Dirut BPJS Kesehatan enggan sampaikan spesifik angka penunggak iuran JKN

id Dirut BPJS Kesehatan, Ghufron Mukti,penunggak iuran JKN,Kalteng,BPJS Kesehatan

Dirut BPJS Kesehatan enggan sampaikan spesifik angka penunggak iuran JKN

Direktur Utama BPJS Kesehatan Prof Ghufron Mukti saat menyampaikan keterangan kepada wartawan dalam agenda Public Expose Pengelolaan Program dan Keuangan BPJS Kesehatan Tahun Buku 2022 di Jakarta, Selasa (18/7/2023). ANTARA/Andi Firdaus/am.

Jakarta (ANTARA) - Direktur Utama BPJS Kesehatan Ghufron Mukti mengatakan jutaan penduduk Indonesia yang menunggak iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan permasalahan yang harus segera dibenahi.

"Menurut saya, seharusnya dia mampu. Namun, ada dua faktor, yakni willingness to pay (kesediaan untuk membayar) dan ability to pay (kemampuan untuk membayar)," kata Ghufron Mukti dalam agenda Public Expose Pengelolaan Program dan Keuangan BPJS Kesehatan Tahun Buku 2022 di Jakarta, Selasa.

Ia mengatakan, konsumen rokok merupakan salah satu contoh dari kelompok masyarakat yang berkemampuan untuk membayar iuran JKN.

Menurut dia, pengeluaran rata-rata konsumsi rokok masyarakat di Indonesia saat ini berkisar Rp150 ribu per orang per bulan. Nominal itu jauh lebih tinggi ketimbang iuran JKN untuk kelas 3 senilai Rp42 ribu per orang per bulan.

"Dia ability to pay, karena bayar rokok saja mampu sebulan Rp150 ribu, ini bayar BPJS Rp42 ribu dirasa berat," katanya.

Meskipun enggan menyebut spesifik angka penunggak iuran JKN yang mencapai jutaan orang, Ghufron mengatakan jumlah itu juga termasuk 7 persen dari populasi yang belum mendaftar sebagai peserta.

Menurut dia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS mengamanatkan bahwa setiap WNI wajib mengikuti program JKN.

"Sekarang sudah 93 persen yang berstatus peserta, berarti sekitar 7 persen belum jadi peserta. Yang tidak aktif puluhan juta jumlahnya," kata dia.

Menurut Ghufron, seringkali masyarakat menyadari tentang pentingnya asuransi kesehatan saat dalam keadaan sakit, sehingga kesadaran masyarakat terhadap kesehatan masih perlu ditingkatkan.

"Sering kalau tidak butuh, tidak bayar, jadi nunggak. Padahal, seharusnya terus bayar," katanya.

Merespons hal itu, BPJS Kesehatan mengingatkan masyarakat bahwa ada ketentuan sanksi bagi para para penunggak iur BPJS Kesehatan seperti yang tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Jaminan Kesehatan.

Ketentuan itu, kata Ghufron, berlaku bagi penunggak iuran maksimal selama dua tahun. Salah satu sanksi yang diterima berupa penonaktifkan layanan JKN.

"Sedia payung sebelum hujan. Jangan hanya saat memanfaatkan saja, tetapi juga harus ikut gotong royong," katanya.

Meskipun terjadi tunggakan, Ghufron memastikan tingkat kepatuhan membayar iuran JKN masih relatif baik, karena 90 persen lebih dari sekitar 258 juta peserta, aktif bergotong royong membayar iuran.

"Kepatuhan pengumpulan iuran tidak pernah terjadi sebaik tahun sekarang, karena sekarang sudah lebih 90 persen, bahkan pernah sampai 99 persen membayar iuran," ujarnya.