Artikel - Mengeja kembali Himpunan Mahasiswa Islam

id Artikel - Mengeja kembali Himpunan Mahasiswa Islam, Palangka raya, HMI, himpunan mahasiswa islam

Artikel - Mengeja kembali Himpunan Mahasiswa Islam

Penulis, Ahmad Safari Ramadani. ANTARA/HO-Dokumentasi Pribadi

Palangka Raya (ANTARA) - Di sebuah forum pengkaderan bernama Latihan Kader tingkat 1 (LK1). Sebuah tujuan telah dihaturkan, "Terbinanya Insan Akademis, Pencipta, Pengabdi yang bernafaskan Islam dan Bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat Adil Makmur yang di Ridhoi Allah SWT". Begitu bunyinya sering didengar.

Sebelum jauh membaca, ada sebuah pertanyaan. Pernah merasakan jatuh cinta kepada sesuatu yang tak berparas? Bahkan jatuh cinta dengan sesuatu yang pada awalnya tak dikehendaki untuk bergabung. Jatuh cinta pada sebuah himpunan, yang diberi nama Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Mengenalnya dimulai dari menduduki bangku perkuliahan di Universitas Muhammadiyah Palangka Raya.

Ia lahir, tumbuh dan juga berkembang dinamis di negeri ini. Dilahirkan di Jogja dari idealisme 15 mahasiswa muda pada 5 Februari 1947, hingga hari ini usianya sudah 74 tahun, bukan lagi usia muda untuk sebuah himpunan.

Dulu ketika penulis masuk, senior-senior penulis dengan bangga menyebutkan nama-nama tokoh besar yang pernah berproses di HMI, bak irama lagu yang didendangkan setiap tahun di forum pengkaderan, mulai dari nama Wakil Presiden Jusuf Kala, Menteri Kordinator Polhukam Mahfud MD, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Ketua MPR, Bambang Soesatyo,  Kepala Badan Penanaman Modal Bahlil Lahadalia, Fery Mursyidan Baldan, Adrinof Chaniago, DPR dan beberapa kepala lembaga negara seperti Mahkamah Konstitusi bahkan pernah diemban oleh himpunan-himpunan HMI, mulai dari Hamdan Zoelva hingga Ade Komarudin. 

Jika ingin lebih lengkap siapa saja alumni HMI yang tersebar di pemerintahan, barangkali boleh juga Tuan dan Puan tanyakan pada google untuk menjawabkan. 

Bahkan, jika kita mengingat sidang gugatan hasil pemilihan presiden di MK? Panggung persengketaan Kuasa Hukum Jokowi dan Kuasa Hukum Prabowo, sama-sama diisi dari jebolan HMI, Bambang Wijayanto vs Yusril Ihza Mahendra. Tak sampai di situ, ketika pengumuman kabinet Presiden dan Wakil Presiden Jokowi - Maruf Amin pun diumumkan, media mencatat ada 11 nama menteri yang berasal dari Jebolan HMI. Bukan main bangganya kita. Dari Muhadjir Efendy, Airlangga Hartanto, Siti Nurbaya Bakar, dan lainnya.

Hingga hari ini, alumni - alumni HMI dari seluruh penjuru Indonesia telah bertebaran di berbagai bidang profesi. Tak hanya generasi tuanya yang selalu kita banggakan. Alumni-alumni mudanya juga telah mencatatkan nama dalam jajaran yang berkontribusi untuk negeri hari ini. Mari kita lihat sejenak dan membangun motivasi insan akademis, para kawula muda

Di dunia perbankan, ada Arief Rosyid, komisaris Independen Bank Syariah Indonesia. Muda, berkarakter, dan cekatan. Di bidang Pemerintaha Ada Rifqi Nizami, anggota DPR RI Kalimantan Selatan,  Doktor sekaligus pengamat hukum muda yang cerdas, tenang dan santun. 

Di Kalteng, kita punya Riban Satia, anak desa yang berhasil menjadi wali kota selama dua periode. Pun beberapa kepala dinas di Provinsi Kalteng ini juga alumni dari HMI, sebut saja Suyuti Samsyul, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi atau Kaspinor, Kepala Badan Pendapatan Daerah. Nama-nama tadi juga pernah merasakan ditempa di HMI, berproses. Membaca, Retorika, Bersidang, hingga Belajar Memimpin dan Dipimpin.

