Sekda Gumas: Pengembangan Tumbang Anoi perlu komitmen dan aksi nyata
Kuala Kurun (ANTARA) - Sekretaris Daerah Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, Yansiterson menyatakan bahwa diperlukan pengakuan, komitmen dan aksi nyata dalam melestarikan dan mengembangkan Desa Tumbang Anoi, Kecamatan Damang.
"Tumbang Anoi butuh pengakuan. Pemkab Gunung Mas akan memproses pengakuannya, sebagai salah satu cagar budaya, ucapnya saat pelaksanaan dialog lintas Borneo secara virtual di Kuala Kurun, Rabu.
Seperti diketahui bersama, Tumbang Anoi merupakan tempat bertemu para tokoh Dayak se-Kalimantan, untuk membahas berbagai kondisi maupun dinamika masyarakat di tahun 1894.
Pertemuan yang dilaksanakan di rumah Betang Damang Batu tersebut menghasilkan berbagai kesepakatan, salah satunya adalah menghentikan kebiasaan perang antarsuku.
Saat ini rumah Betang Damang Batu, yang menjadi tempat pelaksanaan pertemuan para tokoh Dayak se-Kalimantan di tahun 1894 lalu, hanya tersisa konstruksinya saja. Itulah yang sedang diproses oleh Pemkab Gunung Mas sebagai benda cagar budaya.
Pemkab Gunung Mas sudah meregistrasi rumah Betang Damang Batu sebagai benda cagar budaya. Namun rumah betang tersebut belum ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi sebagai benda cagar budaya.
"Sebenarnya Pemkab Gunung Mas sudah memproses pengakuan (penetapan rumah Betang Damang Batu sebagai benda cagar budaya), hanya saja terganggu saat pandemi COVID-19, sehingga beberapa syarat tertentu belum dapat terpenuhi," bebernya.
Akan tetapi, sambung dia, Pemkab Gunung Mas tetap akan memproses hingga rumah Betang Damang Batu diakui dan ditetapkan sebagai benda cagar budaya.
Sedangkan yang dimaksud komitmen adalah komitmen bersama antara Suku Dayak, baik itu Suku Dayak yang ada di Indonesia, Malaysia, maupun Brunei Darussalam, demi Suku Dayak itu sendiri. Selanjutnya adalah aksi nyata.
"Tiga hal ini (pengakuan, komitmen, dan aksi nyata) komplit, untuk Tumbang Anoi, untuk Dayak bersatu, untuk Dayak Borneo bersatu. Gunung Mas sebagai simpul sejarah itu, bersama-sama kita semua, siap untuk membangu kebersamaan Dayak se-Kalimantan," kata Yansiterson.
Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Gunung Mas, Eigh Manto mengatakan bahwa Gunung Mas telah memiliki Peraturan Daerah Masyarakat Hukum Adat, master plan Tumbang Anoi, dan lainnya, yang menjadi modal untuk mewujudkan master plan tersebut.
Untuk mewujudkan master plan tersebut tentu diperlukan anggaran yang tidak sedikit. Jika mengandalkan anggaran dari pemerintah kabupaten, tentu akan memakan waktu yang tidak sebentar hingga master plan itu terwujud.
"Untuk itulah, diperlukan dukungan dari seluruh pihak, termasuk pemerintah provinsi dan pemerintah pusat, agar master plan Tumbang Anoi dapat segera terwujud, guna melestarikan sisa-sisa konstruksi rumah Betang Damang Batu dan mengembangkan Tumbang Anoi," kata Eigh.
Baca juga: Vaksinasi 'booster' kedua di Gunung Mas capai 73 persen
Dirinya pun mengajak seluruh pihak untuk melakukan aksi nyata terhadap upaya menyelamatkan situs sejarah di Tumbang Anoi, tidak hanya melaksanakan kegiatan seremonial disertai pencitraan, namun tidak ada aksi nyata untuk melestarikan dan mengembangkan Tumbang Anoi.
Di sisi lain, dia menyoroti Taman Nasional Tanjung Puting yang menjadi tempat observasi orang utan, yang ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) di regional Kalimantan.
"Kalau Orang utan kita selamatkan dan kita lindungi, kira-kira Suku Dayak seperti apa?," tanya Eigh Manto.
Untuk diketahui, dialog lintas Borneo secara virtual diselenggarakan atas kerja sama Pemkab Gunung Mas, Forum Masyarakat Adat Heart Of Borneo (Forma-HOB), dan WWF Indonesia.
Sebagai pembicara di antaranya Arkeolog dan Antropolog Dayak, Gauri VD Rampai, perwakilan Dayak International Organization (DIO) Sabah Malaysia, Atama Katama, perwakilan SCRIPS Sarawak Malaysia, Michael Mering Jok, dan lainnya.
