Pemerhati sekaligus Motivator Batik Indra Tjahjani menyebutkan sentuhan malam atau lilin panas menjadi ciri khas dari sebuah batik, yang kemudian digambar menggunakan canting maupun cap tembaga, hingga akhirnya dicelupkan ke dalam cairan pewarna.
"Jadi, kalau prosesnya membuat malam panas, kemudian menggunakan canting atau cap tembaga, dan kemudian dicelup, itu yang disebut batik. Jadi, mohon maaf kalau tidak memakai malam panas, dia tidak disebut batik, mungkin tekstil atau kain yang bermotif batik," kata Indra saat konferensi pers Hari Batik Nasional yang diselenggarakan Tokopedia di Jakarta, Rabu.
Lebih lanjut, penggunaan malam panas adalah kunci dalam identitas batik, seperti yang diakui oleh UNESCO pada 30 September 2009, ketika batik resmi diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda.
Baca juga: Berikut cara merawat dan mencuci batik
Pengakuan tersebut diberikan, karena batik tidak hanya kaya akan keindahan visual, tetapi juga memiliki makna simbolis yang erat kaitannya dengan status sosial dan siklus kehidupan masyarakat Indonesia.
Dahulu, motif batik tertentu menunjukkan asal-usul seseorang, apakah ia berasal dari keluarga keraton, saudagar, petani, atau nelayan.
Bahkan, motif batik juga digunakan dalam berbagai upacara adat, mulai dari kelahiran hingga kematian. Misalnya, motif Sido Asih dan Sido Mukti sering dipakai dalam pernikahan, dengan harapan agar pengantin hidup sejahtera dan penuh kasih sayang.
Baca juga: Mengenal perbedaan proses pembuatan batik tulis dan cap
Selain itu, batik juga mencerminkan kearifan lokal dan identitas nasional. Namun, di era modern, batik sudah mulai menjadi bagian dari gaya hidup, dipakai sehari-hari sebagai simbol kebanggaan akan warisan budaya.
"Tetapi mungkin saat ini berubah, batik adalah gaya hidup, dan harus menjadi gaya hidup kita. Nanti setiap hari pakai batik, berbatik ria," ungkapnya.
Indra menyebut peringatan Hari Batik Nasional setiap 2 Oktober menjadi momentum penting untuk mengingatkan masyarakat akan pentingnya melestarikan budaya.
Baca juga: Peragaan busana nasional kenalkan wastra Kalimantan Tengah
Dengan perkembangan teknologi, produk batik kini lebih mudah ditemukan melalui platform digital, pasalnya para perajin batik telah memanfaatkan e-commerce untuk menjual produk mereka.
Meski begitu, edukasi tetap diperlukan agar masyarakat memahami perbedaan antara batik tulis, batik cap, dan batik motif yang hanya dicetak secara digital.
Bagi generasi muda, batik tidak lagi dianggap kuno, bahkan komunitas-komunitas pencinta kain tradisional mulai tumbuh di berbagai daerah untuk mengajak anak muda berkain dan menjadikan batik sebagai bagian dari keseharian.
Hal tersebut menunjukkan bahwa batik bukan hanya merupakan warisan budaya, tetapi juga memiliki potensi besar sebagai tren mode modern yang penuh makna.
Baca juga: Ternyata ini manfaat menyelupkan lem pada batik Bali
"Jadi, kalau prosesnya membuat malam panas, kemudian menggunakan canting atau cap tembaga, dan kemudian dicelup, itu yang disebut batik. Jadi, mohon maaf kalau tidak memakai malam panas, dia tidak disebut batik, mungkin tekstil atau kain yang bermotif batik," kata Indra saat konferensi pers Hari Batik Nasional yang diselenggarakan Tokopedia di Jakarta, Rabu.
Lebih lanjut, penggunaan malam panas adalah kunci dalam identitas batik, seperti yang diakui oleh UNESCO pada 30 September 2009, ketika batik resmi diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda.
Baca juga: Berikut cara merawat dan mencuci batik
Pengakuan tersebut diberikan, karena batik tidak hanya kaya akan keindahan visual, tetapi juga memiliki makna simbolis yang erat kaitannya dengan status sosial dan siklus kehidupan masyarakat Indonesia.
Dahulu, motif batik tertentu menunjukkan asal-usul seseorang, apakah ia berasal dari keluarga keraton, saudagar, petani, atau nelayan.
Bahkan, motif batik juga digunakan dalam berbagai upacara adat, mulai dari kelahiran hingga kematian. Misalnya, motif Sido Asih dan Sido Mukti sering dipakai dalam pernikahan, dengan harapan agar pengantin hidup sejahtera dan penuh kasih sayang.
Baca juga: Mengenal perbedaan proses pembuatan batik tulis dan cap
Selain itu, batik juga mencerminkan kearifan lokal dan identitas nasional. Namun, di era modern, batik sudah mulai menjadi bagian dari gaya hidup, dipakai sehari-hari sebagai simbol kebanggaan akan warisan budaya.
"Tetapi mungkin saat ini berubah, batik adalah gaya hidup, dan harus menjadi gaya hidup kita. Nanti setiap hari pakai batik, berbatik ria," ungkapnya.
Indra menyebut peringatan Hari Batik Nasional setiap 2 Oktober menjadi momentum penting untuk mengingatkan masyarakat akan pentingnya melestarikan budaya.
Baca juga: Peragaan busana nasional kenalkan wastra Kalimantan Tengah
Dengan perkembangan teknologi, produk batik kini lebih mudah ditemukan melalui platform digital, pasalnya para perajin batik telah memanfaatkan e-commerce untuk menjual produk mereka.
Meski begitu, edukasi tetap diperlukan agar masyarakat memahami perbedaan antara batik tulis, batik cap, dan batik motif yang hanya dicetak secara digital.
Bagi generasi muda, batik tidak lagi dianggap kuno, bahkan komunitas-komunitas pencinta kain tradisional mulai tumbuh di berbagai daerah untuk mengajak anak muda berkain dan menjadikan batik sebagai bagian dari keseharian.
Hal tersebut menunjukkan bahwa batik bukan hanya merupakan warisan budaya, tetapi juga memiliki potensi besar sebagai tren mode modern yang penuh makna.
Baca juga: Ternyata ini manfaat menyelupkan lem pada batik Bali