Kisah petani muda Palangka Raya, sukses raup keuntungan puluhan juta
Dua sejoli juga mengajak kalangan muda Indonesia, khusus di Kota Palangka Raya jangan malu dan gengsi menekuni dunia pertanian. Menurutnya, hanya dengan cara itu negara ini kembali berjaya dan merdeka atas hasil pertanian yang sangat menjanjikan.
Palangka Raya (ANTARA) - Merintis usaha pertanian di usia relatif muda hingga kini menikmati hasil, menjadi perjalanan cukup berliku bagi Muhammad Fakhrully Akbar (27), seorang petani buah di Kelurahan Pager, Kecamatan Rakumpit, Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah.
Semua berawal dari pesan ayah mertuanya, almarhum Abdul Aziz Suseno (56) yang sekaligus menjadi tanggung jawab cukup besar bagi Akbar untuk melanjutkan perjuangan dalam memajukan pertanian di kota setempat.
Sang ayah mertua merupakan seorang petani buah yang dikenal pekerja keras tanpa perhitungan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga dan warga sekitar melalui hasil pertaniannya.
"Sebelum meninggal, ayah mertua sempat berpesan untuk bisa melanjutkan perjuanganya sebagai petani. Saat itu saya ikut membantu istri di kebun dan banyak bergaul dengan para petani lainnya. Dan banyak mengambil pelajaran dalam bertani buah yang mana bila dikelola dengan benar dan menjiwai pasti akan berhasil kedepannya," kata Akbar saat didampingi istri di Palangka Raya, Sabtu.
Pria angkatan 2015 di Universitas Indonesia (UI) itu mengungkapkan, pada tahun 2021 mulai mengembangkan buah semangka, setelah sebelumnya sudah menjalankan tanaman buah jenis jeruk pontianak.
"Selain mengembangkan buah semangka dan jeruk pontianak, produk pertanian kami yang lain yakni seperti kelengkeng, kelapa hibrida dan sebagainya, namun secara operasional sudah bisa mengembalikan modal awal hanya dari buah semangka dan jeruk pontianak," kata pria kelahiran Tembilahan, Indragiri Hilir, Provinsi Riau tahun 1996 itu.
Ia mengatakan, banyak tantangan yang dihadapi dalam menjalankan peran tersebut, hingga harus rela 'banting setir' dari Program Studi Jawa, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia hingga menjadi seorang petani muda yang mampu mengasilkan 'cuan' hasil dari kerja kerasnya bersama istri, hingga mampu turut membantu menyekolahkan adik-adiknya hingga menopang perekonomian keluarga.
Akbar yang pernah menerima beasiswa Bidikmisi sampai dengan kelulusannya di tahun 2019 itu mengatakan, pada tahun 2021 lahan yang tersedia milik almarhum mertuanya hanya sebesar 3 hektare, sekarang tahun 2023 ini sudah ada 7 hektare lebih untuk pengambangan buah lainnya.
Selanjutnya, untuk saat ini luasan 7 hektare khusus untuk tanaman semangka, 4 hektare untuk jeruk pontianak.
Pria lulusan SMAN 1 Cibadak Sukabumi, Jawa Barat itu mengatakan, untuk penghasilan bersih bervariatif tergantung tonase hasil panen dengan harga pasar.
"Sekali panen dalam rentang dua bulan lebih buah semangka bisa menghasilkan keuntungan sebesar Rp10 juta - Rp30 juta. Alhamdulilah, hasil pendapatannya mampu mengaji karyawan sebanyak 6 orang," katanya.
Cerita pengalaman ini diamini Nadia Prasasti Pratiwi yang tak lain adalah istri Akbar. Nadia mengungkapakan, awal-awal pandemi COVID-19 pada 2020 lalu, mereka sempat memfokuskan pengembangan buah jeruk pontianak dan semangka, mengingat saat itu kebutuhan akan vitamin C sangat diperlukan dan gencar dicari masyarakat.
Berkat kegigihan, semangat, kesabaran, permintaan mulai meningkat akan buah jeruk. Saat itu panen pertama mendapatkan harga dari pemesan mencapai 1.800/kg untuk buah semangka
"Sebelumnya, pada periode Januari 2023 pernah menghasilkan 88 ton buah semangka, sedangkan April 2023 53 ton semangka. Mudah-mudahan di Agustus ini bisa panen lebih," harap Nadia.
Untuk jeruk pontianak pada periode 2021 tercatat ada 60 ton yang sudah dikelola dengan masa tanam kurang lebih 4 tahun.
Hasil panen tersebut dijual secara eceran dan juga ada yang dijual ke pengepul.
