat ISIS. Azis saat dihubungi di Jakarta, Selasa, mengatakan bahwa Munarman hadir pada acara seminar, bukan baiat.
Baca juga: Munarman disumpal sandal saat ditangkap hoaks
"Terhadap tuduhan keterlibatan klien kami dengan ISIS, sejak awal klien kami dan ormas FPI telah secara jelas membantah keras karena menurut klien kami tindakan ISIS tidak sesuai dengan yang diyakini oleh klien kami," kata tim kuasa hukum yang diwakili oleh M. Hariadi.
Ia menegaskan bahwa kliennya justru pada beberapa kesempatan selalu memperingatkan kepada masyarakat luas bahaya situs-situs atau ajakan-ajakan yang mengarah pada aksi-aksi terorisme dan tindakan inkonstitusional lainnya.
Pihak kepolisian belum dapat langsung dihubungi untuk diminta tanggapan mengenai kesulitan tim kuasa hukum menemui Munarman. Begitu pula, terkait dengan adanya dugaan pelanggaran prosedur hukum dan HAM saat polisi menangkap eks petinggi FPI itu.