Legislator Kotim dorong penanganan penyebab banjir

id Legislator Kotim dorong penanganan penyebab banjir, DPRD Kotim, abadi, banjir, Sampit, Kotim, Kotawaringin Timur

Legislator Kotim dorong penanganan penyebab banjir

Ketua Fraksi PKB DPRD Kotawaringin Timur, Muhammad Abadi. ANTARA/Norjani

Sampit (ANTARA) - Ketua Fraksi PKB DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur Kalimantan Tengah Muhammad Abadi mendorong pemerintah daerah agar penanganan banjir juga diarahkan pada faktor-faktor penyebab banjir tersebut.

"Banjir yang melanda sejumlah titik di kawasan hulu memang tidak lepas dari kondisi alam yang mulai rusak. Kondisi ini bisa saja semakin parah jika tidak ada formulasi untuk mencegah dan menanggulanginya," kata Abadi di Sampit, Senin.

Saat ini banjir melanda belasan desa di lima kecamatan yang terletak di kawasan utara Kabupaten Kotawaringin Timur. Warga khawatir banjir bertambah parah karena curah hujan masih tinggi.

Banjir yang terjadi setiap tahunnya dinilai semakin parah. Kondisi ini tidak terlepas dari kondisi kerusakan fungsi lingkungan yang semakin parah sehingga membuat daya dukung serapan air terus berkurang dan memicu banjir bertambah parah.

Menurut Abadi, banjir memang disebabkan oleh musim hujan dan tingginya curah hujan. Namun, berkurangnya kemampuan hutan dalam menyerap air membuat banjir yang terjadi setiap tahun semakin parah.

Sayangnya, Abadi menilai belum terlihat upaya signifikan dari pemerintah untuk menangani pemicu banjir, misalnya dengan melakukan reboisasi atau menanami kembali hutan yang telah gundul. Justru, luas hutan diduga terus menyusut akibat berbagai sebab seperti kebakaran, pembukaan lahan perkebunan dan lainnya.

Baca juga: Ketua DPRD Kotim ajak masyarakat aktif periksa daftar pemilih

Berdasarkan peta, kawasan hutan di Kotawaringin Timur masih ada sebesar 70 persen dari luas wilayah kabupaten ini. Namun dengan pembukaan lahan, khususnya untuk perkebunan kelapa sawit, sisa hutan saat ini diperkirakan tersisa hanya sekitar 30 persen dari 1.554.456 hektare total luas wilayah Kotawaringin Timur.  

Menurutnya, idealnya kawasan hutan yang tersisa minimal 40 persen, sedangkan 60 persennya digunakan untuk pemanfaatan lainnya seperti investasi kehutanan dan perkebunan, termasuk juga permukiman. 

Kondisi ini diduga akibat ulah manusia yang tidak memikirkan kelestarian lingkungan untuk jangka panjang. Jika tidak dilestarikan, hutan Kotawaringin Timur dikhawatirkan akan terus menyusut dan dikhawatirkan membawa dampak buruk bagi lingkungan, seperti terjadinya banjir dan lainnya.

"Harus ada langkah nyata untuk menangani kerusakan hutan agar banjir yang terjadi tidak semakin parah. Kondisi seperti ini, yang menanggung deritanya adalah masyarakat," demikian Abadi.
 

Baca juga: Satu lantai RSUD Murjani Sampit disiapkan khusus penanganan COVID-19

Baca juga: Tidak gunakan masker, warga Sampit diberi sanksi ini