Sampit (ANTARA) - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah Rimbun bersama anggota Komisi II meninjau kondisi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan mendapati bahwa kekurangan sarana prasarana atau sarpras menjadi kendala utama penanganan sampah.
“Kami mendukung Dinas Lingkungan Hidup (DLH) untuk pemenuhan sarpras dalam rangka pengelolaan sampah. Karena keterbatasan sarpras, terutama untuk mobilisasi mereka selama ini menjadi kendala dalam menjalankan tupoksi,” kata Rimbun di Sampit, Kamis.
Penanganan sampah di Kotim, khususnya Kota Sampit belakangan menjadi sorotan legislator setempat. Sehari sebelumnya Rimbun juga meninjau lokasi tempat pembuangan sampah liar di Jalan Sawit Raya dan kali ini TPA juga menjadi sasarannya.
Kegiatan ini turut melibatkan DLH Kotim selaku leading sector penanganan sampah. Dalam peninjauan itu, Rimbun dan anggota Komisi II DPRD melihat langsung tumpukan sampah yang belum dikelola dengan baik akibat kekurangan alat.
Kondisi itu diperkirakan akan memberikan dampak lebih besar dalam beberapa bulan kedepan jika terus dibiarkan. Pada akhirnya tidak ada tempat lagi di TPA untuk menampung sampah-sampah yang sudah membukit.
“Oleh sebab itu, kami mendorong pemerintah daerah agar bisa memberikan sarpras atau fasilitas yang diperlukan untuk mendukung operasional dan kinerja DLH,” ujarnya.
Rimbun juga menyampaikan, dalam waktu dekat pihaknya akan menggelar rapat melibatkan anggota legislatif, eksekutif dan pihak ketiga, seperti perusahaan perkebunan kelapa sawit dan pertambangan untuk bersama-sama membahas permasalahan ini.
Khususnya kepada pihak ketiga diharapkan bisa membantu melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) untuk pengadaan alat-alat penunjang kinerja DLH, seperti truk, eskavator dan buldozer.
Kemudian kepada pemerintah daerah bersama Komisi II agar dalam pembahasan APBD Murni 2025 bisa menganggarkan sebagian sarpras yang dibutuhkan DLH dengan menyesuaikan kemampuan anggaran daerah.
Baca juga: DPRD Kotim dorong revitalisasi pasar PPM dan PIM
Pihaknya juga meminta Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah agar segera menyalurkan dana bagi hasil sesuai jadwal dan aturan yang berlaku, karena Pemkab Kotim sangat membutuhkan dana itu untuk mengakomodir kebutuhan di daerah.
“Nanti kita kumpulkan dan bicarakan bersama, sehingga 2025 mendatang ada beberapa alat yang bisa diakomodir kebutuhan sarpras DLH, sehingga bisa memberikan kenyamanan dan pelayanan kepada masyarakat di bidang penangan sampah dan tidak lagi meresahkan masyarakat dengan tumpukan sampah,” tuturnya.
Rimbun juga menyinggung terkait TPS liar di Jalan Sawit Raya yang merupakan salah satu dampak kurang optimalnya pengelolaan sampah di Kotim. Ia tidak ingin kondisi demikian terjadi di lokasi lainnya yang tidak hanya dapat meresahkan tapi juga menimbulkan konflik di masyarakat, khususnya pemilik lahan yang digunakan sebagai TPS liar.
Disamping itu, ia menekankan pengelolaan sampah yang baik adalah kunci jika pemerintah daerah ingin Kotim kembali meraih penghargaan adipura dari kementerian.
Sementara itu, Kepala DLH Kotim Machmoer tidak menampik kurang optimalnya pengelolaan sampah yang dilaksanakan pihaknya. Namun, hal itu bukan atas kesengajaan.
DLH Kotim pun telah memetakan sejumlah permasalahan dan kendala yang menyebabkan kurang optimalnya pengelolaan sampah tersebut.
“Permasalahan dan kendala ini yang kami usulkan dan yang kami perlukan, dimana untuk mengatasi itu membutuhkan dana yang tidak sedikit,” ucapnya.
Pihaknya mencatat lima permasalahan dan kendala utama dalam penanganan sampah. Pertama, belum adanya master plan atau rencana induk pengelolaan sampah di Kotim yang untuk itu memerlukan biaya Rp500 juta.
Baca juga: TPS liar bermunculan, DPRD Kotim pertanyakan keseriusan pemkab atasi sampah
Kedua, perlu penanganan operasional TPA dengan sistem Sanitary Landfill atau Control Landfill yang memerlukan biaya kurang lebih Rp34 miliar. Ketiga, perubahan pola hidup masyarakat saat ini banyak menggunakan kemasan plastik.
Keempat, belum adanya motivasi pemilahan sampah dari sumber dengan menerapkan metode 3R, yakni Reuse, Reduce dan Recycle. Kelima, perlunya regulasi dan sanksi yang kuat dalam melaksanakan pengelolaan dan pengendalian sampah diperlukan biaya Rp 500 juta.
Disamping itu, pihaknya juga mencatat sarpras yang diperlukan untuk optimalisasi pengelolaan sampah, yakni penambahan dua unit ekskavator PC200 senilai Rp5 miliar, dua unit buldozer senilai Rp6 miliar, satu unit loader senilai Rp1 miliar.
Selanjutnya, perbaikan berat terhadap jembatan timbang senilai Rp100 juta, penambahan enam unit dump truck senilai Rp5 miliar dan sepuluh unit bak kontainer senilai Rp1 miliar, pengadaan dua unit mesin gibrig lengkap senilai Rp4 miliar.
Pengadaan satu unit incinerator senilai Rp3 miliar, perubahan dokumen lingkungan senilai Rp500 juta dan perlunya sumber daya manusia dan mekanik alat berat sebanyak tujuh orang.
“Berdasarkan perhitungan tersebut, maka kata kunci untuk Sampit Bersih dan Sehat memerlukan biaya sebesar Rp60,6 miliar,” imbuhnya.
Ia menambahkan, pihaknya pun telah melakukan upaya-upaya untuk memenuhi kebutuhan tersebut, yaitu melalui usulan-usulan dengan proposal koordinasi dan konsultasi yang disampaikan kepada DLH Kalteng, Dinas Kehutanan Kalteng, Dinas PUPR Kalteng, DPPW Kalteng, Bappenas, KLHK, Kementerian PUPR, Kementerian Keuangan, Kemendagri dan mitra kerja di DPR RI.
“Kami membutuhkan sumber dana dan kami terus mengupayakan baik itu yang bersumber dari APBD Kotim, APBD Kalteng hingga APBN. Kami terus berjuang,” demikian Machmoer.
Baca juga: Enam rekomendasi DPRD terkait pelayanan RSUD dr Murjani Sampit
Baca juga: Legislator Kotim sarankan pecat ASN yang jadi pengedar narkoba
Baca juga: DPRD Kotim minta penerangan dan infrastruktur jalan kota lebih diperhatikan