Kemunculan buaya hampir setiap hari dilaporkan ke BKSDA Sampit

id Balai Konservasi Sumber Daya Alam, BKSDA, Resort Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kotim, Kalimantan Tengah, Kalteng

Kemunculan buaya hampir setiap hari dilaporkan ke BKSDA Sampit

Dokumentasi warga terkait kemunculan buaya di Sungai Lepeh Kecamatan Pulau Hanaut, Kotim, Senin (7/4/2025). ANTARA/HO.

Sampit (ANTARA) - Intensitas kemunculan buaya di perairan pemukiman meningkat, pasalnya dalam sepekan terakhir hampir setiap hari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Resort Sampit Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah menerima laporan dari warga.

"Laporan kemunculan buaya dalam satu minggu terakhir hampir setiap hari kami terima. Utamanya, satwa itu muncul untuk mencari makan," kata Komandan BKSDA Resort Sampit Muriansyah di Sampit, Selasa.

Hal ini menunjukkan terjadinya perubahan perilaku pada satwa tersebut. Jika dulu, buaya sering muncul pada periode tertentu, seperti pergantian musim yang identik dengan masa kawin dan bertelur buaya, tetapi sekarang tidak lagi demikian.

Muriansyah menjelaskan, kondisi tersebut berkaitan dengan kerusakan habitat yang berdampak pada berkurangnya pakan alami buaya, seperti ikan, babi, monyet, lutung, bekantan, rusa dan lainnya.

Pakan alami yang sulit didapat mendorong buaya dengan insting mencari makan atau mangsa berpindah daerah baru, termasuk perairan di kawasan pemukiman, sehingga tak heran kemunculan buaya yang terlihat oleh manusia pun menjadi lebih sering.

Apalagi, ada beberapa perilaku manusia yang dapat mengundang kedatangan buaya dan hal itu masih sering dilakukan, seperti memelihara terkena di sekitar sungai, membuang bangkai ke sungai dan membuang sampah rumah tangga ke sungai yang mengundang satwa seperti biawak dan kera yang menjadi pakan alami buaya.

"Musim kawin itu memang salah satu faktor, tapi faktor utama kemunculan buaya di perairan pemukiman itu adalah mencari makan. Makanya, dalam banyak kesempatan kami mengimbau masyarakat untuk menghindari tindakan yang bisa mengundang kedatangan buaya," ujarnya.

Ia melanjutkan, dalam sepekan terakhir pihaknya menerima sejumlah laporan kemunculan buaya di perairan Sungai Mentaya Kecamatan Teluk Sampit, Pulau Hanaut, Mentaya Hilir Selatan, Mentaya Hilir Utara, Seranau, Kota Besi dan Cempaga.

Baca juga: Bupati Kotim lepas purna tugas staf ahli dengan pujian

Sementara itu, berdasarkan data pihaknya sejak 2010 hingga April 2025 tercatat ada 52 kasus konflik antara buaya dan manusia yang terjadi di Kotim. Sembilan korban di antaranya meninggal dunia, sedangkan yang lainnya mengalami luka ringan hingga berat.

Ia menyadari bahwa masih banyak masyarakat di Kotim yang bergantung pada sungai untuk aktivitas sehari-hari, seperti mencuci, mandi, kakus hingga mencari ikan. Untuk itu, tidak mungkin sepenuhnya melarang masyarakat untuk turun ke sungai. Namun, dengan meningkatnya kemunculan buaya di perairan sekitar pemukiman ini, ia mengimbau masyarakat agar dapat meningkatkan kewaspadaan ketika beraktivitas di sungai, terutama pada malam hari atau kondisi gelap.

"Kalau mandi usahakan jangan menceburkan diri ke sungai. Kita tidak tahu kapan dan di mana buaya akan muncul dan terlihat. Karena buaya berada di dalam air. Maka dari itu, kita yang harus lebih hati-hati dan waspada," demikian Muriansyah.

Baca juga: Hikmah Ramadhan, ASN Kotim diharap mampu pertahankan budaya disiplin

Baca juga: Kotim peringkat tiga terluas tanam padi di Kalteng

Baca juga: Marak kebakaran, DPRD Kotim imbau masyarakat tingkatkan kewaspadaan