Ketika jalan hidup tak mengarah ke oerguruan tinggi, apa makna TKA bagi mereka

id Kalteng,BPMP Provinsi Kalimantan Tengah Dr ,Tomy Haridjaya,palangka raya

Ketika jalan hidup tak mengarah ke oerguruan tinggi, apa makna TKA bagi mereka

Kepala BPMP Provinsi Kalimantan Tengah Dr Tomy Haridjaya (ANTARA/ BPMP Provinsi Kalimantan Tengah)

Palangka Raya (ANTARA) - Tidak semua jalan setelah SMA/SMK berujung pada bangku kuliah. Ada yang memilih bekerja, ada yang membantu keluarga, ada yang belajar keterampilan melalui kursus keahlian tertentu, bahkan ada yang langsung membangun usaha kecil-kecilan.

Namun, satu hal pasti bahwa setiap siswa memiliki masa depan, meskipun jalannya berbeda. Kepala BPMP Provinsi Kalimantan Tengah Dr Tomy Haridjaya SSos MM di Palangka Raya, Senin mengatakan, di tengah perubahan besar dalam dunia pendidikan, hadir Tes Kemampuan Akademik (TKA).

"Sebagian orang menganggap TKA pada jenjang SMA/SMK hanya penting bagi mereka yang akan melanjutkan ke perguruan tinggi," katanya.
Namun, jika dilihat lebih dalam, TKA sejatinya menyentuh sesuatu yang lebih mendasar, bukan tentang kampus, tetapi tentang kemampuan berpikir sebagai manusia yang siap menghadapi kehidupan.

TKA bukan penghakiman, tetapi kesempatan melihat diri sendiri.

Menurut Kepala BPMP Provinsi Kalimantan Tengah, seorang anak yang langsung bekerja setelah lulus SMA/SMK mungkin tidak pernah memegang transkrip nilai lagi, kecuali suatu saat melanjutkan studi lagi ke jenjang yang lebih tinggi.

Namun, para lulusan akan memegang keputusan setiap hari tentang bagaimana mengatur waktu, bagaimana menyelesaikan masalah, dan bagaimana berinteraksi dengan orang lain.
"Semua itu membutuhkan kemampuan bernalar, bukan hafalan," kata Tomy Haridjaya.

Dia mengatakan, TKA bukan soal berapa banyak materi pelajaran yang diingat siswa, melainkan bagaimana ia berpikir. Tes ini mengukur logika, pemahaman, kemampuan membaca informasi, menganalisis situasi, dan mengambil keputusan.

"Kemampuan ini dipakai bukan hanya di kampus, tetapi juga di kehidupan nyata," katanya.

TKA mengubah fokus dari nilai akademik ke jejak kemampuan berpikir

Tomy Haridjaya mengatakan, selama bertahun-tahun, pendidikan sering menilai siswa dari apa yang mereka tahu, bukan dari bagaimana mereka berpikir.
"TKA mengubah itu," katanya.

Dia mengatakan, dalam TKA, siswa tidak diuji berdasarkan seberapa banyak materi yang mereka hafal, tetapi seberapa dalam kemampuan bernalarnya terbentuk.
Ada anak yang mungkin tidak nyaman dengan hafalan, tetapi sangat kuat dalam bernalar.

Dia mengatakan, ada yang mungkin tidak menonjol dalam pelajaran tertentu, tetapi mampu melihat solusi ketika orang lain menyerah. TKA memberikan kesempatan bagi siswa untuk melihat kekuatan itu.

TKA sebagai cermin diri bagi siswa yang tidak kuliah.

Tomy Haridjaya mengatakan, setelah lulus SMA, dunia tidak lagi memberi soal pilihan ganda, yang muncul adalah pilihan hidup, konsekuensi keputusan, dan tanggung jawab akan hasilnya.
Siswa yang mengikuti TKA mendapatkan sesuatu yang sangat jarang dimiliki oleh anak muda seusia mereka yaitu kesadaran tentang kemampuan berpikir dirinya sendiri.

Mereka melihat di mana kekuatannya, di mana kelemahannya, dan di mana ia perlu bertumbuh, bukan berdasarkan nilai raport atau ranking, tetapi berdasarkan peta penalaran dirinya sendiri.

TKA sebagai modal hidup dan bukan hanya modal akademik

Kepala BPMP Provinsi Kaleng mengatakan, kemampuan bernalar adalah modal hidup. Lulusan SMA/SMK yang bekerja di toko retail membutuhkan kemampuan mengolah angka.
"Yang bekerja di bengkel membutuhkan kemampuan analisis. Yang berjualan online membutuhkan kemampuan melihat peluang dan membaca situasi," katanya.
Di luar negeri, banyak perusahaan (termasuk startup) mulai melihat tes penalaran sebagai bukti kemampuan, bukan asal gelar.
Semua itu tidak bergantung pada hafalan pelajaran.

"Semua bergantung pada kemampuan berpikir, kemampuan yang dilatih melalui TKA," katanya.

Tidak semua siswa melanjutkan studi ke perguruan tinggi. Tetapi setiap anak melanjutkan hidup. Dan dalam hidup, bukan nilai yang menyelamatkan kita, tetapi kemampuan untuk berpikir, mengambil keputusan, dan menyelesaikan masalah.

TKA hadir untuk membantu setiap anak melihat kemampuan bernalarnya, agar ia lebih siap menghadapi kehidupannya, apa pun jalannya.

"TKA bukan tentang siapa yang masuk universitas. TKA adalah tentang siapa yang siap menghadapi kehidupan," kata Tomy Haridjaya


Pewarta :
Editor : Admin Portal
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.