Mau tidak mau, suka tidak suka. Banyak yang telah mengamini HMI telah berperan membentuk pemimpin-pemimpin di negara kita. Sumbangsihnya nyata, untuk negara yang bernama Indonesia. 

Sayangnya jika ingin bicara terbuka, juga tak sedikit, kader-kadernya yang terjerat kasus korupsi, mengangkangi amanah negeri sendiri, menyeret nama himpunan menjadi buruk pula. Dari menjabat ketua Umum HMI, lalu jadi politikus, lalu berperilaku bak tikus asli, menyikat uang rakyat, menggerogoti kekuasaan dengan rakus. Tak bisa ditutupi, kita harus fair untuk mengakui alumni kita juga tak selamanya benar-benar membanggakan.

Namun, pada 74 tahun hari kelahiran HMI, tanpa mengurangi rasa hormat pada Kanda & dan Yunda sekalian, izinkan penulis mengutarakan hal-hal yang menjadi refleksi buah pemikiran pribadi:

Point ke-1 : Sudah tak zamannya lagi jika pengkaderan hanya soal membanggakan alumni. Himpunan ini harus dipupuk dengan keyakinan, bahwa kita bukan lagi anak kecil yang hanya selalu membanggakan golongan tua terdahulu, tapi harus menjadi generasi muda yang bergerak dan mengukir cerita baru. Bukan bangga membawa nama-nama alumni selalu. Bak berlindung di ketiak orang dewasa

Point ke-2 : Pengkaderan adalah momentum menanam nilai-nilai. Membuat orang tertarik bergabung di HMI ibaratkan ia bagaikan proses mengajak orang untuk membeli bibit, harusnya proses tak dipuaskan hanya sampai di situ. Tugas kita bersama sebagai kader bukan hanya membuat mahasiswa-mahasiswa tertarik membeli bibit, tapi mengajarkan kader untuk mencintai bibit, memupuknya, tumbuh wangi dan indah. Hingga menyebarkan bibit-bibit baru untuk terus memperluas kebermanfaataan di tanah yang bernama masyarakat Indonesia. Begitu gambarannya.

Point ke-3: Luruskan dan kuatkan sendi-sendi kepengurusan. Mulai dari Ketua Umum himpunan dan kader-kader di bawahnya. Tingkat Nasional sepatutnya menjadi contoh, sehingga dapat ditiru, dari Cabang hingga Komisariat. 

Jika diumpakanan susunan shaf shalat, kita harusnya sudah pada posisi pengaturan konsolidasi jamaah. Bukan terlalu asik berebut siapa yang menjadi imam, hingga makmum kocar-kacir. Di ranah nasional, kita harus mengakui ada potret buruk yang dipertontonkan pada seluruh kader HMI di Indonesia. Bukankah kita seharusnya lurus dan tegak, tegas menentukan imam, lalu kompak beribadah. 

Berhimpun di HMI bukankah diniatkan Lafran Pane untuk ibadah pada mulanya? Bukan justru niat ibadah namun silaturahmi saja dicerai beraikan. Dualisme kepemimpinan, benar-benar memuakkan. 

Teruntuk Himpunan Mahasiswa Islam, terima kasih sudah berkenan menerima kami, menciptakan atmosfir untuk terus merawat akal, melatih lisan dengan dialektika, menajamkan kepekaaan dengan turun ke jalan ketika diperlukan, hingga masuk ke sektor-sektor keputusan dan kebijakan pada lembaga-lembaga negara. 

Semua tak pernah kami diajar instan, berproses. Laiknya seperti kata Tan Malaka, terbentur, terbentur, terbentuk. Dan meski tak pernah tahu telah memberi apa saya untuk himpunan ini. Namun, dalam niat dan ikhtiar yang selalu berjalan beriringan, tekad masih sama. Memberi kontribusi terbaik bagi negeri, menyatupadukan iman, ilmu, dan amal untuk kemaslahatan. Semoga tunai hajat seorang Jendral Soedirman, HMI: Harapan Masyarakat Indonesia.

Barakallah, 74 tahun hadir di Negeri Indonesia. Mari Mengokohkan komitmen Keislaman dan Kebangsaan. Hormat saya bagi seluruh kader se-Indonesia.