Bupati Kotim jelaskan konsep wacana wisata buaya
Sampit (ANTARA) - Bupati Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah Halikinnor menjelaskan terkait wacana wisata buaya yang kini menuai beragam tanggapan di masyarakat.
"Saya lihat di media sosial ada yang salah memahami atau disalahartikan. Wisata ini bukan berarti kita memancing buaya, kita tangkap, lalu dipotong dan dagingnya dibagikan. Bukan seperti itu. Ini wisata memberi makan buaya langsung di habitatnya," ujar Halikinnor di Sampit, Senin.
Menurut Halikinnor, ada beberapa pertimbangan sehingga dirinya mewacanakan wisata buaya. Tentu tujuannya untuk konservasi atau penyelamatan, sekaligus memanfaatkannya menjadi peluang untuk destinasi wisata baru.
Wilayah selatan Kotawaringin Timur, khususnya Kecamatan Mentaya Hilir Utara, Mentaya Hilir Selatan, Teluk Sampit dan Pulau Hanaut, terdapat populasi buaya. Ada buaya muara (Crocodylus porosus) dan buaya capit atau senyulong (Tomistoma Schlegelii).
Sudah tidak terhitung insiden konflik buaya dengan manusia hingga jatuh korban jiwa. Bahkan pernah korban dimangsa buaya yang tidak ditemukan lagi jasadnya.
Penanganan kejadian ini cukup sulit karena populasi buaya diperkirakan cukup banyak. Selain itu, keberadaannya di alam bebas di Sungai Mentaya dan anak sungai hingga ke muara laut. Bahkan sudah sering buaya terlihat hingga di Pantai Ujung Pandaran.
Fakta ini cukup mengkhawatirkan karena sebagai masyarakat masih sering beraktivitas di sungai setiap harinya sehingga rawan serangan buaya. Di sisi lain, perburuan buaya juga sulit, apalagi hewan liar ini kini sudah termasuk satwa yang dilindungi oleh negara.
Untuk itulah Halikinnor memunculkan ide wisata buaya yang dikaitkan dengan konservasi atau pelestarian. Dengan wisata memberi makan buaya, maka kecemasan ini justru bisa dikelola untuk mendatangkan manfaat, bahkan nilai ekonomi bagi masyarakat dan daerah.
Selain itu, cara ini diharapkan secara perlahan akan menggiring habitat buaya untuk dilokalisir di kawasan tertentu yang jauh dari permukiman sehingga potensi konflik dengan manusia bisa semakin berkurang.
Baca juga: 'Ngopi' jadi ajang KPU Kotim minta dukungan semua pihak sukseskan pemilu
Dia mencontohkan wisata orang utan di Taman Nasional Tanjung Puting Kabupaten Kotawaringin Barat yang sudah mendunia. Populasi satwa langka itu bisa dikelola dan dijadikan destinasi wisata yang mampu menggerakkan roda perekonomian.
"Wisatawan diajak melihat petugas memberi makan orang utan di tempat dan waktu yang sudah dijadwalkan. Ini suguhan menarik bagi wisatawan, khususnya turis asing. Selain itu, naluri binatang itu mereka akan datang ketika diberi makan. Kalau kenyang, mereka tidak memangsa lagi," jelas Halikinnor.
Halikinnor berencana mengajak instansi terkait untuk meninjau sebuah lokasi yang terdapat habitat buaya dan bekantan. Jika layak dengan berbagai pertimbangan, lokasi itu bisa menjadi opsi ketika wacana wisata buaya tersebut akan direalisasikan.
Jika terwujud, nantinya pemerintah daerah akan mengalokasikan anggaran untuk operasional pengelolaan wisata buaya. Wisatawan bisa berkunjung untuk merasakan sensasi memberi makan buaya langsung di habitatnya di alam bebas.
Halikinnor berharap masyarakat turut mendukung sektor pariwisata karena dampaknya akan sangat luas bagi perekonomian daerah. Wisatawan yang datang akan mengeluarkan uangnya di Kotawaringin Timur untuk transportasi, konsumsi, hotel, hiburan, oleh-oleh dan lainnya.
Dampaknya jelas akan dirasakan langsung oleh masyarakat sehingga diharapkan dapat meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan. Secara tidak langsung, daerah juga akan mendapat dampak positifnya berupa pemasukan pajak dari kegiatan ekonomi yang terjadi.
Menurut Halikinnor, wisata tidak melulu berupa pantai, laut, hutan maupun pemandangan alam lainnya. Wisata bisa dibuat, seperti hiburan, permainan, seni, bahkan kegiatan olahraga.
"Seperti saat kita menjadi tuan rumah Porprov kemarin, perputaran uang di Kotawaringin Timur sangat besar dari aktivitas ribuan orang yang datang ke sini. Makanya kita akan menggelar kegiatan-kegiatan besar seperti lomba burung kicau, lomba mancing dan lainnya karena dampaknya bagus terhadap perekonomian," ujarnya.
Halikinnor mengakui setiap wacana pasti akan menimbulkan pro dan kontra. Namun dia mengajak masyarakat untuk berpikir jernih karena apa yang dilakukan pemerintah tentu untuk sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat.