Hal yang tidak disangka-sangka, kata Nadia, hasil semangka tanpa biji ini di awal Januari 2023 lalu
dengan harga Rp4 ribu/kg - Rp5 ribu/kg pendapatan kotor mampu mencapai Rp400 juta dengan modal Rp100 juta.
"Hasil pendapatan bersih setelah dipotong modal awal dibagi dua dengan karyawan. Alhamdulilah karyawan kami saat ini sudah ada yang mampu membeli kendaraan motor, ternak sapi, kulkas dan sebagainya," kata perempuan lulusan Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Jawa Timur itu.
Butuh Perhatian Pemerintah
Saat ditanya, adakah kendala di lapangan ketika dalam proses memanen buah yang menjadi andalan 'Kota Cantik' Palangka Raya itu, Nadia mengaku kesulitan saat mengangkut keluar hasil panen puluhan ton buah semangkanya dari kebun.
Pihaknya sangat terkendala kondisi jalan yang tidak memungkinkan dan harus terpaksa seminggu sebelum panen harus diperbaiki terlebih dahulu.
"Seminggu sebelum panen, saya, suami dan karyawan gotong royong memperbaiki jalan tersebut, yang mana dari Km 60 di Kelurahan Pager, Kecamatan Rakumpit harus masuk lagi sekitar kurang lebih 3 Km. Apabila tidak dilakukan perbaikan sebelum panen, kami khawatir buah-buah hasil panen kami terjatuh pecah dan rusak," katanya
Ia berharap perusahan sawasta yang ada disekitar, yang mana notabene bersama-sama menggunakan jalan tersebut bisa bersama-sama memperbaikinya.
Peran pemerintah kota diminta ikut andil dalam memperhatikan permasalahan-permasalahan klasik seperti infrastruktur, supaya bisa segera ditangani oleh instasi terkait. Mengingat, buah semangka tanpa biji milik petani dikawasan tersebut memiliki peluang besar untuk pangsa pasar di luar Kota Palangka Raya.
Apabila diperdayakan secara maksimal oleh pemerintah setempat, tidak menutup kemungkinan "Kota Cantik" Palangka Raya tidak lagi menjadi 'konsumen' melainkan 'produsen' di bidang pertanian. Sebab, selama ini Kota Palangka Raya, baik dari bidang pertanian, perternakan maupun sembako bertahun-tahun masih 'terjerat' dengan provinsi lain.
Pertanyaannya, akankan Palangka Raya bisa terlepas dari jeratan tersebut?.
Dua sejoli juga mengajak kalangan muda Indonesia, khusus di Kota Palangka Raya jangan malu dan gengsi menekuni dunia pertanian. Menurutnya, hanya dengan cara itu negara ini kembali berjaya dan merdeka atas hasil pertanian yang sangat menjanjikan.
Semua berawal dari pesan ayah mertuanya, almarhum Abdul Aziz Suseno (56) yang sekaligus menjadi tanggung jawab cukup besar bagi Akbar untuk melanjutkan perjuangan dalam memajukan pertanian di kota setempat.
Sang ayah mertua merupakan seorang petani buah yang dikenal pekerja keras tanpa perhitungan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga dan warga sekitar melalui hasil pertaniannya.
"Sebelum meninggal, ayah mertua sempat berpesan untuk bisa melanjutkan perjuanganya sebagai petani. Saat itu saya ikut membantu istri di kebun dan banyak bergaul dengan para petani lainnya. Dan banyak mengambil pelajaran dalam bertani buah yang mana bila dikelola dengan benar dan menjiwai pasti akan berhasil kedepannya," kata Akbar saat didampingi istri di Palangka Raya, Sabtu.
Pria angkatan 2015 di Universitas Indonesia (UI) itu mengungkapkan, pada tahun 2021 mulai mengembangkan buah semangka, setelah sebelumnya sudah menjalankan tanaman buah jenis jeruk pontianak.
"Selain mengembangkan buah semangka dan jeruk pontianak, produk pertanian kami yang lain yakni seperti kelengkeng, kelapa hibrida dan sebagainya, namun secara operasional sudah bisa mengembalikan modal awal hanya dari buah semangka dan jeruk pontianak," kata pria kelahiran Tembilahan, Indragiri Hilir, Provinsi Riau tahun 1996 itu.
Ia mengatakan, banyak tantangan yang dihadapi dalam menjalankan peran tersebut, hingga harus rela 'banting setir' dari Program Studi Jawa, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia hingga menjadi seorang petani muda yang mampu mengasilkan 'cuan' hasil dari kerja kerasnya bersama istri, hingga mampu turut membantu menyekolahkan adik-adiknya hingga menopang perekonomian keluarga.
