Unit usaha pertanian perorangan di Kotim menurun imbas alih fungsi lahan

id Unit usaha pertanian perorangan di Kotim menurun imbas alih fungsi lahan, kalteng, kotim, Sampit, Kotawaringin timur

Unit usaha pertanian perorangan di Kotim menurun imbas alih fungsi lahan

Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah Eddy Surahman ketika diwawancarai terkait hasil sensus pertanian 2023, Jumat (8/12/2023). ANTARA/Devita Maulina. 

Sampit (ANTARA) - Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah merilis hasil sensus pertanian 2023 (ST2023), berdasarkan hasil sensus tersebut diketahui, bahwa usaha pertanian perorangan (UTP) di wilayah itu mengalami penurunan dibanding tahun 2013.

“Kami telah melaksanakan sensus pertanian untuk menggali data potensi pertanian di wilayah Kalimantan Tengah, termasuk Kotawaringin Timur. Hasilnya terlihat bahwa pelaku usaha pertanian perorangan mengalami penurunan,” kata Kepala BPS Kotawaringin Timur Eddy Surahman di Sampit, Jumat. 

Dia menyampaikan berdasarkan hasil sensus jumlah UTP di Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2023 sebanyak 310.633 unit atau turun 16,15 persen dari 2013 yang sebanyak 370.480 unit. Kendati demikian, tidak dijelaskan secara gamblang penurunan UTP yang terjadi di kabupaten/kota. Lantaran, konsep laporan jenis usaha tani pada ST2023 sedikit berbeda dengan ST2013. 

Dalam ST2013 jenis usaha pertanian meliputi rumah tangga usaha pertanian (RTUP), perusahaan pertanian berbadan hukum usaha, pertanian non rumah tangga, dan non perusahaan (NRT), dimana 1 RUTP terdiri dari atas 1 UTP atau lebih. Sedangkan, pada ST2023 jenis usaha pertanian meliputi UTP, RUTP, perusahaan pertanian berbadan hukum (UPB) dan usaha pertanian lainnya (UTL). 

Hasil ST2023 disebutkan bahwa Kabupaten Kotawaringin Timur berada di posisi terbanyak kedua jumlah UTP di Kalimantan Tengah, yakni 37.798 unit atau 12,17 persen dari total UTP Kalimantan Tengah. Sedangkan, posisi pertama ditempati Kabupaten Kapuas dengan 53.757 unit UTP atau 17,30 persen. 

Baca juga: BPS Kotim: Beras dan cabai rawit penyumbang tertinggi inflasi di Sampit

Ia menjelaskan, penurunan UTP ini dipengaruhi lahan baku di Kotawaringin Timur yang mengalami penurunan akibat alih fungsi dari sektor pertanian ke sektor lainnya. Eddy menyampaikan, bahwa terjadi pergeseran subsektor tanaman pangan ke perkebunan, contohnya lahan yang awalnya digunakan untuk pertanian padi kemudian dialihkan untuk perkebunan kelapa sawit. 

Selain itu, ada pula lahan pertanian yang tidak lagi digarap, karena pemiliknya lebih memilih bekerja sebagai buruh di perkebunan kelapa sawit yang dinilai memberikan hasil lebih cepat. Hal ini pun turut berkontribusi terhadap sektor pertanian yang semakin melambat setiap tahunnya. 

“Kebanyakan lahan beralih fungsi, karena masyarakat lebih memikirkan secara ekonomis dan mereka memilih mana yang lebih menguntungkan. Apalagi sekarang perkebunan kelapa sawit sedang gencar, itu pastinya berpengaruh terhadap UTP,” jelasnya. 

Ia menambahkan, kondisi seperti ini tentunya dapat berpengaruh terhadap ketahanan pangan di wilayah ini, sehingga pemerintah harus bisa memberdayakan sisa lahan atau konsep yang ada. 

Dalam hal ini, ia mengapresiasi pemerintah daerah yang membuat kebijakan membatasi alih fungsi lahan untuk menjaga keseimbangan pangan. Selain itu, ketersediaan beras Bulog di Kotawaringin Timur menjadi salah satu yang terbanyak di Kalimantan Tengah, sehingga berdasarkan data tersebut Kotawaringin Timur masih bisa bertahan cukup lama. 

Baca juga: Terbesar dalam sejarah Kotim, pelantikan 81 kepala desa dimeriahkan kirab

Baca juga: Camat Irpansyah optimistis mampu mendukung pencapaian visi misi Bupati Kotim

Baca juga: Berikut penjelasan Bawaslu Kotim terkait laporan dugaan DPT fiktif