Baca juga: Disdik Kotim nobar film 'Tegar' untuk penguatan pendidikan karakter
Baca juga: Bupati Kotim minta warga bongkar bangunan menghambat normalisasi sungai
Baca juga: 'New Year Fair 2024' jadi sarana sosialisasi MPP Habaring Hurung
"Saya lihat di media sosial ada yang salah memahami atau disalahartikan. Wisata ini bukan berarti kita memancing buaya, kita tangkap, lalu dipotong dan dagingnya dibagikan. Bukan seperti itu. Ini wisata memberi makan buaya langsung di habitatnya," ujar Halikinnor di Sampit, Senin.
Menurut Halikinnor, ada beberapa pertimbangan sehingga dirinya mewacanakan wisata buaya. Tentu tujuannya untuk konservasi atau penyelamatan, sekaligus memanfaatkannya menjadi peluang untuk destinasi wisata baru.
Wilayah selatan Kotawaringin Timur, khususnya Kecamatan Mentaya Hilir Utara, Mentaya Hilir Selatan, Teluk Sampit dan Pulau Hanaut, terdapat populasi buaya. Ada buaya muara (Crocodylus porosus) dan buaya capit atau senyulong (Tomistoma Schlegelii).
Sudah tidak terhitung insiden konflik buaya dengan manusia hingga jatuh korban jiwa. Bahkan pernah korban dimangsa buaya yang tidak ditemukan lagi jasadnya.
Penanganan kejadian ini cukup sulit karena populasi buaya diperkirakan cukup banyak. Selain itu, keberadaannya di alam bebas di Sungai Mentaya dan anak sungai hingga ke muara laut. Bahkan sudah sering buaya terlihat hingga di Pantai Ujung Pandaran.
Fakta ini cukup mengkhawatirkan karena sebagai masyarakat masih sering beraktivitas di sungai setiap harinya sehingga rawan serangan buaya. Di sisi lain, perburuan buaya juga sulit, apalagi hewan liar ini kini sudah termasuk satwa yang dilindungi oleh negara.
Untuk itulah Halikinnor memunculkan ide wisata buaya yang dikaitkan dengan konservasi atau pelestarian. Dengan wisata memberi makan buaya, maka kecemasan ini justru bisa dikelola untuk mendatangkan manfaat, bahkan nilai ekonomi bagi masyarakat dan daerah.
Selain itu, cara ini diharapkan secara perlahan akan menggiring habitat buaya untuk dilokalisir di kawasan tertentu yang jauh dari permukiman sehingga potensi konflik dengan manusia bisa semakin berkurang.
Baca juga: 'Ngopi' jadi ajang KPU Kotim minta dukungan semua pihak sukseskan pemilu
Dia mencontohkan wisata orang utan di Taman Nasional Tanjung Puting Kabupaten Kotawaringin Barat yang sudah mendunia. Populasi satwa langka itu bisa dikelola dan dijadikan destinasi wisata yang mampu menggerakkan roda perekonomian.
"Wisatawan diajak melihat petugas memberi makan orang utan di tempat dan waktu yang sudah dijadwalkan. Ini suguhan menarik bagi wisatawan, khususnya turis asing. Selain itu, naluri binatang itu mereka akan datang ketika diberi makan. Kalau kenyang, mereka tidak memangsa lagi," jelas Halikinnor.
Halikinnor berencana mengajak instansi terkait untuk meninjau sebuah lokasi yang terdapat habitat buaya dan bekantan. Jika layak dengan berbagai pertimbangan, lokasi itu bisa menjadi opsi ketika wacana wisata buaya tersebut akan direalisasikan.
Jika terwujud, nantinya pemerintah daerah akan mengalokasikan anggaran untuk operasional pengelolaan wisata buaya. Wisatawan bisa berkunjung untuk merasakan sensasi memberi makan buaya langsung di habitatnya di alam bebas.
Halikinnor berharap masyarakat turut mendukung sektor pariwisata karena dampaknya akan sangat luas bagi perekonomian daerah. Wisatawan yang datang akan mengeluarkan uangnya di Kotawaringin Timur untuk transportasi, konsumsi, hotel, hiburan, oleh-oleh dan lainnya.
Dampaknya jelas akan dirasakan langsung oleh masyarakat sehingga diharapkan dapat meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan. Secara tidak langsung, daerah juga akan mendapat dampak positifnya berupa pemasukan pajak dari kegiatan ekonomi yang terjadi.
Menurut Halikinnor, wisata tidak melulu berupa pantai, laut, hutan maupun pemandangan alam lainnya. Wisata bisa dibuat, seperti hiburan, permainan, seni, bahkan kegiatan olahraga.
"Seperti saat kita menjadi tuan rumah Porprov kemarin, perputaran uang di Kotawaringin Timur sangat besar dari aktivitas ribuan orang yang datang ke sini. Makanya kita akan menggelar kegiatan-kegiatan besar seperti lomba burung kicau, lomba mancing dan lainnya karena dampaknya bagus terhadap perekonomian," ujarnya.
Halikinnor mengakui setiap wacana pasti akan menimbulkan pro dan kontra. Namun dia mengajak masyarakat untuk berpikir jernih karena apa yang dilakukan pemerintah tentu untuk sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat.
Baca juga: Disdik Kotim nobar film 'Tegar' untuk penguatan pendidikan karakter
Baca juga: Bupati Kotim minta warga bongkar bangunan menghambat normalisasi sungai
Baca juga: 'New Year Fair 2024' jadi sarana sosialisasi MPP Habaring Hurung