Akbar yang pernah menerima beasiswa Bidikmisi sampai dengan kelulusannya di tahun 2019 itu mengatakan, pada tahun 2021 lahan yang tersedia milik almarhum mertuanya hanya sebesar 3 hektare, sekarang tahun 2023 ini sudah ada 7 hektare lebih untuk pengambangan buah lainnya.
Selanjutnya, untuk saat ini luasan 7 hektare khusus untuk tanaman semangka, 4 hektare untuk jeruk pontianak.
Pria lulusan SMAN 1 Cibadak Sukabumi, Jawa Barat itu mengatakan, untuk penghasilan bersih bervariatif tergantung tonase hasil panen dengan harga pasar.
"Sekali panen dalam rentang dua bulan lebih buah semangka bisa menghasilkan keuntungan sebesar Rp10 juta - Rp30 juta. Alhamdulilah, hasil pendapatannya mampu mengaji karyawan sebanyak 6 orang," katanya.
Cerita pengalaman ini diamini Nadia Prasasti Pratiwi yang tak lain adalah istri Akbar. Nadia mengungkapakan, awal-awal pandemi COVID-19 pada 2020 lalu, mereka sempat memfokuskan pengembangan buah jeruk pontianak dan semangka, mengingat saat itu kebutuhan akan vitamin C sangat diperlukan dan gencar dicari masyarakat.
Berkat kegigihan, semangat, kesabaran, permintaan mulai meningkat akan buah jeruk. Saat itu panen pertama mendapatkan harga dari pemesan mencapai 1.800/kg untuk buah semangka
"Sebelumnya, pada periode Januari 2023 pernah menghasilkan 88 ton buah semangka, sedangkan April 2023 53 ton semangka. Mudah-mudahan di Agustus ini bisa panen lebih," harap Nadia.
Untuk jeruk pontianak pada periode 2021 tercatat ada 60 ton yang sudah dikelola dengan masa tanam kurang lebih 4 tahun.
Hasil panen tersebut dijual secara eceran dan juga ada yang dijual ke pengepul.
Hal yang tidak disangka-sangka, kata Nadia, hasil semangka tanpa biji ini di awal Januari 2023 lalu
dengan harga Rp4 ribu/kg - Rp5 ribu/kg pendapatan kotor mampu mencapai Rp400 juta dengan modal Rp100 juta.
"Hasil pendapatan bersih setelah dipotong modal awal dibagi dua dengan karyawan. Alhamdulilah karyawan kami saat ini sudah ada yang mampu membeli kendaraan motor, ternak sapi, kulkas dan sebagainya," kata perempuan lulusan Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Jawa Timur itu.
Butuh Perhatian Pemerintah
Saat ditanya, adakah kendala di lapangan ketika dalam proses memanen buah yang menjadi andalan 'Kota Cantik' Palangka Raya itu, Nadia mengaku kesulitan saat mengangkut keluar hasil panen puluhan ton buah semangkanya dari kebun.
Pihaknya sangat terkendala kondisi jalan yang tidak memungkinkan dan harus terpaksa seminggu sebelum panen harus diperbaiki terlebih dahulu.
"Seminggu sebelum panen, saya, suami dan karyawan gotong royong memperbaiki jalan tersebut, yang mana dari Km 60 di Kelurahan Pager, Kecamatan Rakumpit harus masuk lagi sekitar kurang lebih 3 Km. Apabila tidak dilakukan perbaikan sebelum panen, kami khawatir buah-buah hasil panen kami terjatuh pecah dan rusak," katanya
Ia berharap perusahan sawasta yang ada disekitar, yang mana notabene bersama-sama menggunakan jalan tersebut bisa bersama-sama memperbaikinya.
Peran pemerintah kota diminta ikut andil dalam memperhatikan permasalahan-permasalahan klasik seperti infrastruktur, supaya bisa segera ditangani oleh instasi terkait. Mengingat, buah semangka tanpa biji milik petani dikawasan tersebut memiliki peluang besar untuk pangsa pasar di luar Kota Palangka Raya.
Apabila diperdayakan secara maksimal oleh pemerintah setempat, tidak menutup kemungkinan "Kota Cantik" Palangka Raya tidak lagi menjadi 'konsumen' melainkan 'produsen' di bidang pertanian. Sebab, selama ini Kota Palangka Raya, baik dari bidang pertanian, perternakan maupun sembako bertahun-tahun masih 'terjerat' dengan provinsi lain.
Pertanyaannya, akankan Palangka Raya bisa terlepas dari jeratan tersebut?.
Dua sejoli juga mengajak kalangan muda Indonesia, khusus di Kota Palangka Raya jangan malu dan gengsi menekuni dunia pertanian. Menurutnya, hanya dengan cara itu negara ini kembali berjaya dan merdeka atas hasil pertanian yang sangat menjanjikan.