Sukamara (ANTARA) - Wakil Bupati Sukamara, Kalimantan Tengah Ahmadi mengatakan, Pandemi COVID-19 menjadi bencana kesehatan dan kemanusiaan yang berimbas pada semua lini kehidupan, serta meluas ke sektor sosial maupun ekonomi.
Hal tersebut ia sampaikan saat memimpin pembahasan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan kredit melawan rentenir yang dihadiri Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kalteng dan pihak Perbankan Sukamara.
“Penanganan telah dilakukan melalui langkah–langkah yang luar biasa, terutama melalui stimulus fiskal," katanya di Sukamara, Rabu.
Pemerintah terus berupaya menangani kebutuhan di bidang kesehatan, sosial dan ekonomi yang semuanya terdampak secara domino.
Kesehatan memukul sosial, sosial memukul ekonomi dan kemudian ekonomi memengaruhi dari sektor keuangan, terutama lembaga-lembaga keuangan seperti bank dan bukan bank.
Menurutnya, rancangan kebijakan APBN dan APBD diarahkan mempercepat realisasi PEN akibat pandemi COVID-19.
Hingga akhirnya mendorong reformasi struktural guna meningkatkan produktivitas, inovasi dan daya saing ekonomi, termasuk mempercepat transformasi ekonomi menuju era digital, serta pemanfaatan dan antisipasi perubahan demografi.
Dijelaskannya dari sisi sosial masyarakat, pemerintah mencoba meluncurkan stimulus maupun kebijakan guna mengurangi dampak COVID-19 yang sangat besar.
Kebingungan dan keresahan industri kecil menghadapi krisis ekonomi membuat sebagian besar masyarakat atau pelaku usaha mencari alternatif penyelamatan usaha dengan kredit cepat.
Banyaknya penawaran kredit yang dilakukan rentenir dan perusahaan fintech lending ilegal dengan syarat mudah, ditambah tingkat literasi masyarakat masih rendah mendorong perkembangan pelaku rentenir dan perusahaan fintech lending ilegal berkembang pesat.
"Secara tidak sadar justru makin melemahkan pelaku usaha kecil yang masih dalam tahap pemulihan,” ungkapnya.
Bahkan, kehadiran rentenir berkedok sebagai juru penyelamat keuangan, menimbulkan keresahan yang terus berlanjut bagi masyarakat.
Melalui berbagai penawaran menggiurkan untuk memberikan kemudahan dalam penyediaan dana segar secara cepat, sehingga mengakibatkan banyaknya masyarakat terjerumus dalam sistem pinjaman tidak resmi atau ilegal.
“Sisi lain, keterbatasan pemahaman masyarakat mengenai perhitungan bunga dan jaminan, semakin memberi ruang yang cukup luas bagi para rentenir," terangnya.
Perkembangan teknologi di era revolusi 4.0 ini juga tidak menghentikan para rentenir menawarkan kredit atau pembiayaan secara ilegal melalui platform elektronik.
Berdasarkan data yang disampaikan OJK pada Juni 2020, terdapat lebih dari 100 perusahaan fintech lending illegal yang beredar di kalangan masyarakat. Perlu langkah nyata mendekatkan masyarakat dengan produk dan layanan keuangan.
“Seluruh pemangku kepentingan di daerah bersama-sama harus mencari terobosan, memperluas akses keuangan mendukung kegiatan ekonomi yang lebih produktif dan merata,” ajak Ahmadi.
Dengan demikian, untuk mengatasi hal tersebut diperlukan komitmen dan dukungan dari seluruh pemangku kepentingan di daerah, mewujudkan implementasi kredit formal di seluruh Indonesia termasuk Sukamara.
“PEN dilakukan melalui penyediaan produk dari lembaga jasa keuangan formal. Kemudahan akses keuangan juga diharapkan dapat menjawab kebutuhan UMKM tentang permodalan sebagai penguatan sektor produktif dan prioritas di daerah,” tegasnya.