Sampit (ANTARA) - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah mendesak pemerintah daerah, agar mengambil tindakan terhadap belasan perusahaan besar swasta (PBS) yang belum mengantongi Hak Guna Usaha (HGU).
"Kami minta pemerintah daerah, baik kabupaten maupun provinsi, membantu PBS yang belum menyelesaikan HGU. Ini menyangkut kepentingan daerah dalam menggali pendapatan asli daerah (PAD)," kata Ketua DPRD Kotim Rimbun di Sampit, Rabu.
Ia menjelaskan, agar bisa mandiri khususnya dari segi anggaran, pemerintah daerah dituntut untuk dapat mengoptimalkan penggalian PAD. Terlebih, dengan adanya kebijakan efisiensi anggaran dari pemerintah pusat, maka daerah harus bekerja lebih keras dalam mengoptimalkan penggalian PAD tersebut.
"Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebagai salah satu sumber PAD di Kotim memiliki potensi yang cukup besar, namun belum bisa dimanfaatkan secara optimal akibat masih banyak perusahaan yang belum mengantongi HGU," ucapnya.
Berdasarkan data yang pihaknya terima, ada 16 PBS di Kotim yang belum menyelesaikan HGU, padahal potensi BPHTB dari belasan PBS tersebut nilainya mencapai Rp844 miliar.
Nominal itu terbilang sangat besar, bahkan beberapa kali lipat dibanding anggaran yang dipangkas dari pemerintah pusat dalam rangka efisiensi anggaran. Apabila BPHTB itu bisa diserap optimal, maka program pembangunan di Kotim bisa lebih baik lagi.
"Namun, kendala kita sekarang adalah belasan PBS itu belum mengantongi HGU, jadi ktia belum bisa menarik BPHTB. Dampaknya kita tidak bisa memaksimalkan, mengakomodir dan merealisasikan keinginan masyarakat untuk pembangunan," tuturnya.
Rimbun menambahkan, sesuai Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan memang memungkinkan PBS yang sudah mengantongi izin usaha perkebunan (IUP) untuk tetap beroperasi walau belum menyelesaikan HGU. Hal ini tidak boleh dibiarkan terus menerus, karena akan menjadi kerugian bagi daerah yang menjadi lokasi usaha.
"Apalagi sejumlah perusahaan bahkan diketahui telah beroperasi puluhan tahun, namun pemerintah daerah belum bisa menarik BPHTB sebab kendala HGU," kata Rimbun.
Sebelumnya, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Ramadansyah menyampaikan bahwa dari sebelas jenis pajak yang menjadi sumber PAD memang BPHTB menjadi salah satu yang paling rendah tingkat serapannya pada 2024, yakni hanya 6,95 persen dari target Rp349 miliar lebih.
Baca juga: Disdik Kotim dorong penyelesaian kasus dugaan guru pukul murid secara damai
Penyusunan target BPHTB mengacu pada banyaknya perusahaan perkebunan swasta yang belum memiliki izin HGU, dengan harapan apabila perusahaan mengurus HGU maka serapan BPHTB bisa lebih tinggi.
Kendati, ia menegaskan bahwa pengurusan HGU merupakan kewenangan pemerintah pusat melalui kementerian terkait, sehingga Pemkab Kotim tidak bisa berbuat banyak selain mendorong perusahaan untuk segera menyelesaikan HGU.
"Tapi kami dapat informasi dari ATR/BPN Kotim bahwa sudah ada beberapa perusahaan yang melakukan pengajuan HGU ke kementerian, kita doakan saja supaya lancar. Kalau itu terealisasi, artinya mereka bisa menyelesaikan kewajiban ke daerah," demikian Ramadansyah.
Baca juga: Generasi muda Kotim dilibatkan dalam upaya antisipasi hoaks
Baca juga: Bank Indonesia ingatkan masyarakat waspadai peredaran uang palsu
Baca juga: DPRD Kotim dorong pemerataan Program MBG hingga pelosok