Baca juga: Wabup dorong kades se-Gumas gunakan DD untuk tangani stunting
Baca juga: Wabup Gumas dorong desa dan kelurahan bentuk TPPS
"Tumbang Anoi butuh pengakuan. Pemkab Gunung Mas akan memproses pengakuannya, sebagai salah satu cagar budaya, ucapnya saat pelaksanaan dialog lintas Borneo secara virtual di Kuala Kurun, Rabu.
Seperti diketahui bersama, Tumbang Anoi merupakan tempat bertemu para tokoh Dayak se-Kalimantan, untuk membahas berbagai kondisi maupun dinamika masyarakat di tahun 1894.
Pertemuan yang dilaksanakan di rumah Betang Damang Batu tersebut menghasilkan berbagai kesepakatan, salah satunya adalah menghentikan kebiasaan perang antarsuku.
Saat ini rumah Betang Damang Batu, yang menjadi tempat pelaksanaan pertemuan para tokoh Dayak se-Kalimantan di tahun 1894 lalu, hanya tersisa konstruksinya saja. Itulah yang sedang diproses oleh Pemkab Gunung Mas sebagai benda cagar budaya.
Pemkab Gunung Mas sudah meregistrasi rumah Betang Damang Batu sebagai benda cagar budaya. Namun rumah betang tersebut belum ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi sebagai benda cagar budaya.
"Sebenarnya Pemkab Gunung Mas sudah memproses pengakuan (penetapan rumah Betang Damang Batu sebagai benda cagar budaya), hanya saja terganggu saat pandemi COVID-19, sehingga beberapa syarat tertentu belum dapat terpenuhi," bebernya.
Akan tetapi, sambung dia, Pemkab Gunung Mas tetap akan memproses hingga rumah Betang Damang Batu diakui dan ditetapkan sebagai benda cagar budaya.
Sedangkan yang dimaksud komitmen adalah komitmen bersama antara Suku Dayak, baik itu Suku Dayak yang ada di Indonesia, Malaysia, maupun Brunei Darussalam, demi Suku Dayak itu sendiri. Selanjutnya adalah aksi nyata.
"Tiga hal ini (pengakuan, komitmen, dan aksi nyata) komplit, untuk Tumbang Anoi, untuk Dayak bersatu, untuk Dayak Borneo bersatu. Gunung Mas sebagai simpul sejarah itu, bersama-sama kita semua, siap untuk membangu kebersamaan Dayak se-Kalimantan," kata Yansiterson.
Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Gunung Mas, Eigh Manto mengatakan bahwa Gunung Mas telah memiliki Peraturan Daerah Masyarakat Hukum Adat, master plan Tumbang Anoi, dan lainnya, yang menjadi modal untuk mewujudkan master plan tersebut.
Untuk mewujudkan master plan tersebut tentu diperlukan anggaran yang tidak sedikit. Jika mengandalkan anggaran dari pemerintah kabupaten, tentu akan memakan waktu yang tidak sebentar hingga master plan itu terwujud.
"Untuk itulah, diperlukan dukungan dari seluruh pihak, termasuk pemerintah provinsi dan pemerintah pusat, agar master plan Tumbang Anoi dapat segera terwujud, guna melestarikan sisa-sisa konstruksi rumah Betang Damang Batu dan mengembangkan Tumbang Anoi," kata Eigh.
Baca juga: Vaksinasi 'booster' kedua di Gunung Mas capai 73 persen
Dirinya pun mengajak seluruh pihak untuk melakukan aksi nyata terhadap upaya menyelamatkan situs sejarah di Tumbang Anoi, tidak hanya melaksanakan kegiatan seremonial disertai pencitraan, namun tidak ada aksi nyata untuk melestarikan dan mengembangkan Tumbang Anoi.
Di sisi lain, dia menyoroti Taman Nasional Tanjung Puting yang menjadi tempat observasi orang utan, yang ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) di regional Kalimantan.
"Kalau Orang utan kita selamatkan dan kita lindungi, kira-kira Suku Dayak seperti apa?," tanya Eigh Manto.
Untuk diketahui, dialog lintas Borneo secara virtual diselenggarakan atas kerja sama Pemkab Gunung Mas, Forum Masyarakat Adat Heart Of Borneo (Forma-HOB), dan WWF Indonesia.
Sebagai pembicara di antaranya Arkeolog dan Antropolog Dayak, Gauri VD Rampai, perwakilan Dayak International Organization (DIO) Sabah Malaysia, Atama Katama, perwakilan SCRIPS Sarawak Malaysia, Michael Mering Jok, dan lainnya.
Baca juga: Wabup dorong kades se-Gumas gunakan DD untuk tangani stunting
Baca juga: Wabup Gumas dorong desa dan kelurahan bentuk TPPS