Hukuman kekerasan seksual harus utamakan keadilan
Jakarta (ANTARA) - Praktisi hukum sekaligus Pendiri Rumah Pancasila Yosep Parera mengatakan hukuman yang pantas dalam penindakan kasus kekerasan seksual harus mengutamakan nilai keadilan, baik bagi korban maupun pelaku.
"Hukuman yang pantas seperti apa, pantas sesuai dengan keadilan bagi korban dan pelaku, sehingga bisa menyembuhkan kembali korban dan pelaku," kata Yosep saat menjadi narasumber dalam diskusi publik "Peran Hukum Pidana dalam Petaka Kekerasan Seksual yang Semakin Merajalela", yang disiarkan langsung di kanal YouTube Rumah Pancasila dan Klinik Hukum, seperti dipantau dari Jakarta, Kamis.
Menurutnya, hukuman berkeadilan tersebut merupakan hukuman yang pantas dalam menindaklanjuti kasus kekerasan seksual, karena tujuan akhir dari sistem peradilan Indonesia adalah membina pelaku serta melindungi dan membarui kehidupan korban, sehingga mereka dapat hidup secara lebih baik.
Meskipun pada dasarnya penindakan dan penjatuhan hukuman terkait dengan kasus kekerasan seksual memang berbeda-beda karena bergantung pada fakta di lapangan serta alat dan bukti yang ditemukan, menurut dia nilai-nilai keadilan tersebut tetap harus diutamakan.
"Berbagai undang-undang mengaturnya berbeda-beda. Misalnya, dalam KUHP, ancamannya 5 tahun. Kemudian dalam Undang-Undang 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak itu bisa sampai hukuman mati. Ada pula hukuman minimal 10 tahun, maksimal 20 tahun, seumur hidup, atau kebiri kimia. Selama undang-undangnya sudah dibuat, hukuman itu diterapkan. Tapi kalau ditanya yang pantasnya seperti apa, pantas sesuai keadilan bagi korban dan pelaku," jelasnya.
Pada praktiknya, lanjut Yosep, penerapan hukuman dalam kasus kekerasan seksual yang terjadi di Tanah Air hingga saat ini belum sepenuhnya mampu mengutamakan nilai-nilai keadilan bagi korban dan pelaku.
"Dalam kenyataannya, penerapan hukuman yang adil bagi korban dan pelaku itu belum dilaksanakan," kata dia.
Dengan kata lain, kata Yosep melanjutkan, masih ada berbagai persoalan dalam substansi dan struktur hukum, bahkan budaya masyarakat yang harus dibenahi secara keseluruhan demi menerapkan hukuman yang pantas terkait dengan kasus kekerasan seksual.
"Hukuman yang pantas seperti apa, pantas sesuai dengan keadilan bagi korban dan pelaku, sehingga bisa menyembuhkan kembali korban dan pelaku," kata Yosep saat menjadi narasumber dalam diskusi publik "Peran Hukum Pidana dalam Petaka Kekerasan Seksual yang Semakin Merajalela", yang disiarkan langsung di kanal YouTube Rumah Pancasila dan Klinik Hukum, seperti dipantau dari Jakarta, Kamis.
Menurutnya, hukuman berkeadilan tersebut merupakan hukuman yang pantas dalam menindaklanjuti kasus kekerasan seksual, karena tujuan akhir dari sistem peradilan Indonesia adalah membina pelaku serta melindungi dan membarui kehidupan korban, sehingga mereka dapat hidup secara lebih baik.
Meskipun pada dasarnya penindakan dan penjatuhan hukuman terkait dengan kasus kekerasan seksual memang berbeda-beda karena bergantung pada fakta di lapangan serta alat dan bukti yang ditemukan, menurut dia nilai-nilai keadilan tersebut tetap harus diutamakan.
"Berbagai undang-undang mengaturnya berbeda-beda. Misalnya, dalam KUHP, ancamannya 5 tahun. Kemudian dalam Undang-Undang 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak itu bisa sampai hukuman mati. Ada pula hukuman minimal 10 tahun, maksimal 20 tahun, seumur hidup, atau kebiri kimia. Selama undang-undangnya sudah dibuat, hukuman itu diterapkan. Tapi kalau ditanya yang pantasnya seperti apa, pantas sesuai keadilan bagi korban dan pelaku," jelasnya.
Pada praktiknya, lanjut Yosep, penerapan hukuman dalam kasus kekerasan seksual yang terjadi di Tanah Air hingga saat ini belum sepenuhnya mampu mengutamakan nilai-nilai keadilan bagi korban dan pelaku.
"Dalam kenyataannya, penerapan hukuman yang adil bagi korban dan pelaku itu belum dilaksanakan," kata dia.
Dengan kata lain, kata Yosep melanjutkan, masih ada berbagai persoalan dalam substansi dan struktur hukum, bahkan budaya masyarakat yang harus dibenahi secara keseluruhan demi menerapkan hukuman yang pantas terkait dengan kasus kekerasan seksual.