Palangka Raya (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah (Kejati Kalteng) berkoordinasi dengan Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Kotawaringin Timur untuk menyelesaikan kendala pembangunan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 150 kV Sampit- Kuala Pembuang.
"Pertemuan tersebut merupakan tindaklanjut permohonan pendapat hukum (legal opinion) Unit Induk Pembangunan PT. PLN (Persero) Kalimantan Bagian Barat kepada Datun Kejati Kalteng," kata Asisten Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Kejati Kalteng Edi Irsan Kurniawan di Palangka Raya, Kamis.
Dia menjelaskan hal yang mesti segera diselesaikan adalah terkait adanya tanah tidak bertuan yang tidak diketahui pemiliknya. Tanah itu menjadi kendala dalam pembangunan SUTT 150 kV Sampit- Kuala Pembuang tepatnya di Desa Lampuyang Kecamatan Teluk Sampit Kabupaten Kotawaringin Timur.
Inti pertemuan yakni membicarakan langkah terbaik agar kegiatan pembangunan tower SUTT 150 kV tersebut tidak terganggu. Jika sampai terganggu maka akan berakibat fatal terhadap penerangan di Kalteng.
"Oleh sebab itulah Bidang Datun Kejati Kalteng selaku Jaksa Pengacara Negara langsung mengkoordinasikan dengan Kantor BPN Kotim di Sampit pada hari Rabu (3/8) lalu," jelasnya.
Dia menyampaikan pada pertemuan itu dirinya berharap BPN Kotawaringin Timur selaku lembaga yang berwenang dalam masalah peta pertanahan di kabupaten tersebut dapat membantu menjelaskan secara tertulis terkait posisi tanah tersebut.
"Penjelasan yang diperlukan yaitu apakah tanah dimaksud termasuk area yang telah terdaftar dalam administrasi BPN Kotim atau masuk wilayah hutan agar lebih memudahkan dalam menentukan langkah agar PLN dapat memanfaatkan tanah tersebut," terangnya.
Baca juga: Anggota DPR RI terima Pin Emas HPN dari PWI Kalteng
Kepala BPN Kotawaringin Timur Jhonsen Ginting merespons positif keinginan dan harapan dari perwakilan Kejati Kalteng. Jhonsen berjanji akan segera memastikan status lokasi tanah tersebut karena kegunaan tanah tersebut sangat urgen demi penerangan masyarakat luas di Kalteng.
"Yang pasti semua demi merah putih sehingga kita tidak ada beban untuk melangkah," ucapnya.
Sementara itu Koordinator Datun Kejati Kalteng Erianto N mengaku optimistis kendala-kendala yang dihadapi dapat diselesaikan secepat mungkin. Rasa optimistis dia dapat setelah ada kejelasan tanah tersebut terdaftar di administrasi dan masuk peta pertanahan.
Dengan begitu akan mudah untuk ditelusuri siapa pemiliknya. Meskipun tidak ditemukan maka dapat ditempuh dengan cara mengumumkan di kantor desa serta menitipkan nilai ganti rugi di pengadilan.
"Hal itu sebagaimana dimaksud dalam PP No 19 Tahun 2021 tentang tanah untuk kepentingan umum, Permen Agraria Nomor 20 Tahun 2021, Perma Nomor 2 Tahun 2021 dan ketentuan lainnya yang terkait," jelasnya.
Sebaliknya, kata dia, bila tanah yang dimaksud nanti ternyata tidak masuk dalam wilayah peta agraria maka tanah tersebut dianggap tanah negara yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan umum. Untuk itu tidak perlu ganti rugi sehingga tinggal didaftarkan sebagaimana dimaksud Pasal 33 UUD 1945 dan UU Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960.
Lebih lanjut pria yang setahun terakhir mengabdi sebagai dosen tidak tetap di FH UPR itu mengatakan, hasil koordinasi dan jawaban dari BPN Kotim nantinya akan menjadi bahan kajian bagi Tim JPN Kejati Kalteng dalam menyusun analisa secara yuridis dalam bentuk Legal Opinion.
"Legal Opinion sebagai pertimbangan bagi PLN dalam melanjutkan pembangunan sekaligus mitigasi risiko mengantisipasi dari gugatan pihak tertentu yang mengklaim tanah mereka ke depannya," demikian Erianto N.
Baca juga: Wahid Yusuf: Jangan lengah terapkan prokes untuk tekan angka COVID-19
Baca juga: Pengurus ASBWI sosialisasikan program dan kompetisi di Bali
Baca juga: Ditlantas Polda Kalteng segera tertibkan kendaraan yang tak taat pajak