Yogyakarta (ANTARA) - Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengatakan kolaborasi triple helix antara perguruan tinggi, pemerintah dan industri menjadi kunci untuk mewujudkan Indonesia memiliki mobil listrik 2025 yang bisa diproduksi massal.
"Harapannya sampai di tahun 2025 Indonesia sudah punya mobil listrik sendiri. Ini sebenarnya tinggal bangun secara bertahap untuk kolaborasi dengan industri. Sekarang masalah 'spare part' (onderdil), maka untuk spare part harus kita gandeng industri yang menghasilkan komponen," kata Nasir dalam acara peluncuran mobil listrik Garuda Universitas Negeri Yogyakarta di Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat malam.
Dia menuturkan masalah utama dari pengembangan mobil listrik adalah kebutuhan akan baterai lithium karena baterai ini akan memegang peranan sekitar 30-35 persen dari total biaya mobil listrik. Dengan nilai yang masih cukup signifikan untuk baterai tersebut, maka riset di bidang baterai harus dikembangkan terus.
Saat ini, Universitas Sebelas Maret (UNS), Surakarta sedang mengembangkan baterai lithium. Indonesia juga sedang mengembangkan teknologi untuk memproses bahan baku lithium di Halmahera dan plat nikel untuk baterai di Morowali sehingga ketahanan baterai akan lebih tinggi.
Jika bahan baku baterai tersebut telah dapat diproses secara lokal di Indonesia, akan menghemat biaya atau harga terhadap satu kendaraan mobil listrik.
Pemerintah juga sudah mendorong kebijakan terkait insentif yang diberikan kepada industri yang akan menghasilkan mobil atau motor listrik, berupa "super tax deduction" atau pengurangan pajak yang berlipat bagi para industri yang mengembangkan teknologi baru, khususnya di bidang kendaraan listrik.
Peraturan presiden terkait super tax deduction tersebut sedang menunggu ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo.
"Kalau ini (super tax deduction) sudah jalan, industri akan bisa mengembangkan itu, sehingga kerugian-kerugian terhadap riset itu bisa di-'cover' dengan pajak yang dikembalikan nanti kepada para produsen," tuturnya.
Dia mengatakan, baterai lithium tersebut ditargetkan sudah dapat diproduksi lokal pada 2022.
"Kami setiap tahun memberikan anggaran untuk mobil listrik sekitar Rp100 miliar, yang kami anggarkan untuk mendorong riset di bidang mobil listrik," tuturnya.
Dia mengatakan, untuk pemenuhan komponen mobil listrik, ada peluang bagi sekolah menengah kejuruan untuk berpartisipasi menghasilkan komponen mobil listrik.
Dia mendorong berbagai upaya untuk percepatan perwujudan mobil listrik nasional. Saat ini, telah ada konsorsium mobil listrik yang melibatkan perguruan tinggi, yakni Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Universitas Sebelas Maret (UNS)Surakarta, dan Institut Teknologi Sepuluh November (ITS)Surabaya. Perguruan-perguruan tinggi lain sebagai pendukung.