Legislator Kotim : Daerah penghasil rotan harus bersatu perjuangkan nasib petani

id Legislator Kotim : Daerah penghasil rotan harus bersatu perjuangkan nasib petani,DPRD Kotim,Muhammad Arsyad,Kotawaringin Timur,Sampit,Larangan ekspor

Legislator Kotim : Daerah penghasil rotan harus bersatu perjuangkan nasib petani

Anggota Komisi II DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur Muhammad Arsyad saat menyerap aspirasi petani dan pelaku bisnis rotan di kabupaten setempat. ANTARA/HO-Dokumentasi Pribadi

Sampit (ANTARA) - Anggota Komisi II DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah Muhammad Arsyad menilai, daerah penghasil rotan di Indonesia harus bersatu memperjuangkan nasib petani rotan agar bisa bangkit dari keterpurukan.

"Harus bersama, kompak memperjuangkan ini ke pusat. Kita ajak dialog untuk membuka mata dan hati pemerintah pusat untuk melihat fakta yang terjadi di lapangan. Petani rotan terpuruk akibat kebijakan larangan ekspor rotan," kata Arsyad di Sampit, Selasa.

Larangan ekspor rotan mentah tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 35/2011 tentang Kebijakan Ekspor Rotan dan Produk Rotan. Pemerintah beralasan kebijakan tersebut untuk mendorong tumbuhnya industri rotan dalam negeri.

Menurut Arsyad, kebijakan itu hanya menguntungkan pelaku industri rotan, namun mengorbankan petani rotan yang jumlahnya jauh lebih banyak. Kotawaringin Timur termasuk salah satu daerah yang merasakan dampak buruk kebijakan tersebut karena puluhan ribu petani rotan menjadi terpuruk.

Sejak kebijakan itu diberlakukan, sektor rotan di Kotawaringin Timur terpuruk. Banyak usaha pengolahan rotan mentah bangkrut akibat keran ekspor ditutup, bahkan tidak terhitung lagi banyaknya petani dan pekerja rotan yang kehilangan pekerjaan sehingga memicu meningkatnya angka kemiskinan.

Saat ini banyak petani rotan terpaksa beralih ke profesi lain, bahkan tidak sedikit yang membabat kebun rotan mereka dan menggantinya dengan kebun kelapa sawit. Padahal komoditas kelapa sawit pun saat ini juga sedang mengalami masa sulit.

Kondisi ini sangat disayangkan karena membuat masyarakat menderita, apalagi di tengah harga kebutuhan yang semakin tinggi, ditambah naiknya iuran jaminan kesehatan. Arsyad khawatir warga mengambil jalan pintas dan akhirnya menjual kebun mereka karena terdesak kebutuhan ekonomi.

Industri rotan di Indonesia hanya menyerap sangat kecil dari panen rotan mentah di negara ini sehingga banyak yang tidak terserap. Kondisi ini justru membuat penyelundupan rotan meningkat.

Mendorong industrialisasi rotan dinilai bukan solusi untuk jangka pendek karena pangsa pasar produk rotan yang dihasilkan juga terbatas. Berbeda dengan ekspor rotan mentah karena negara pengimpor yang mengolahnya sesuai dengan kebutuhan mereka.

Produk rotan di Kalimantan Tengah juga sulit bersaing dengan daerah lain karena masalah kualitas, biaya produksi tinggi, biaya transportasi tinggi dan kendala lainnya. Kondisi ini membuat produk rotan daerah ini terbatas dalam pemasaran.

Baca juga: Ferry Khaidir disambut hangat di Gerindra Kotim
Baca juga: Begini reaksi wisatawan asing menyaksikan 'Mampakanan Sahur dan Mamapas Lewu'

"Biaya operasional tinggi. Biaya tenaga kerja kita lebih mahal dan biaya kargo juga lebih mahal. Di Jawa, dari lokasi industri bisa langsung ke pelabuhan ekspor. Di tempat kita ini dikirim ke Jawa dulu, bongkar, baru dipindahkan dan dikirim lagi untuk ekspor," jelas politisi Partai Golkar.

Arsyad menilai, pengembangan produk rotan sampai benar-benar mendapatkan pasar yang stabil dan menguntungkan, tentu membutuhkan waktu. Namun kondisi di lapangan, saat ini masyarakat membutuhkan solusi secepatnya agar petani rotan bisa kembali bangkit.

Langkah cepat yang bisa diambil adalah merevisi aturan larangan ekspor rotan mentah. Minimal, ada kelonggaran agar rotan mentah bisa kembali diekspor meski dengan syarat-syarat tertentu seperti terkait ukuran, jumlah dan jenis rotan yang akan diekspor.

"Daerah penghasil rotan harus bersama-sama berjuang ke Kementerian. Dulu saya pernah terlibat memperjuangkan PKS (pabrik kelapa sawit) non-kebun. Kami berdiskusi di kementerian dan akhirnya ditemukan titik temu. Tidak berapa lama, aturan diubah sehingga ada peluang bagi berdirinya PKS non-kebun. Saya rasa ini bisa kita coba dalam hal solusi sektor rotan," demikian Arsyad.

Baca juga: PBB-P2 dioptimalkan dongkrak PAD Kotim
Baca juga: BKD Kotim siap bantu warga mendaftar seleksi CPNS