Kenaikan harga hasil produksi lebih besar dari dibayar petani Kalteng
Palangka Raya (ANTARA) - Badan Pusat Statistik Kalimantan Tengah mencatat harga-harga di daerah perdesaan di provinsi ini, membuat nilai tukar petani (NTP) gabungan pada Maret 2024 mencapai 123,82 atau naik sebesar 0,84 persen dibanding Februari 2024 yang berkisar 122,79.
Kenaikan NTP gabungan itu disebabkan oleh indeks harga hasil produksi pertanian naiknya lebih besar dibandingkan harga yang dibayar para petani di provinsi ini, kata Kepala BPS Kalteng Eko Marsoro di Palangka Raya, Selasa.
"Apalagi kenaikan harga yang harus dibayar petani hanya karena naiknya dua indeks penyusunnya, yaitu kelompok konsumsi rumah tangga petani (IKRT) dan kelompok BPPBM," ucapnya.
Dikatakan, kenaikan NTP gabungan di Kalteng pada Maret 2024 dipengaruhi oleh naiknya NTP pada beberapa subsektor, yaitu Hortikultura sekitar 1,63 persen, Tanaman Perkebunan Rakyat 1,42 persen dan Perikanan 0,07 persen.
Eko Marsoro mengatakan, pada Maret 2024, indeks harga hasil produksi pertanian di Kalteng naik sebesar 1,53 persen dibanding Februari 2024, yaitu dari 151,76
menjadi 154,08. Kenaikan itu disebabkan oleh naiknya indeks harga produksi pertanian pada beberapa subsektor yang terdiri dari, Tanaman Pangan sekitar 0,33 persen, Hortikultura 2,39 persen, Tanaman Perkebunan Rakyat 2,16 persen, dan Perikanan 0,80 persen.
Baca juga: Daging ayam ras dan beras masih tetap menjadi penyumbang inflasi di Kalteng
Sementara, lanjut dia, pada Maret 2024, indeks harga harus dibayar oleh petani di Kalteng hanya mengalami kenaikan sebesar 0,69 persen jika dibanding Februari
2024, yaitu dari 123,59 menjadi 124,44. Kenaikan ini disebabkan oleh naiknya nilai seluruh subsektor, yaitu Tanaman Pangan 0,56 persen, Hortikultura 0,75 persen, Tanaman Perkebunan Rakyat 0,72 persen, Peternakan 0,66 persen, dan Perikanan 0,73 persen.
"Melalui indeks harga harus dibayar petani ini dapat dilihat fluktuasi harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat perdesaan, khususnya petani yang merupakan bagian terbesar dari masyarakat perdesaan, serta fluktuasi harga barang dan jasa yang diperlukan untuk memproduksi hasil pertanian," demikian Eko Marsoro.
Baca juga: Luas panen jagung pipilan di Kalteng mencapai 5,94 ribu hektare
Baca juga: Sampit alami inflasi tahunan 2,14 persen pada Februari 2024
Baca juga: BPS: Ekonomi Kalteng tumbuh 4,14 persen selama 2023
Kenaikan NTP gabungan itu disebabkan oleh indeks harga hasil produksi pertanian naiknya lebih besar dibandingkan harga yang dibayar para petani di provinsi ini, kata Kepala BPS Kalteng Eko Marsoro di Palangka Raya, Selasa.
"Apalagi kenaikan harga yang harus dibayar petani hanya karena naiknya dua indeks penyusunnya, yaitu kelompok konsumsi rumah tangga petani (IKRT) dan kelompok BPPBM," ucapnya.
Dikatakan, kenaikan NTP gabungan di Kalteng pada Maret 2024 dipengaruhi oleh naiknya NTP pada beberapa subsektor, yaitu Hortikultura sekitar 1,63 persen, Tanaman Perkebunan Rakyat 1,42 persen dan Perikanan 0,07 persen.
Eko Marsoro mengatakan, pada Maret 2024, indeks harga hasil produksi pertanian di Kalteng naik sebesar 1,53 persen dibanding Februari 2024, yaitu dari 151,76
menjadi 154,08. Kenaikan itu disebabkan oleh naiknya indeks harga produksi pertanian pada beberapa subsektor yang terdiri dari, Tanaman Pangan sekitar 0,33 persen, Hortikultura 2,39 persen, Tanaman Perkebunan Rakyat 2,16 persen, dan Perikanan 0,80 persen.
Baca juga: Daging ayam ras dan beras masih tetap menjadi penyumbang inflasi di Kalteng
Sementara, lanjut dia, pada Maret 2024, indeks harga harus dibayar oleh petani di Kalteng hanya mengalami kenaikan sebesar 0,69 persen jika dibanding Februari
2024, yaitu dari 123,59 menjadi 124,44. Kenaikan ini disebabkan oleh naiknya nilai seluruh subsektor, yaitu Tanaman Pangan 0,56 persen, Hortikultura 0,75 persen, Tanaman Perkebunan Rakyat 0,72 persen, Peternakan 0,66 persen, dan Perikanan 0,73 persen.
"Melalui indeks harga harus dibayar petani ini dapat dilihat fluktuasi harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat perdesaan, khususnya petani yang merupakan bagian terbesar dari masyarakat perdesaan, serta fluktuasi harga barang dan jasa yang diperlukan untuk memproduksi hasil pertanian," demikian Eko Marsoro.
Baca juga: Luas panen jagung pipilan di Kalteng mencapai 5,94 ribu hektare
Baca juga: Sampit alami inflasi tahunan 2,14 persen pada Februari 2024
Baca juga: BPS: Ekonomi Kalteng tumbuh 4,14 persen selama 2023